Politik Murah Baharuddin Demmu

Politik Murah Baharuddin Demmu

Politik itu berbiaya mahal. Sebagian orang meyakini itu. Namun, Baharuddin Demmu melakukan sebaliknya.   

SEBAGAI seorang yang terdidik sebagai aktivis lingkungan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Baharuddin Demmu punya cerita menarik. Ketika itu tahun 2000-an mencoba melangkah lebih maju dengan memimpin masyarakat di desanya. Di Marangkayu, Kutai Kartanegara. Ia mencalonkan diri sebagai kepala Desa Marangkayu. Baginya berinteraksi dan memimpin masyarakat bukan lagi persoalan yang sulit. Selama di Jatam aktivitasnya tak jauh dari interaksi dengan masyarakat, perusahaan dan pemerintah. Apalagi Bahar, sapaan akrabnya, memang berasal dari desa tersebut. Setelah terpilih, Bahar, satu-satunya kepala desa yang tidak dilantik Pemerintah Kabupaten, Kukar. Itu hampir tiga tahun sejak keterpilihan menjadi kepala desa. Kepemimpinannya diganggu. Bahkan dalam kurun waktu itu, Pemkab Kukar mengkondisikan agar ada pemilihan ulang. Lalu digelar pemilihan ulang. Hasilnya sama. Bahar terpilih lagi sebagai kepala desa. Kemudian periode berikutnya, Bahar maju lagi. Terpilih lagi hingga dua periode kepala desa. Sebagai kepala desa, Baharuddin Demmu merasa banyak aspirasi yang kurang didengar. Ia merasa perjuangan untuk membangun daerahnya tidak hanya cukup menjadi kades. Ia harus masuk ke lingkup kebijakan. Ia pun bertekad maju menjadi anggota DPRD Kukar. Itu sekitar tahun 2011. Lalu maksudnya itu ia sampaikan kepada beberapa warganya. Mayoritas setuju jika Baharuddin Demmu maju. Kendati ada juga yang tidak setuju. Sebab program-program Bahar yang dilakukan di desanya khawatir tidak berjalan. Tidak ada yang melanjutkan. “Tapi, sekitar 80 persen dari mereka bilang setuju,” ujarnya ketika menjadi narasumber Program Parlementaria di Rumah Disway Kaltim, Jalan Gatot Subroto, Samarinda. Berhasil. Baharuddin Demmu terpilih menjadi anggota DPRD Kukar untuk periode 2011-2014 dari Partai Amanat Nasional (PAN). Pun itu diraih dengan biaya murah. Tanpa bagi-bagi uang. “Dengan modal Rp 25 juta terpilih. Yang buat saya bangga, saya punya suara terbanyak tapi dengan modal minim,” terangnya. Murah. Itulah yang menjadi prinsip Bahar dalam berpolitik. Dengan begitu praktik politik uang bisa diminimalisasi. Cara yang ia lakukan adalah dengan benar-benar merebut hati calon konstituen. “Duduk bareng rakyat, tidak bagi-bagi duit”. Satu periode di DPRD Kukar, Baharuddin Demmu mendapat mandat untuk maju di provinsi. Ia terima. Di sini menariknya. Hampir semua anggota DPRD Kukar dari PAN tidak ada yang mau maju ke tingkat provinsi. Mereka lebih memilih kembali maju di Kukar dari dapil masing-masing. Banyak yang menduga Baharuddin Demmu akan akan kalah. Sebab untuk maju ke DPRD provinsi tidaklah mudah. “Saya bilang kalah itu urusan rakyat dan Allah. Saya maju karena itu perintah partai,” tegasnya. Bahar menanamkan tiga hal dalam dirinya. Berpolitik itu harus seimbang dalam tiga hal tersebut. Yakni rakyat, keluarga dan partai. Jika salah satunya tidak bisa terlayani dengan baik, maka tamatlah sudah. Dan lagi-lagi ia terpilih dengan modal paling kecil. Ketika itu hanya Rp 150 juta. “Saya belum pernah money politic, karena saya belajar bahwa politik itu harus murah. Sehingga rakyat enak, kita enak, tidak ada beban. Itulah yang melatarbelakangi kerja politik saya,” ucapnya, bangga. Bahar beranggapan pula bahwa menjabat sebagai anggota DPRD berarti menjadi perwakilan rakyat. Tidak ada yang membanggakan ketika menjadi wakil rakyat. Meski pun katanya, ada juga para anggota legislatif yang lupa dengan rakyatnya ketika sudah menjabat. Satu lagi yang menarik. Hampir 90 persen Bahar mengenal semua konstituennya. Tidaklah salah. Sebab ia merupakan mantan kepala desa sehingga kesehariannya pasti bertemu dengan warga. Dengan jumlah suara 9.254, Bahar akhirnya berhasil terpilih. Lantas, apa yang membuatnya masih percaya diri saat ini untuk tetap menjadi anggota dewan? “Bagi saya kalau sudah bantu rakyat itu sudah puas. Rasa kepuasan itu sudah luar biasa. Itu yang membuat saya ber-DPRD apa adanya. Kalau bagus ya saya bilang bagus, kalau enggak ya enggak.” Karena itu pula Bahar termasuk yang paling getol mengkritik pemerintah. (*) Reporter: Baharunsyah Sumber: Reviewsatu.com 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: