Joseph Aditya: Angkat UMKM Naik Kasta

Joseph Aditya: Angkat UMKM Naik Kasta

Meski baru seumur jagung, sejumlah startup teknologi di Indonesia punya valuasi triliunan rupiah. Ciri khas perusahaan ini didirikan oleh talenta muda. Salah satunya, Joseph Aditya.

Nomorsatukaltim.com - Nama kelahiran Semarang, Jawa Tengah itu mungkin belum setenar founder Gojek, Nadiem Makarim, atau William Tanuwidjaja yang mendirikan Tokopedia. Tapi kiprah kelahiran 25 Agustus 1984 itu tak kalah hebatnya. Di usia muda, Joseph Aditya mampu menggerakkan pelaku UMKM di berbagai daerah melalui platform lokapasar besutannya, Ralali.com. Ia menggandeng Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), memberikan permodalan bagi UMKM, serta menghubungkan pembeli, langsung dengan produsen. Ia menyiapkan fasilitas pendukung para pelaku UMKM melalui aplikasi TokoPOS. Sebuah aplikasi point of sale yang dikembangkan berdasarkan teknologi rantai pasok (blockchain) yang canggih. Dengan aplikasi ini, UMKM bisa mengatur semua aktivitas transaksi, promo, diskon, pilihan pembayaran, dan pencatatan inventori. Ia juga melengkapinya dengan jejaring pemasaran melalui Konekto. Aplikasi ini memudahkan pelaku usaha membangun reputasi dan mengembangkan jaringan. Aplikasi ini juga dibuat untuk mengembangkan infrastruktur dan konektivitas bisnis. Pelaku usaha akan mendapatkan akses lebih mudah terhadap e-commerce, pembayaran, serta infrastruktur gudang dan logistik. Lulusan Manajemen Bisnis dan Pemasaran ini memilih bidang teknologi karena mampu menstimulasi pereknomian, termasuk UMKM. Bukan hanya soal memasarkan produk mereka ke market yang lebih luas. Tetapi bagaimana teknologi mendorong pemerataan kesejahteraan. Sampai di pelosok Kalimantan. Kota Sangatta di Kabupaten Kutai Timur menjadi salah satu contoh, bagaimana teknologi bisa mendorong perkembangan bisnis daerah itu. Dalam perbincangan dengan Disway Kaltim baru-baru ini, Joseph Aditya mengakui bahwa masa depan ekonomi Indonesia, ialah pemanfaatan teknologi informasi. “Kutai Timur menjadi salah satu daerah di luar Jawa yang menjadi mitra terbesar kami,” ungkapnya. Memang secara angka, kontribusi Kalimantan masih lebih rendah dibandingkan Sumatera dan Jawa. Namun ke depan, akan semakin dinamis. Adit mengatakan, platformnya menghubungkan petani, nelayan dan peternak mencapai penjualan lebih baik.

Omzet Rp 10 T

Founder dan CEO Ralali.com itu tak mengawali bisnisnya dengan mudah. Pria yang menempuh pendidikan di Australia dan sempat bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta itu mengawali Ralali sejak 2013. Ia melihat adanya peluang dari pergeseran pasar konvensional mengarah kepada pasar online. "Dari 2010 sampai 2011 mulai banyak tuh online-online masuk ke Indonesia. Kebanyakan Busines Consumer. Waktu itu saya masih bekerja di bidang yang sama, memang B to C," ungkap Joseph dilansir Harian Disway Kaltim, Sabtu, 28 Agustus 2021. Menariknya, saat kuliah Aditya berangkat dari jurusan manajemen dan bisnis internasional, namun mendulang kesuksesan di sektor teknologi. "Memang enggak ada hubungannya sih. Tapi kita melihat waktu itu arahnya mulai ke online semua," katanya. Sejak masih bekerja, ia mengamati pergeseran habit para calon customer yang lebih dulu mencari informasi terkait produk-produk yang ditawarkan melalui internet. Hasil pencarian informasi itu sangat berpengaruh terhadap pilihan customer. "Jadi kalau misalkan ada orang yang mau beli handphone, itu orang mulai mengecek online," katanya. Aditya yang lahir dan besar di Semarang, saat itu memprediksi bahwa generasi milenial Indonesia pasti memaksimalkan teknologi dan internet di masa depan. Generasi milenial dianggap bakal meninggalkan cara berbisnis konvensional, misalnya lebih mudah melakukan pencarian informasi suatu produk yang memang dia sukai melalui jagat maya ketimbang mendengar presentasi produk dari sales-sales yang blusukan ke pasar-pasar atau ke pemukiman. Generasi milenial juga dipastikan sudah tidak berbisnis dengan cara lama seperti itu. Sehingga hal itu semakin memperkuat keputusannya untuk terjun ke dunia bisnis marketplace. "Dan saat itu belum ada pemain B to B platform. Jadi kita berpikir, kenapa tidak create suatu platform di mana orang-orang bisnis bisa bertemu, bisa berbisnis di dalamnya, ada opportunity," ungkapnya. Pada medio 2010, ia mengaku belum terpikirkan bahwa nantinya Ralali muncul sebagai suatu platform yang benar-benar mampu mengakomodir kebutuhan para pebisnis milenial, hingga akhirnya secara perlahan namun pasti, Ralali.com menjelma menjadi salah satu marketplace terbesar di Indonesia. "Dulu belum tahu istilahnya platform, pokoknya yang lagi tren online. Kita bentuk Ralali.com enggak tahunya kita menjadi pionir," tukasnya. Aditya menjawab, banyak orang yang awalnya mengira arti Ralali dari istilah asing. Namun ternyata Joseph mengambil nama itu dari dua suku kata bahasa Jawa, yakni Ora Lali atau istilahnya tidak lupa. Dengan harapan orang-orang yang sudah menemukan Ralali.com di jagat internet tetap mengingat brand tersebut. "Kita hilangkan O-nya jadi Ralali. Jadi (penyebutannya) cuma tiga lafal. Namanya memang susah karena saya asli dari Semarang. Jawa (banget) lah," ungkapnya. Dalam upaya membangun Ralali.com Aditya mengaku tidak sendiri namun bergerak bersama kawan-kawannya. Keluarganya juga memberi support. Aditya menyebut modal awal pembangunan bisnis online itu memerlukan dana sekitar Rp 2 miliar, yang terkumpul dari proses urunan kantong pribadi bersama rekan-rekannya. "Bisnis kita inikan startup. Awal-awal saya juga enggak tahu istilahnya. Tapi setahun kemudian baru investor mulai masuk. Akhirnya kita sama seperti startup yang lain," katanya. Ide awal Ralali.com yakni membantu mengembangkan bisnis dengan pendekatan digital. Berkaca dari marketplace yang sama berkembang di China, bahwa banyak pebisnis yang sangat terbantu dengan kehadiran alibaba.com. "Mimpinya tadi begitu. Bagaimana pelaku usaha di Indonesia bisa berinteraksi dan suatu hari kalau internasional ke Indonesia juga bisa melihat portal itu," ungkapnya. Hingga saat ini, Aditya menilai pencapaiannya masih belum seberapa. Artinya Ralali juga masih harus terus berkembang menyesuaikan zaman dengan terus berinovasi menciptakan produk supaya para user bisa terus bertumbuh. "Kalau omzetnya, kita bisa sampai Rp 10 triliun pertahun," katanya. Meski demikian, laba bersihnya berkisar di angka 2 sampai 3 persen. "Karena kita plarform, kita ngutipnya kecil. Sekarang kita ada 20 ribuan suplier, tapi usernya, pelaku usahanya ada 1,5 juta pelaku usaha di dalamnya," tukasnya. End user ralali.com merupakan korporat dan pelaku usaha kecil. Meski sekarang sudah banyak marketplace yang mulai bertumbuh, namun Ralali.com sebagai pionir platform digital marketplace, mendapat keuntungan dari ekosistem yang sudah terbangun sejak lama. Seiring perkembangan, ralali.com tidak hanya memudahkan akses pasar dan menjadi titik temu antara pebisnis dan customernya, namun juga membantu permodalan dengan mempertemukan pelaku usaha dengan multifinance, perbankan dan fintech. Hal menarik dari ralali.com yakni fleksibilitas pekerjaan yang memungkinkan karyawannya bisa bekerja dari mana saja. Jauh sebelum kebijakan pembatasan, ralali.com sudah menerapkan metode Work From Home (WFH). "Sejak PPKM jadi lebih mudah lagi. Tapi secara overall, ekonomi kan turun tapi dari kacamata percepatan teknologi, ya semakin cepat. Karena masyarakat mulai melek kan, untuk sektor ekonominya tadi," terangnya. Bicara terkait pandemi, Joseph Aditya mengakui semua sektor pasti terdampak. Dengan pandemi gelombang kedua, kebijakan pembatasan menjadi sedikit banyak berpengaruh bagi para end user ralali.com. "Suppliernya susah, pembelinya, pelaku usaha UMKM juga (menurun). Omzet di awal-awal turun tapi sekarang mulai stabil. Kami juga sudah mengambil inisiatif, kami sudah membayangkan pandemi ini akan panjang," urainya. Adapun beberapa inovasi yang dikembangkan saat ini, kata dia, dari segi bisnis stream revenue membangun klinik-klinik bekerjasama dengan korporat, terkait penanganan pandemi.  "Kami juga membuat klinik-klinik juga, karena korporat, setiap perusahaan harus prokes. Kami juga membantu pemerintah dengan menyediakan (pelayanan) isoman. Kalau ada korporat yang karyawannya yang kena, yuk kita bisa bantu swab dari antigen ke test PCR sampai isoman kita bantu. Semua bisa di-booking secara online," imbuh Joseph Aditya.

Pebisnis Harus Bantu Pemerintah

Aditya merasa, impact dari pandemi akan terasa sampai dua atau tiga tahun ke depan. Sektor seperti pariwisata misalnya, bakal membutuhkan proses pemulihan dan penyesuaian yang lebih nyata. Misalnya terkait dengan safety bihavior. Sementara Aditya sendiri menilai kemampuan bisnisnya yang selama ini ditopang dari para investor bakal bisa bertahan. Kalaupun tidak ada investor, maka ralali.com akan terus mengembangkan inovasi untuk bisa terus eksis. Namun bila dibandingkan dengan sektor usaha lain yang heavy asset, maka sektor usaha di industri teknologi dianggap bisa lebih cepat beradaptasi. "Mau engak mau harus berubah bisnisnya. Karena kami platform jadi bisa pindah (fleksibel) ke arah yang lebih menguntungkan," tukasnya. Beberapa platform lain seperti Bukalapak, Shopee dan lainnya, kini lebih memilih melantai di bursa untuk dapat terus berkembang. "Sekarang ekspektasinya antara exit, akuisisi atau IPO," kata Joseph Aditya menambahkan. Ia sendiri mengaku, kebijakan pembatasan itu membuat para pengusaha galau. Namun demikian, para pebisnis melihat, perlu melakukan upaya membantu pemerintah agar pandemi bisa segera teratasi. "Tadinya banyak yang melihat ini soal perut yang lapar, ini mau digoreng, disalahin pemerintah nih. Jadi pengusaha mulai, ayo kita bantu jangan sampai rakyat terprovokasi, takutnya ditunggangi," terangnya. Aditya menyebut kalangan pengusaha menyadari ada ancaman ketidakstabilan, jika pemerintah tidak dibantu oleh semua pihak. "Jajaran pemerintah, pengusaha sampai level netizen harus suportif," tukasnya. Ia berharap masyarakat jangan sampai terprovokasi atau bahkan ikut memprovokasi sehingga eskalasi politik ikut-ikutan meningkat di masa-masa sulit pandemi. "Yang pasti harapannya negara bisa melewati pandemi ini, saling bekerjasama. Karena potensi ekonomi Indonesia ini besar banget. Saya kalau ke luar negeri itu yang dibahas ekonomi Indonesia besar sekali," imbuhnya. *RYN

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: