Korban Rudapaksa Ayah Tiri di PPU Trauma

Korban Rudapaksa Ayah Tiri di PPU Trauma

PPU, nomorsatukaltim.com - Anak korban rudapaksa ayah tiri di Penajam Paser Utara (PPU) mengalami trauma. Remaja 15 tahun yang hamil dua bulan itu kini ditangani Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB).

Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) DP3AP2KB PPU, Nurkaidah menjelaskan saat ini pihaknya tengah melakukan pendampingan hingga proses hukum selesai. Setelah pelaku, ayahnya, AM (46) diringkus jajaran Satreskrim Polres PPU atas laporan dari sang istri. Dalam pendampingan, petugas dinas juga melakukan pemeriksaan medis. Adapun hasilnya kejadian itu berdampak pada munculnya trauma. Karena pelaku sempat melontarkan ancaman. "Kini korban alami trauma karena pernah diancam kalau kejadian ini diketahui ibunya. Dikatakan orang tuanya bisa sakit parah karena menderita sakit jantung," jelas dia. Selain trauma, tambah dia, saat ini kondisi korban terlihat lemah. Pasalnya korban juga didiagnosis mengalami sakit perut akibat usus buntu. Saat ini korban masih tetap membutuhkan penanganan medis. Selama sepekan ini, korban masih menjalani perawatan di RSUD PPU. "Hasil pantauan kami terhadap korban, kondisi fisiknya lemah, karena selain trauma juga alami sakit perut dan usus buntu," ungkap dia. Untuk urusan trauma psikis, mereka akan bekerja sama dengan lembaga terkait untuk dapat melakukan trauma healing. Pasalnya, di PPU belum ada UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Munculnya kasus ini menambah panjang daftar kekerasan dengan korban perempuan dan anak di PPU hingga Juni 2021. Setidaknya sampai kini sudah ada delapan kasus kekerasan anak dan dua kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). "Kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan pelakunya ayah tirinya sendiri ini, jelas menghebohkan PPU dan di tahun 2021 baru pertama kali terjadi," sebut Nurkaidah. Sementara, selama tahun 2020 lalu terjadi 26 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di PPU, meliputi kasus kekerasan seksual, fisik, psikis, dan penelantaran anak. Upaya pendampingan terus dilakukan. Tapi bukan tanpa hambatan. Padahal dinasnya telah berupaya untuk memberikan edukasi. Penyadaran kepada masyarakat luas melalui kegiatan sosialisasi tentang pencegahan terhadap anak berhadapan dengan hukum, dan penanganan atau pendampingan terhadap korban perempuan dan anak. Pembentukan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM). "Kami juga kerap melakukan sosialisasi tentang kesehatan reproduksi remaja, sosialisasi pencegahan usia perkawinan anak. Termasuk kasus anak yang berhadapan dengan hukum agar dapat dilakukan diversi," pungkas dia. (rsy/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: