Mafia Tanah Diduga Terlibat dalam Sengketa Lahan Tol Balsam

Mafia Tanah Diduga Terlibat dalam Sengketa Lahan Tol Balsam

BALIKPAPAN, nomorsatukaltim.com - Praktik mafia tanah diduga terjadi dalam proses ganti rugi lahan untuk proyek Tol Balikpapan – Samarinda (Balsam). Modusnya, pelaku menggandakan surat, sehingga terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan. Hal ini terungkap dalam persidangan gugatan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Balikpapan.

Dalam lanjutan persidangan yang dipimpin Ketua majelis hakim Bambang SW, memasuki agenda sidang lapangan Peninjauan Sengketa (PS), Jumat (4/6/2021), obyek sengketa diklaim beberapa pihak. Kasus sengketa lahan Tol Balsam itu diajukan oleh seorang warga bernama Amiruddin Lindrang.

Dalam keterangan kepada Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com, Selasa (8/6/2021), ia merupakan ahli waris langsung Haji Lindrang. Amiruddin menggugat dua pihak yang mengklaim kepemilikan lahan yang tak jauh dari gerbang Tol Manggar, Balikpapan Timur.

“Pada tahun 2018 sebenarnya permasalahan ini sudah selesai,” kata Amiruddin.

Sejumlah pihak yang bersengketa sempat dipertemukan di Kecamatan Balikpapan Timur, dan telah dilakukan peninjauan lapangan Bersama.

“Mereka juga sudah menyaksikan tanah tersebut adalah milik ahli waris Lindrang karena patok, batas dan kesaksian di lapangan sangat jelas menunjukan kepemilikan tersebut,” katanya.

Amiruddin menduga ganti rugi yang besar untuk pembuatan tol, melatari sengketa itu berlanjut. Dia mengakui jika lahan yang bakal menjadi support area Jalan Tol Balsam itu miliknya. Ia meyakini tanah dengan ukuran lebar 100 meter dan panjang 200 meter itu milik almarhum ayahnya.

“Tahun 1973 ayah saya membeli tanah tersebut dari Atol. Semua bukti kepemilikan tanah ada,” jawabnya.

Ia bahkan dengan gamblang memaparkan batas wilayah tanah miliknya tersebut.

"Sementara kedua tergugat tersebut tak dapat melihatkan bukti kepemilikan yang akurat, berdasarkan batas-batas yang ada di lapangan," ucap Amiruddin.

Dan memang di sebelah barat, lahannya berbatasan dengan lahan yang menjadi alas hak tergugat I. Namun tanah yang dimaksud tidak berada dalam batas yang disengketakan. Begitu pula dengan klaim tergugat II yang mengaku telah membeli lahan di lokasi itu.

Namun ternyata lahan yang dimaksud tergugat II berada di lokasi lain. Bahkan sudah dilepaskan kepada developer perumahan.

"Tapi tergugat II masih mengakui kepemilikan atas tanah milik saya. Padahal sudah diingatkan oleh berbagai pihak kalau lahan itu milik ahli waris Lindrang," tuturnya.

Tim pembebasan lahan yang melibatkan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) sangat berhati-hati. Terutama untuk melakukan proses gantirugi di dalam areal lahan yang bersengketa ini.

Itulah sebabnya pihak tim pembebasan lahan menunggu penetapan dari Pengadilan Negeri Balikpapan siapa sebenarnya pemilik lahan yang sah. Otomatis hal ini juga menghambat proyek dari pengembangan Jalan Tol Balsan tersebut.

Amiruddin sendiri mengetahui lahannya dicaplok orang pada tahun 2018. Waktu itu ada tim pembebasan lahan dari Pemprov Kaltim. Karena perlu tambahan lahan untuk proyek Tol Balsam. Dirinya memang sejak 2008 sudah pindah ke Tenggarong Kutai Kartanegara. Sementara lahannya biasa dipakai warga berkebun dan bersawah.

"Namun karena yang biasa memanfaatkan lahan saya meninggal jadi tidak ada yang menggarap lagi," urainya.

Ia menduga, kedua tergugat ini tergiur dengan biaya pembebasan lahan yang besar. Sehingga berani mengklaim jika lahan tersebut adalah milik kedua tergugat.

"Saya berharap agar pihak Pengadilan Negeri bisa memberikan keputusan yang benar terkait masalah ini," tandasnya.

Pada Maret lalu, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI Surya Tjandra meminta Gugus Tugas Reforma Agraria Provinsi Kaltim dan Kaltara membereskan persoalan lahan di proyek strategis nasional (PSN) itu. Apalagi, pemerintah sudah menitipkan uang gantirugi sebanyak Rp 28 miliar di Pengadilan Negeri Balikpapan.

Sementara di Jakarta, Satuan Tugas Mafia Tanah Polri telah menyelesaikan 37 kasus yang menjadi target penyelesaian program kerja 100 hari Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

Dari 37 kasus, berkas perkara 16 di antaranya telah dinyatakan lengkap (P21) serta telah dilimpahkan tahap II. Adapun untuk jumlah tersangka,  ada 24 orang di kasus mafia tanah yang sudah berada di tahap II. Kasus mafia tanah menjadi atensi khusus kepolisian menyusul banyaknya aduan tumpeng tindih lahan. (SOS/BCT/YOS)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: