Skema Risti Wawali?
Menyambung tajuk Sekoci Wawali, kekosongan kursi wakil wali kota Balikpapapan, kembali jadi perbincangan.
Banyak memperkirakan, Wali Kota Rahmad Mas'ud akan terus sendiri tanpa wakilnya. Sampai akhir periodenya, tahun depan. Perkiraan ini bukan tanpa alasan. Pertama, ini tahun politik. Partai lebih milih konsentrasi untuk pendulangan suara partai dan calegnya. Beberapa bulan ke belakang, hal ini pernah dikonfirmasi ke Ketua Demokrat Balikpapan, Deni Mappa. Katanya, partai yang dinahkodainya tidak berambisi merebut kursi wawali. Logis sekali. Bagi partai, kursi wawali yang hanya tersisa setengah periode, kurang seksi lagi. Partai yang punya kepentingan hanya PDIP dan Golkar. Sebab, kursi itu awalnya milik PDIP, sebelum ditinggal mendiang Thohari. Kedua, dari dua nama yang diajukan yaitu Risti dan Budiono, tidak terkait dengan kepentingan partai lain. Kecuali, PDIP dan Golkar. Budiono, kader PDIP, yang diberi mandat partai agar mampu menduduki kursi. Tapi sudah dua tahun sejak pelantikan Rahmad, Budiono belum juga berhasil menjalankan mandat partainya. Adapun Risti Utami Dewi Nataris, meski istri dari mending Thohari, namun namanya dicalonkan Golkar. Jadi, praktis kepentingan kursi ini lebih terkait dengan PDIP dan Golkar. Sedangkan partai pengusung dan pendukung lainnya, lebih fleksibel. Tidak ada kepentingan substantifnya. Paling banter, kepentingan bargaining position. Menaikan harga tawar, yang ujungnya, tentu saja loba lobi. Syukur-syukur bisa bicarakan besaran cuan. Yang sangat berharga di tahun politik. Itupun fleksibel. Kalau dikejar gembira, tidak juga tidak apa-apa. Toh, tidak ada kepentingan substantif mereka. Itung-itung hanya menunggu uang kaget jelang Pemilu. Dari analisa itu, maka tidak salah, banyak yang memperkirakan kursi wawali tetap kosong sampai akhir periode. Toh bola masih menggantung di dua nama yang diajukan itu, sejauh mana mereka bisa melobi partai pengusung dan pendukung. Untuk mencari suara dalam voting 45 anggota Parlemen. Nah belakangan, ada informasi lain beredar. Rahma Mas'ud bakal berupaya bisa didampingi wakilnya sebelum usai masa jabatannya. Ia tidak mau distempel jomblo. Opss, jangan negatif loh. Maksudnya, enggan dicap jomblo menjalankan jabatannya. Sekaligus mengikuti aturan yang berlaku. Jika tetap sendiri sampai akhir, juga sangat berpotensi merusak elektabilitasnya di Pilkada 2024. Jika benar seperti informasi yang beredar, maka Golkar, nota bene Rahmad Mas'ud bisa turun tangan. Menggenapkan semua dukungan partai pengusung dan pendukung, yang hanya tersisa satu partai: Gerindra. Kalau memang RM turun gunung, sepertinya, urusan remeh untuk melobi Gerindra. Paling tinggal tembak-tembakan bandrol. Tunggu, jangan suudzon dulu. Sebagai basic pengusaha, RM tahu betul gimana seni merangkul lawan bicara dengan jurus lobinya. Kepiawaian komunikasinya patut diacungi jempol. Terlepas dengan cuan atau tidak. Toh lewat kesepakatan lain, itu sangat terbuka lebar. Bukankah politik juga termasuk seni memainkan kesepakatan? Faktanya, RM telah menggores sejarah baru di Balikpapan dengan mengosongkan lawan. Bejibun partai saja bisa dirangkul hingga menyisakan kotak kosong di Pilkada 2020 lalu. Dari sejarah ini, maka logikanya, untuk merangkul Gerindra jauh lebih mudah kan? Berbeda dengan Budiono. Jika memang piawai dalam komunikasi politik, tidak perlu tunggu dua tahun, bola-bola sudah selesai sejak lama. Harusnya sejak dulu ia bisa menduduki kursi milik mendiang Thohari. Tapi, apa lacur? Sampai dua tahun lebih Rahmad dilantik, Budiono belum mampu menjadi wakilnya. Dari perbandingan itu, kans besar ada di tangan Rahmad Mas’ud untuk memenangkan Risti. Dengan begitu, hanya tersisa satu langkah membawa nama yang diusungnya: Risti, mengisi kursi wawali. Apakah mustahil? Tidak. Skemanya mudah dibaca. Hasil Pileg 2019, proporsi 45 kursi di Parlemen Bakikpapan: Golkar 11 kursi, PDIP (8), Gerindra (6), PKS (6), Demokrat (4), PPP (3), NasDem (3), Hanura (2), serta PKB dan Perindo, masing-masing satu kursi. Untuk memenangkan Risti, cukup mengejar 23 kursi. Karena jika nanti Gerindra setuju, dua nama itu tinggal divoting di Parlemen. Pemenangnya hanya butuh suara 50% +1. Dengan kata lain, setengah plus 1 dari 45 suara, maka hanya dibutuhkan 23 suara. Itu sudah menang. Untuk mencari 23 kursi Parlemen, sangat mudah bagi Rahmad Mas'ud. Mari berhitung. Cukup Golkar 11 kursi, PKS 6 kursi, PPP 3 kursi, Hanura, PKB dan Perindro ditotal 4 kursi. Hanya dengan skema ini, sudah dapat 24 kursi. Sudah lebih dari suara minimal 50+1. Pertanyaannya, dari mana perhitungan itu? Siapa yang menjamin suara itu tidak lari? Jawabannya, melihat rekam jejak sejarah di Pilkada lalu. Bahkan, estimasi 24 suara bisa lebih. Artinya, jika Gerindra setuju dua nama yang diusung, lalu segera dilakukan voting di Parlemen, maka Risti di atas angin. Kenapa demikian? Sebab ada nama RM di belakang Risti. Ini bukan ‘percaturan’ Risti dan Budiono, tapi RM dan Budiono. Sebagai balas budi RM terhadap mendiang Thohari, sangat logis dan tepat sekali kalau RM bakal habis-habisan mendukung istri mendiang Thohari kan? Apalagi Risti sudah kerja keras mendampingi almarhum suaminya, sejak masa kampanye lalu. Langkah RM mendukung Risti pun akan diapresiasi. Sebab RM akan dikenang sebagai sosok, yang tidak melupakan kulit. Meski pendamping politiknya sudah berpulang, tapi ia tak melupakan jasa almarhum, dengan memperjuangkan sosok istri alm Thohari sebagai wakilnya di pemerintahan Balikpapan. Dan Budiono, ibarat ketiban sial. Jika Gerindra setuju membawa namanya ke voting, maka Budiono harus mengundurkan diri dari jabatannya dulu. Adudu duuu... Akan lebih sial lagi, jika 8 suara PDIP di Parlemen tidak bulat mendukungnya. Sebab dalam voting, tidak akan ketawan, siapa yang dukung dan tidak. Tidak akan terlihat si A dukung Risti atau si A dukung Budiono. Yang ketawan hanya total suara dari jumlah anggota Parlemen keseluruhan, yang ikut voting. Delapan suara PDIP bulat atau tidak, baru akan terlihat kalau hasil votingnya nanti, Risti bisa menang telak. Alamaaak... Emmm, sebentar. Apakah semua skema ini bakal terjadi? Tidak ada yang bisa memastikannya, sangat sulit mengkonfirmasinya, kecuali waktu. Tapi dari sejumlah informasi anggota Parlemen, skema tersebut bukan mustahil. Terbuka kemungkinan, tapi tak ada kepastian. Nah jika benar terjadi, kalau skema Risti wawali jadi kenyataan ke depan, maka itu bisa menjadi hadiah terindah untuk mendiang Thohari. Paling tidak, perjuangannya bisa diteruskan sang istri. PDIP sepertinya tak akan terusik dengan skema ini. Meski bagaimanapun, Risti pernah menjadi bagian dari partai mendiang suaminya. Toh, kader-kader PDIP Balikpapan, tidak akan melupakan jasa alm Thohari, sang suami Risti. Saat mendiang masih hidup, Risti pun tak bisa dilepaskan dari PDIP. Jika skemanya berjalan, betapa naasnya Budiono. Sudah melepas jabatan tapi tak menang. Di sinilah kepiawaian politiknya diuji. Di sini, leadershipnya menahkodai PDIP Balikpapan akan kelihatan. Ini bisa menjadi kawah candradimuka baginya, sebelum mengkordinir pasukan untuk bertempur suara lebih besar di Pemilu 2024. Bukan tak mungkin, kalau kalah di pertempuran kecil merebut kembali jatah kursi wawali, posisinya di pucuk pimpinan PDIP Balikpapan bakal terancam. Sebab, kader-kader di bawah dan petinggi di atasnya, bakal mengevaluasi pola leadershipnya. Termasuk Jakarta. Kalau kelak mandat partai merebut kursi wawali gagal diraihnya, ini akan berkorelasi menjadi celah bagi partai lain. Parpol lain akan mudah mengukur kekuatan kepemimpinannya untuk suara Pemilu tahun depan. Dan ingat, suara besar partai dan delapan kursi di Parlemen Balikpapan yang diraih PDIP pada 2019, serta memenangi Pilkada 2020, saat itu nahkoda partai masih di bawah kendali mendiang Thohari. Adapun Budiono, baru mengemban posisi ketua PDIP Balikpapan, Juni 2021. Atau sebulan paska Rahmad dilantik sebagai wali kota. Praktis, kemampuannya dalam percaturan dan loba lobi dengan parpol lain untuk keuntungan PDIP, belum teruji. Jadi, apakah Budiono mampu melawan kemungkinan skema Risti wawali? Waktu yang akan menjawab semuanya. Menutup tajuk ini, mari kita kirimkan doa untuk mendiang Thohari. Al Fatihah... Shalaallahu alaa Muhammad.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: