Gerbang Tani Soroti Kegagalan Kedaulatan Pangan

Gerbang Tani Soroti Kegagalan Kedaulatan Pangan

Nomorsatukaltim.com – Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Gerbang Tani, Idham Irsyad, menilai selama ini pemerintah gagal dalam menjaga kedaulatan pangan. Padahal salah satu tugas pemerintah menjaga dan menguatkan ketahanan dan mewujudkan kemandirian serta kedaulatan pangan nasional. Menurutnya salah satu prinsip dari kedaulatan pangan bahwa pangan itu diproduksi rumah tangga petani sendiri. “Namun kenyataannya produksi pangan di Indonesia saat ini justru banyak ditopang impor pangan. Kita melihat suatu kesimpulan bahwa negara gagal mendaulatkan pangannya,” ujar Idham, Jumat (6/1/2023). Ia menjelaskan kedaulatan pangan sebagai salah satu amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan. Namun, Idham melihat  sampai saat ini pemerintahan Jokowi dinilai telah gagal membangun kemandirian dan kedaulatan pangan nasional. "Kita melihat berbagai macam fakta yang ada, baik dari tataran kebijakan, tata kelola kelembagaaan sampai aktor-aktor yang kemudian terbangun dari proses kebijakan pembangunan dan pangan kita bahwa negara gagal mendaulatkan pangannya," tegas Idham. Menurutnya hal itu menunjukkan salah satu poin penting dari kedaulatan pangan telah terabaikan. Karena, pangan justru bertumpu produk luar. “Padahal, kita lihat ada sejumlah ruang dan kesempatan bagi pemerintah untuk bisa membangun satu per satu tahapan menuju kedaulatan pangan," ujarnya. Idham berujar, sebenarnya pangan di Indonesia saat ini tidak dikontrol produsen rumah tangga petani yang menjadi produsen utama. Namun, lanjutnya, ada keterlibatan investor dan mungkin sebagian kebijakan telah dikontrol kartel dan mafia pangan. "Ketidakcocokan antara satu kemeterian dan kementerian lain, itu menunjukkan negara ini sedang tidak menuju pada upaya membangun kemandirian dan kedaulatan pangan kita," bebernya. Ia mengkritik keras pemerintah yang membiarkan petani Indonesia berada dalam situasi yang gurem. Menurut Badan Pusat Statistik petani, papar Idham, gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari 0,5 hektaer. Kebanyakan petani golongan ini rata rata hanya memiliki lahan 0,2 hektare. "Menurut BPS, 12,7 juta rumah tangga petani kita yang gurem. Artinya, 0,5 hektar. Padahal, ada upaya yang bisa dilakukan dengan menjalankan reforma agraria," katanya. Ia mengingatkan, bisa dibayangkan kalau program reforma agraria dijalankan lalu seluruh akses, fasilitas program diberikan kepada petani gure. “Kita akan menjadi produsen utama dari produksi pangan," terangnya. Idham juga menyoroti program Food Estate sebagai program strategis nasional 2020-2024. Menurutnya, Food Estate sampai saat ini terbengkalai dan tidak jelas untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. "Ironisnya kawan-kawan mengambil kebijakan tidak mengikutsertakan petani kita dalam program. Misalnya, melalui food estate. Food Estate itu nyata-nyata minim partisipasi petaninya karena memang dikerahkan untuk kemudian menghasilkan produk ekspor," ujarnya. Gerbang Tani menilai program-program skala nasional hanya menghabiskan anggaran negara, dan tidak berkontribusi secara nyata terhadap ketersediaan pangan apalagi kedaulatan pangan. Idham merinci sejumlah indikator yang menujukkan food estate gagal, sebagai program lumbungan pangan nasional. Di antaranya, produktivitas lahan Food Estate yang sangat kurang, keterlibatan petani semakin hari semakin berkurang, produksi yang tersentral sangat rentan dari sisi suplay dan distribusi di tempat lain.  "Food Estate ini perlu evaluasi karena jumlah anggaran yang besar tapi tidak berbanding lurus dengan produktivitas," jelasnya. (Rol/rap)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: