Warga Adat Kukar Menolak Penggantian Warna Jembatan
KUTAI KARTANEGARA, nomorsatukaltim.com - Rencana pemerintah daerah mengganti warna Jembatan Kartanegara mendapat perlawanan masyarakat adat Kukar. Ribuan orang menggelar aksi damai, menuntut pembatalan perubahan warna jembatan dari kuning menjadi merah. Mencegah politisasi warna. Ribuan orang yang tergabung dalam Perkumpulan Adat Remaong Kutai Berjaya (RKB), melakukan aksi damai di sejumlah lokasi Tenggarong. Denggan mengenakan pakaian adat, lengkap dengan ikat kepala dan pita lengan berwarna kuning, mereka memulai aksi dari Terminal Timbau. Massa menggelar secara terpisah. Ratusan orang menuju Jembatan Kartanegara, sebagian lainnya menuju Kantor Dinas Pekerjaan Umum (DPU), Sekretariat Pemerintah Kabupaten, hingga kantor DPRD setempat. Mereka menuntut pembatalan penggantian warna Jembatan Kartanegara, yang menjadi salah satu ikon daerah itu. Dalam aksinya di atas Jembatan Kartanegara, mereka membentangkan ratusan meter kain berwarna kuning di pembatas jembatan. Aksi damai yang menuntut dikembalikannya warna kuning pada Jembatan Kartanegara dan beberapa ornamen lainnya. Yang mana saat ini mulai berubah warna menjadi merah. Ketum DPP RKB, Hebby Nurlan Arafat, mengatakan, warna kuning bagi masyarakat adat Kutai merupakan warna sakral. "Kami meminta pengerjaan pemeliharaan ini dihentikan dulu. Makanya kami bentangkan kain kuning, nanti kalau ada kesepakatannya, baru kami sendiri yang melepas," terang Hebby. Hebby pun menegaskan, bakal menurunkan massa dalam jumlah lebih besar, jika tidak tuntutan mereka tak dipenuhi. “Kami akan lockdown Tenggarong,” ancamnya. Ia meminta persoalan warna tidak dipolitisasi. Apalagi dikaitkan dengan dukungan partai tertentu. Hebby menegaskan bahwa warna kuning merupakan warna sakral, yang identik dengan adat serta sejarah Kutai. Terkait pernyataan DPU Kukar yang sudah melakukan sosialisasi. Hebby pun membantah. Mengatakan jika masyarakat adat tidak pernah dilibatkan, dalam hal ini perubahan warna Jembatan Kartanegara. "Yang jelas di sini akan kami tetap pertahankan (warna kuning)," tutup Hebby. Sementara itu, Kabid Bina Marga DPU Kukar, Restu Irawan akan melakukan evaluasikan. “Meski pada dasarnya Jembatan Kartanegara merupkan aset Pemkab Kukar dan milik publik, kami akan memperhatikan masukan dari masyarakat adat,” kata Restu Irawan dalam pertemuan dengan perwakilan masyarakat. Ia juga meminta warga adat mempertimbangkan kepentingan masyarakat umum. “Ini murni rangkaian pemeliharaan dan perawatan berkala Jembatan Kartanegara. Pergantian warna lebih ke masalah keselamatan," kata Restu. Selain itu, Restu memastikan jika pengambilan warna merah murni sebagai upaya bagian dari penanda pelayaran. Memastikan nakhoda kapal yang melintasi bawah Jembatan Kartanegara. Agar nahkoda bisa melihat dari jauh keberadaan Jembatan Kartanegara yang akan dilewati. Terpisah, Asisten I Setkab Kukar, Akhmad Taufik Hidayat, yang menemui peserta aksi damai menjelaskan, jika Pemkab Kukar memfasilitasi semua pihak yang menyampaikan aspirasi. Tak terkecuali Perkumpulan Adat RKB. Ia pun setuju dan sepakat, jika masalah adat perlu dijunjung tinggi. Bagaimana adat istiadat dan budaya dijunjung tinggi di Kukar. "Jadi kita coba untuk mencari solusi dari Kesultanan dan dari Remaong, serta dari pemerintah daerah," ungkap Taufik. Taufik pun menyakini, jika terkait pergantian warna Jembatan Kartanegara ini dimungkinkan sesuai kajian teknis. Terkait keamanan jembatan, asalkan perubahan ini sudah disosialisasikan kepada masyarakat. "Hasil aspirasi ini akan kami segera laporkan kepada Bupati Kukar," pungkasnya. Penggantian warna Jembatan Kartanegara dari Kuning menjadi Merah, terjadi setelah Bupati Edi Damansyah dilantik sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan, Kukar. Selama puluhan tahun, daerah itu dipimpin kader Golkar yang identik dengan warna kuning.
LIHAT AKAR BUDAYA
Salah satu kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Aji Raden Sofyan Effendi, ikut bersuara atas rencana mengubah warna Jembatan Kartanegara. Dosen Universitas Mulawarman itu mengakui jika Jembatan Kartanegara merupakan milik publik yang berada wilayah publik. “Itu memang milik masyarakat. Sehingga setidaknya sebelum mengambil kebijakan, pemkab bisa mempelajari akar budaya dan adat istiadat setempat,” ujar pakar ekonomi ini. Menurut Aji Sofyan Effendi, Kukar tidak bisa dipisahkan dengan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. "Akar budaya itu masih erat hingga sekarang, jadi panutan dan adat istiadat Kukar," ungkapnya. Terlebih menurutnya, jika warna kuning memang sangat sakral dan erat hubungannya dengan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Dan sangat dominan. Seperti yang terlihat di ornamen-ornamen sebagian besar kuning, baju pernikahan warna kuning, pergelaran Erau dominan kuning, Patung Lembuswana berwarna kuning. "(Warna kuning) itu adalah hukum yang tidak tertulis yang harus dipegang oleh rakyat, Pemkab Kukar. Setidaknya sowan lah ke Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura," lanjutnya lagi. Ditambahkannya lagi, terkait warna tidaklah masalah yang sepele. Karena menyangkut marwah Kesultanan. Sehingga ia menekankan, agar wilayah publik, salah satunya Jembatan Kartanegara jangan sampai dikuasai semaunya. Oleh sekelompok orang. Terlebih warna kuning menjadi salah satu dari tiga warna yang diakui untuk pewarnaan jembatan. Selain merah dan jingga. "Malah lebih memperkecil anggaran yang digunakan untuk perawatan," tegasnya lagi. "Sebelum pergantian, itu ada etika adat istiadat, karena Kukar bukan ruang hampa. Mestinya sowan dulu lah, jangan gegabah juga mengganti (warna jembatan) itu," pungkasnya. (*)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: