Syukri Wahid Dipecat dengan Bukti ‘Cacat’
Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi memecat Syukri Wahid dan Amin Hidayat. Pendongkelan keduanya diputuskan dalam sidang Majelis Penegakan Disiplin Partai (MPDP), dua pekan lalu. Dua kader senior itu menyiapkan gugatan ke pengadilan. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PKS Balikpapan resmi memecat dua kadernya, Syukri Wahid dan Amin Hidayat dalam sidang Majelis Penegakan Disiplin Partai (MPDP) yang terkesan sembunyi-sembunyi, dua pekan lalu. Atas putusan itu, Syukri dan Amin menyiapkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN). Anggota legislatif itu menuding sejumlah kader PKS bermanuver melakukan perbuatan melawan hukum. "Kalau hasil sidang MPDP (Majelis Penegakan Disiplin Partai) ini dijadikan satu-satunya alasan untuk mem-PAW (Pergantian Antar Waktu) kami, hati-hati. Ini tidak prosedural," ujar Syukri Wahid, Selasa (23/11). Syukri yang berlatar belakang dokter gigi menyebut, baik dirinya dan Amin Hidayat menolak hasil putusan sidang MPDP yang tertuang dalam surat pemberitahuan MPDP nomor nomor 02/PTS/OE/KPD-DED/KI.BPP/PKS/XI/2021. Surat itu dilayangkan, Minggu (14/11). Mereka akan melayangkan keberatan di Dewan Syariah Wilayah (DWS) PKS Kaltim. Tidak hanya itu, Syukri dan Amin juga membuka kemungkinan menggugat ke pengadilan jika partai terus melakukan langkah tidak procedural. Bukan hanya itu, kader senior itu juga bakal mengajukan gugatan pidana kepada oknum yang mereka sebut memberikan tuduhan dan keterangan palsu dalam sidang MPDP. Syukri didampingi Amin Hidayat menerangkan bahwa sidang MPDP bukanlah sidang Mahkamah Partai, sehingga keputusannya belum bersifat final dan mengikat. Perselisihan internal partai sesuai amanat UU nomor 2/2011, khususnya pasal 32 menyebut; dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik. Adapun mahkamah partai sesuai Anggaran Dasar (AD) PKS 2020, tepatnya pada paragraf 3, pasal 20 ayat 1 dijelaskan, Mahkamah Partai adalah lembaga partai di tingkat pusat. Pada pasal 21 ayat 1 disebutkan Mahkamah Partai adalah pelaksana dan wewenang kemahkamahan partai. Sementara kedudukan Sidang MPDP diatur berdasarkan panduan partai nomor 2/2021 tentang kode etik PKS. Pada bab 1 tentang ketentuan umum, pasal 1 ayat 15 menerangkan, kedudukan sidang MPDP adalah proses penyampaian laporan hasil investigasi, pemeriksaan alat bukti, dan penyampaian keterangan dari pengadu, teradu, saksi, ahli atau pihak lain, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan pertimbangan MPDP dan dilaksanakan dalam ruang sidang MPDP atau ruang yang ditentukan oleh MPDP. Menurutnya aturan pedoman tata cara beracara menjadi salah satu hal krusial. Di mana sidang MPDP tersebut bukanlah wewenang Mahkamah Partai yang berkedudukan di Jakarta. Syukri mengaku selama ini tidak diberikan pedoman tata cara beracara. "Tetapi kalau melihat sidang yang kami jalani selama ini, sekali lagi melanggar prinsip-prinsip keadilan yang sudah kami ajukan dalam eksepsi," katanya. Ia mencontohkan dalam Panduan Partai nomor 2/2021 tentang kode etik PKS, dirinya sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk membela diri atau menghadirkan saksi. "Saya bisa membuktikan bahwa tuduhan-tuduhan itu palsu, dengan fakta. Tapi karena disampaikan tidak boleh (mengajukan saksi atau ahli), berarti majelis sendiri sudah melanggar panduan partai," urainya. Syukri menegaskan bahwa tampak jelas persidangan di MPDP sudah melanggar prosedur beracara. Melanggar kode etik partai dan melanggar prinsip-prinsip hukum, keadilan dan hak asasi manusia. Kemudian Syukri dan Amin juga sepakat menolak amar putusan sidang MPDP terkait dugaan pelanggaran disiplin organisasi dan kode etik PKS, dalam kategori berat. Adapun tuduhan yang dilayangkan PKS terkait pelanggaran pasal 11 huruf (c) AD PKS mengenai anggota partai yang diberhentikan keanggotaannya, karena menjadi anggota partai politik lain. "Tuduhan ini jelas sebuah fitnah dan bisa menjadi delik pidana karena masuk dalam kategori pasal tuduhan palsu," katanya. Sampai detik ini, kata dia, tidak ada satupun bukti bahwa Syukri dan Amin menjadi anggota di partai lain. "Seseorang hanya bisa dikatakan menjadi anggota suatu partai politik adalah dengan bukti dia terdaftar melalui kartu tanda anggota partai," terangnya. Sementara dalam sidang MPDP hari Ahad, tanggal 10 Oktober 2021. Syukri mengaku diperlihatkan sebuah alat bukti berupa foto akun pribadinya dalam sebuah acara melalui zoom meeting tanggal 19 April 2020, di mana Komisi Disiplin (Komdis) PKS menyatakan itu adalah acara Munas Gelora Online. Kemudian dalam tuduhannya diubah menjadi Rakornas Gelora Online atas dasar status postingan salah seorang di media sosial facebook, yang menyatakan ada kegiatan Rakornas di pada tanggal tersebut. "Padahal baik di situs resmi partai Gelora dan atau browsing berita di Google, tak ada satupun kegiatan Gelora skala Nasional di tanggal tersebut seperti yang dituduhkan," sanggahnya. "Bagaimana mungkin sebuah sidang peradilan bisa menjadikan barang bukti palsu untuk menjatuhkan sebuah sanksi yang begitu berat kepada seseorang," tandasnya. Syukri juga menepis anggapan bahwa diribya dan Amin Hidayat menunjukkan perbuatan yang bertentangan dari amanahnya sebagai anggota PKS, khususnya sebagai pejabat publik yaitu anggota DPRD fraksi PKS. Hal itu terkait pelanggaran pasal 4 ayat (4) Anggaran Rumah Tangga (ART) PKS. Yakni setiap anggota wajib menjalankan tugas yang diamanahkan oleh partai. "Sejak dilantik tanggal 25 Agustus tahun 2019 berbagai amanah saya laksanakan semaksimal mungkin jalankan fungsi pengawasan, legislasi dan anggaran," katanya. Adapun beberapa amanah yang telah dilaksanakannya sebagai pejabat publik antara lain, menjadi anggota Komisi 2 DPRD, Bidang Ekonomi Keuangan. Syukri juga didapuk sebagai anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD. Ketua Pansus Pengawasan program anggaran COVID-19 pada 2020, Ketua Pansus LPKJ Wali Kota tahun anggaran 2019, pada 2020, Wakil Ketua Pansus Perumda Manuntung Sukses pada 2021, anggota Pansus Tata Tertib DPRD Kota Balikpapan pada 2019. Selama ini, Syukri juga mengaku rutin menunaikan Infaq Wajib Anggota Dewan atau IWAD, sejak dilantik sampai Oktober 2021. Jumlahnya yang sudah disetornya sebesar Rp 235 juta. Selain itu Syukri juga mengaku berkontribusi membeli mobil operasional DPD PKS Balikpapan senilai Rp 10 juta. Juga menyelesaikan perintah partai mengganti suara atas calon anggota legislatif yang tidak terpilih sebesar Rp 30 juta. "Perlu diketahui bahwa IWAD yang ditetapkan sebesar Rp 9 juta perbulan itu, ditetapkan setelah kami terpilih. Saya bisa membayangkan jika itu disampaikan sebelum terpilih, di mana setiap Caleg disampaikan besarannya, tentu saya berkeyakinan akan memberikan efek kontraproduktif dan mungkin ada yang akan urung untuk maju sebagai Caleg di PKS. Sebagai data bahwa potongan tersebut sebesar 24 persen dari Take Home Pay gaji yang kami terima," urainya. "Jika dalam hal saya dianggap melawan perintah partai terkait kedudukan Fraksi PKS pada tahun 2019, sudah saya sampaikan alasan tersebut dalam keberatan atau eksepsi secara tertulis yang dibacakan pada sidang tanggal 7 November 2021," tandasnya. Anggota Komisi III DPRD Balikpapan Amin Hidayat juga menyampaikan hal serupa. "Setelah saya baca keputusannya, jadi kami diberhentikan dan dicabut keanggotaan dari PKS," ungkapnya. Adapun alasan-alasannya hampir sama seperti tuduhan yang disangkakan kepada rekannya, Syukri Wahid. Salah satunya seperti dobel keanggotaan partai, di mana Amin menilai tidak ada bukti yang kuat bahkan condong mengarah kepada tuduhan palsu semata. "Bukti yang dibuat-buat. Salah satu contoh buktinya itu foto saat majelis taklim di rumah Wagub di Samarinda pada 2019. Kemudian ada foto saya bersama Bang FH (Fahri Hamzah). Itu foto 2018. Jadi masih jauh dari (keberadaan) Partai Gelora," ungkapnya. Menurutnya bukti yang ada sama sekali tidak relevan dan hanya berupa asumsi saja. Kemudian Amin juga menjelaskan sekali lagi soal tuduhan yang paling krusial. Amin sangat keberatan dengan tuduhan lainnya yakni disangkakan mengadakan suatu acara dengan Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas'ud tanpa seizin partai. "Bukti yang dilampirkan adalah foto tahun 2016. Dia (pelapor) mencatut dari medsos saya. Padahal itu foto saya dulu waktu masih Ketua Jaringan pengusaha Muslim Indonesia (JPMI) Kaltim," ungkapnya. Amin bilang, foto itu diambil waktu Ia mengunjungi Rahmad Mas'ud ketika yang bersangkutan masih menjabat Wakil Wali Kota Balikpapan periode 2016-2021. Saat itu Amin meminta kesediaan RM untuk menjadi salah satu key note speaker dalam acara JPMI Kaltim yang akan diadakan di Hotel Pasific Balikpapan. "Kalau Pak Wali nanti juga keberatan kenapa disangkut pautkan dengan saya, lah itu oknumnya yang bertanggung jawab," katanya. Ia menyebut sudah melayangkan keberatan kepada oknum yang dimaksud. Ia mewanti-wanti bahwa bukti tersebut palsu dan terancam pidana bila kasus ini dilanjutkan ke Pengadilan Negeri. Amin sendiri saat ini, selain menjadi anggota Komisi III DPRD Balikpapan, juga menjabat sebagai wakil ketua Fraksi PKS di Sekretariat DPRD Balikpapan. Ia juga tercatat sebagai anggota Banggar DPRD Balikpapan, anggota Pansus Perumda Manuntung Sukses serta terlibat sebagai anggota Pansus DLHK BPK 2021 DPRD Balikpapan. "Jadi alasan saya tidak optimal menjalankan amanah partai, buktinya saya terlibat di semua kegiatan kedewanan yang ada di DPRD Balikpapan," terangnya. Hal lain yang terkait dengan koordinasi kepartaian, katanya, juga selalu dilaksanakan dengan baik. Ia mencontohkan terkait reses, selalu sesuai instruksi DPP PKS untuk selalu berkoordinasi dengan DPC PKS setempat. Dalam hal ini dengan DPC PKS Balikpapan Utara. Amin mengaku selalu menyampaikan waktu reses dan lokasinya. "Terkait advokasi hasil reses itu, melekat di dalamnya, saya selaku anggota dewan di lapangan selalu mencantumkan atau membawa nama fraksi PKS," tukasnya. Selain itu terkait IWAD, Amin juga mengaku selalu menunaikan kewajibannya meskipun nilainya sangat fantastis. "Artinya paling tinggi jika dibandingkan dengan anggota dari partai lain, iuran bulannya," katanya. Menurutnya secara keseluruhan, tuduhan yang dilontarkan kepadanya seperti sesuatu yang hanya dibuat-buat saja. Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PKS Balikpapan Sonhaji membenarkan keputusan dari MPDP sudah keluar dan memutuskan bahwa kedua legislator Daerah Pemilihan (Dapil) Balikpapan Utara itu, memang dijatuhkan sanksi pelanggaran di internal partai. Namun demikian, Sonhaji mengaku belum mengetahui secara pasti bentuk sanksi yang diterima kedua kader PKS tersebut. Apakah keduanya dipecat secara tidak hormat atau ada sanksi administratif lainnya. "Ini yang detailnya saya belum terima salinannya," ujarnya, dihubungi terpisah. Sementara itu Ketua Komisi Penegakan Disiplin Dewan Etik PKS Bambang Setiyo Anggrayanto belum memberikan keterabgan lebih lanjut terkait keputusan sidang MPDP. *RYN/YOS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: