Sekoci Wawali

Sekoci Wawali

Sudah dua tahun lebih, Balikpapan tak punya wakil walikota. Sejak pelantikan Rahmad Mas’ud sebagai Wali Kota Balikpapan periode 2021-2024, yang dihelat 31 Mei 2021, sampai kini ia masih sendiri. Menikmati kebebasan menyusun anggaran. Menikmati bongkar pasang para pembantunya di kedinasan.

Seiring jalan, banyak kebijakannya yang jadi sorotan warga dan media massa. Terutama proyek-proyek multiyears. Paling masyhur, proyek DAS Ampal, yang memetik banyak blunder. Tapi seakan tutup mata dan telinga, kontraktor proyek itu masih dipertahankan. Sampai hari ini. Meski pelbagai protes keras menderas. Bahkan rekomendasi Parlemen untuk memutus kontrak, diabaikan. Kesendirian tanpa wakilnya barangkali menjadi kenikmatan. Toh, tidak ada yang mengerecoki. Enak sendiri. Tapi jika kebablasan, bisa jadi bumerang. Di sosial media, sejak berbilang berbulan, makin kencang teriakan: cukup satu periode. Yang patut diwaspadai, gema itu tanpa komando. Tidak diarahkan, tidak bergerak sistemik. Tapi, lahir dari banyaknya akumulasi kekecewaan. Rahmad tampak ketar-ketir. Konsultan politiknya sampai merilis hasil survei kepuasan lawas, yang dicreate sudah lama. Tapi diproduksi ulang, disebar ke pelbagai media. Rilis repro hasil survei lawas itu sangat jelas dibaca sebagai bentuk kekhawatiran. Apalagi muncul saat proyek DAS Ampal tengah disorot habis-habisan. Muncul, paska netizen menyerang postingan Rahmad. Cuan yang diandalkan, ternyata tak berhasil membendung opini massa. Barangkali, salah satu jalan tengahnya, bisa saja menggandeng influencer atau akun-akun berfollower besar di kota ini, untuk dikontrak. Yang nilainya bahkan lebih besar dari nilai kontrak media massa di Parlemen. Akun itu hanya memposting, mengabarkan kebijakan-kebijakan positif. Yang tentu kadarnya harus bisa membendung opini negatif. Tapi rakyat sudah pintar. Saat akun-akun itu memposting hal positif kebijakan Pemerintah Balikpapan, netizen justru menanggapi lain. Mengomentari masalah-masalah keresahan warga di Balikpapan, yang belum dituntaskan. Dari sudut pandang politik, hal ini patut diantisipasi. Dengan kata lain, publik Balikpapan sudah semakin kritis. Sudah tak bisa lagi dijejali varian pencitraan. Termasuk kekritisan mereka soal kosongnya bangku wawali. Sejauh ini, Golkar, sebagai partai pengusung utama penguasa telah mengajukan dua nama calon wawali yang telah disorong ke Parlemen Balikpapan. Dua nama itu, Risti dan Budiono. Rancak nian permainan, bola panas telah dilempar Golkar, dilempar Rahmad ke Parlemen. Jadi, kalau kekosongan wawali ini membidik Rahmad, jelas hal itu salah sasaran. Salah tembak. Sebab, kini bola ada di tangan partai pengusung dan pendukung, juga 45 anggota Parlemen Balikpapan. Sampai saat ini, hanya tinggal satu partai yang belum setuju atas dua nama yang diajukan. Artinya, proses pemilihan wawali melalui voting 45 anggota Dewan, tak bisa dilakukan. Sesuai aturan, salah satu syarat mutlaknya, seluruh parpol pengusung dan pendukung harus setuju. Satu saja tidak setuju atas dua nama yang diajukan itu, proses pemilihan tidak bisa dilakukan. Semakin lama, waktu kian berjalan. Jika sampai batas yang ditentukan aturan, maka pada akhirnya calon itu tak bisa diajukan lagi. Dengan kata lain, sampai akhir periodenya Rahmad akan memimpin sendiri. Tanpa wawali. Ini banyak terjadi di beberapa daerah, semisal Bandung. Pertanyaannya, partai apa yang belum setuju? Apa alasannya? Di lapangan, informasi liar beredar. Satu sekoci wawali yang belum setuju itu, disebut-sebut sekoci Gerindra. Alasannya, kedekatan nahkoda Gerindra Balikpapan dengan salah satu calon yang diajukan. Nah kalau terjadi head to head dalam voting di Parlemen, banyak yang bilang, Risti pemenangnya. Dan inilah yang diingankan Rahmad. Sudah jadi kabar umum, ada kekurangcocokan chemistry antara Rahmad dan Budiono. Lantaran itu, lebih memilih calon satunya lagi. Tapi, Budiono dari PDIP. Rahmad tak bisa mengabaikan. Hak partai pengusung mendiang Thohari harus difasilitasi. Mau tak mau nama Budiono diajukan. Meski secara peluang sangat tipis. Ditilik dari kekuatan cuan, jelas kalah. Begitupun dengan chemistry. Termasuk soal komunikasi politiknya. Ini keluar dari bibir anggota Parlemen sendiri. Lantaran itu anggota Parlemen cenderung lebih memilih Risti. Jadi, Budiono perlu berterima kasih kepada Gerindra. Jika saja Gerindra setuju dua nama itu, maka Budiono harus mengikuti proses voting, yang peluangnya sangat tipis. Apalagi sebelum resmi maju, ia harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Parlemen. Tentu perkara yang sulit, melepas jabatan yang dibanggakan. Sudahlah mengundurkan diri, peluangnya belum tentu menang. Siapapun mungkin ogah. Tapi di sisi lain, jika ia tak mampu melobi sekocinya untuk kemenangan dalam proses voting, sebagai petugas partai yang diamanahkan mengamankan kursi wawali, berarti ia telah gagal. Posisinya di partai bakal terancam. Ini bukan hal yang mustahil. Terlebih, Sekretaris DPC PDIP Balikpapan, Suwanto, namanya justru melambung. Bukan tak mungkin, suatu saat posisi Budiono bakal digeser. Budiono ibarat dalam kandang. Di sini kemenangan mutlak ada pada Rahmad. Ia bisa menciptakan gelombang dilema, meski sekoci wawali sudah membantu. Tapi posisi Budiono ibarat simakalama. Jika sekoci terakhirnya maju, boleh jadi justru salah, karena peluang Budiono tipis. Jika tetap bertahan seperti ini, tetap mengambang, amanah partai tidak dituntaskan. Dengan demikian, Rahmad sangat berpeluang tetap sendirian, sampai sisa periodenya. Jika benar demikian, maka posisi Budiono di partainya, semakin terancam. Posisinya sebagai ketua PDIP Balikpapan, bakal segera digantikan. Ketidak berhasilan mengemban tugas partai untuk menduduki kursi seksi wawali, tentu akan mengancam posisinya. Jika kursi wawali tak diisi PDIP, peluang kursi jelas terbuang. Maka sebagai konsekuensi logisnya, tentu saja ada harga yang harus dibayar oleh kader yang gagal memegang mandat partainya, kan? Paling realistis, posisinya bakal diganti. Di sini, lagi-lagi dalam permainan ‘catur’ mengisi kursi wawali ini, Rahmad Mas’ud juaranya. Dan Suwanto, yang kini mulai mewangi, bisa jadi hanya menghitung hari bakal naik posisi mengganti kursi ketua PDIP Balikpapan. Mungkinkah? Menurut Anda gimana? Ah seperti biasa, paling asyik, kita Shalawat dulu: Shalaallahu alaa Muhammad. *Rudi Agung, penikmat Geopolitik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: