Kaleidoskop 2022: Iklim Tak Ganggu Produksi Pangan
Nomorsatukaltim.com – Kementerian Pertanian melakukan pelbagai upaya pengendalian dampak perubahan iklim semisal banjir, kekeringan dan serangan Organisme Pengganggu Tanaman atau OPT. Pengendalian itu, antara lain, Gerakan Pengendalian OPT dan gerakan penanganan Dampak Perubahan Iklim. Tujuannya mengamankan budidaya sehingga tidak terjadi puso alias gagal panen. Sepanjang tahun 2022 ini, produksi pertanian di Indonesia pun relatif aman. "Karena pengendalian dampak perubahan iklim dilakukan sejak dini, puso akibat hama penyakit, banjir dan kekeringan di tahun 2022 ini lebih rendah dibanding tahun 2021. Rerata 5 tahun terakhir ini," demikian diutarakan Direktur Perlindungan, Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Mohammad Takdir Mulyadi, baru-baru ini Mengacu data Direktorat Perlindungan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, luas puso tanaman padi secara nasional akibat hama dan penyakit di rentang Januari-Oktober 2022 sebesar 6.218 hektare. Sedangkan periode sama tahun 2021 sebesar 3.959 ha dan rerata 5 tahun sebesar 5.484. Untuk puso akibat banjir pada periode Januari-Oktober 2022 sebesar 26.167 ha, sedangkan periode sama tahun 2021 sebesar 81.235 ha dan rerata 5 tahunan 48.092 ha. Selanjutnya, puso karena kekeringan di periode Januari-Oktober 2022 hanya 32 ha. Di periode sama tahun 2021 sebesar 6.930 dan rerata 5 tahun sebesar 38.765 ha. Dengan demikian, luas total puso Januari-Oktober 2022 hanya 32.417 ha dengan luas tanam 8,67 juta ha atau 0,37 persen. “Angka ini jauh di bawah ambang batas toleran 4 persen,” ujarnya. Untuk puso periode Januari-Oktober tahun 2021 lebih tinggi yakni 92.124 ha dari luas tanam 10,81 juta ha atau 0,85 persen dan rerata 5 tahun terakhir 92.341 ha dari luas tanam 11,06 juta ha. Takdir mengklaim, berkat upaya penanganan Dampak Perubahan Iklim yang begitu masif dan fokus serta melibatkan berbagai pihak yang dilakukan Kementan, produksi padi di tahun 2022 tidak terganggu. Berdasarkan data BPS, prognosa luas panen padi tahun 2022 sebesar 10,54 juta ha dengan produktivitas 5,25 ton/ha. Produksinya mencapai 55,36 juta ton gabah kering giling (GKG), setara 31,90 juta ton beras. Dengan besarnya konsumsi nasional 30,20 juta ton, terjadi surplus 1,70 juta ton. Hasil survey stok beras (SCBN BPS) mencatat stok beras cukup aman, stok beras di April 2022 sebanyak 10,15 juta ton. Produksi beras pada Januari-Juni 2022 sebesar 18,54 juta ton dan prognosa produksi beras Juli-Desember 2022 sebesar 13,36 juta ton. "Keberhasilan penanganan Dampak Perubahan Iklim ini membuahkan hasil luar biasa pada kinerja perberasan Indonesia. Yakni sejak 2019 hingga sekarang tidak ada impor beras umum," ujar Takdir. Adapun Gerakan Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman dilakukan Kementan secara ramah lingkungan dengan menggunakan Agens Pengendali Hayati. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak La Nina berupa hujan berlebihan, pemerintah melakukan Gerakan Pengendalian Dampak Perubahan Iklim, dengan membentuk brigade banjir dan brigade hama penyakit. “Selain itu early warning system, adaptasi dan mitigasi, pembersihan saluran air, menggunakan benih tahan genangan di saat musim hujan. Termasuk asurasi usaha tani dan bantuan benih bagi yang mengalami gagal panen, dan penyiapan panen paska panen hingga dryer pengering.” Dalam warta sebelumnya, Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor menilai cuaca di Indonesia jauh berbeda dengan negara-negara luar. Alasannya, saat musim dingin tiba, negara-negara di Eropa terdampak suhu dingin sampai di bawah 20 derajat celcius. Sebaliknya saat musim panas, maka cuacanya sangat panas hingga diatas 36 derajat. Hal ini menjadi kendala untuk pertanian. Sedangkan Indonesia, menurut Isran, hingga saat ini tetap dalam kondisi iklim yang bagus dengan dua musim, yakni musim hujan dan panas. “Dengan kondisi iklim yang baik ini, harusnya kita mampu memanfaatkan menjadi sumber produksi yang unggul dibandingkan lain, sehingga produksinya mampu disuplai untuk negara lain,” papar Isran Noor. Ia meyakini produksi pangan di Kalimantan Timur dianggap bisa menyuplai kebutuhan untuk negara lain. Sebab, menilai Indonesia memiliki iklim yang sangat cocok untuk pertanian, termasuk lahan di Kaltim. (rap/ TBS)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: