Cerita Dua Bocah dan Ibunya di Kubar yang Hidup dari Memulung (3-Habis): Bawa Anak karena Trauma

Cerita Dua Bocah dan Ibunya di Kubar yang Hidup dari Memulung (3-Habis): Bawa Anak karena Trauma

Semakin ke sini, kisahnya makin ramai jadi perhatian publik. Khususnya di Bumi Tanaa Purai Ngeriman. Dua anak di Kutai Barat yang memungut sampah untuk daur ulang itu sudah di penghujung ulasan media ini.

  Kubar, Lukman Hakim Mahendra HIDUP susah memang bukan sebuah pilihan bagi Abia Puspita Sari, untuk dijalani bersama kedua buah hatinya itu. Andai kata takdir hidup dapat memilih, tentu pilihannya tak seperti yang sekarang. Perlakuan eksploitasi anak sebagaimana yang ditujukan oleh Dinas Sosial setempat terhadap Sari, memang bukan tanpa alasan. Ia mengaku tidak ada niat mengeksploitasi atau memaksa anaknya bekerja sebagai pemulung. Dengan dalih tidak ada yang menjaga anaknya di rumah, saat ia bekerja ke luar. "Kalau dibilang saya mempekerjakan anak itu saya tidak terima. Kalau saya tidak boleh bawa anak terus solusinya apa? Keluarga memang ada di Tering, tetapi kami sama-sama hidup susah," ujar Sari ditemui di kediamannya di Jalan Damai Raya RT 05, Kelurahan Simpang Raya Kecamatan Barong Tongkok. Kondisi itu berlangsung pasca berpisah dari suaminya pada 2020 lalu. Selain itu menurut Abia, kedua anaknya Victor Alexander Rendon (11) dan Ferguson Lorenzo Rendon (8), sangat trauma atas peristiwa kekerasan yang mereka alami. Sebab dua bocah itu kerap dipukul oleh mantan suaminya Robert Stiven Arthur Gerungan, yang sudah berpisah sejak 2020 lalu. Sehingga Victor dan Lorenzo tidak mau tinggal sendiri atau dengan orang lain. Hal itu yang membuat dua anak lelakinya selalu mengikuti kemanapun dia pergi. "Anak-anak semua trauma. Makanya kalau mau tinggal di tempat orang itu agak susah apalagi kasih tinggal. Itu kadang ketakutan,” ucapnya. Perempuan kelahiran Long Apari ini mengaku dirinya dan sang anak pernah dipukuli suaminya hingga babak belur. Dan kejadian kekerasan dalam rumah tangga itu berlangsung sejak awal mereka menikah tahun 2011 silam. “Anak saya ini sudah alami kekerasan sejak dalam perut. Pernah dia (mantan suami) itu pukul kami sampai mau mati. Tiap malam itu ribut terus. Kalau sudah ribut pasti kami lari. Pernah saya lapor polisi tapi masih dia pukul-pukul kami," tutur dia. Aktivitas mencari barang bekas dan besi tua juga sudah ia lakukan sejak 2015. Meski kerap dicibir, Sari tetap mulung demi bertahan hidup. Apalagi suaminya sakit-sakitan dan mengalami gangguan jiwa. Semua uang tabungan dan harta benda juga habis terkuras untuk mengobati suaminya. “Tahun 2015 itu saya mulung juga. Bawa anak, bawa gerobag saya dorong,” tukas wanita 38 tahun ini. Perempuan kelahiran Jahab, Kutai Kartanegara ini mengaku punya niat berusaha mandiri supaya tidak memungut sampah. Namun apa daya, Sari tak punya modal. Jangankan untuk modal usaha, untuk makan saja sulit. "Memang rencana mau usaha laundry atau jual ayam potong karena dulu saya usaha itu. Tapi sekarang sudah tidak punya apa-apa lagi," katanya. Sari juga kerap dipusingkan dengan biaya pendidikan anaknya. Belum lagi kalau sakit atau dalam keadaan darurat. Sehingga dia berencana untuk mencari pinjaman dana untuk memulai usaha. "Saya hanya ingin anak-anak saya lebih baik. Jangan sampai mereka seperti saya lagi," pungkasnya. (luk/dah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: