Jelang Libur Lebaran, IHSG Berpeluang Tertekan

Jelang Libur Lebaran, IHSG Berpeluang Tertekan

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Pekan ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diproyeksi tertekan. IHSG bergerak dengan support 5,953 sampai 5,883 dan resistance di level 6,033 sampai 6,115. Serta cenderung sell on strength (SOS).

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, bahwa sentimen yang akan memengaruhi pasar saham pada pekan ini didominasi dari Amerika Serikat. Pertama, ekonomi Amerika Serikat mengalami pertumbuhan sebesar 6,4% pada kuartal I 2021. Lebih tinggi dari sebelumnya 4,3% dan konsesus di angka 6.1%. Secara tahunan ekonomi Amerika tumbuh +0.4% yoy, berbanding terbalik dengan kuartal empat tahun lalu yang masih terkontraksi -2.4% yoy. Pertumbuhan ini terjadi setelah AS mengalami kontraksi -3,5% di tengah pandemi COVID-19 pada 2020. Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS dalam pernyataannya menyatakan, peningkatan PDB riil pada kuartal pertama mencerminkan peningkatan pengeluaran konsumsi pribadi, investasi tetap non-residensial, dan pengeluaran pemerintah federal. Kenaikan PDB juga didukung dari peningkatan investasi tetap residensial. Serta pengeluaran pemerintah negara bagian dan lokal yang sebagian diimbangi oleh penurunan investasi dan ekspor persediaan swasta. Impor yang merupakan pengurangan dalam penghitungan PDB juga ikut meningkat. Menurut perkiraan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi AS diperkirakan tumbuh 6,4% pada tahun ini. Proyeksi ini naik 1,3% dari perkiraan Januari 2021. Sentimen kedua, terjadi kenaikan imbal hasil US Treasury 10-tahun menjadi 1,639%. Kenaikan yield ini terjadi setelah AS mengalami pertumbuhan ekonomi kuartal I yang kuat dan perbaikan dalam klaim pengangguran pada minggu terakhir. Produk domestik bruto AS naik 6,4% (yoy) pada kuartal I. Pertumbuhan tercepat kedua sejak kuartal ketiga 2003. Didukung oleh belanja konsumen yang naik 10,7% dibandingkan 2,3% di kuartal keempat. Pertumbuhan berakselerasi pada kuartal pertama, didukung cek stimulus pemerintah dan menjadi kinerja terkuat tahun ini dalam hampir empat dekade. Klaim awal untuk tunjangan pengangguran AS juga turun 13.000 menjadi 553.000 mengindikasikan pemulihan ekonomi. Pemulihan ekonomi dan data pasar tenaga kerja yang baik mungkin memaksa The Fed melakukan pengurangan lebih cepat pada program pembelian asetnya dan mendorong Yield US Tresury kembali naik. Ketiga, Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato pertamanya menandai hari ke-100 pemerintahannya. Biden menyampaikan pidato pertamanya pada sesi gabungan Kongres AS, mendorong agendanya yang mencakup rencana infrastruktur senilai USD 2 triliun serta rencana baru senilai USD 1,8 triliun untuk keluarga, pendidikan, anak-anak, dan pelajar. Presiden Joe Biden menggambarkan skema bantuan sosial USD 1,8 triliun. Paket kredit pajak dan prioritas domestik, di antaranya perawatan anak, cuti keluarga berbayar dan bebas kuliah. Sebagian stimulus ini direncanakan akan didanai oleh kenaikan pajak terhadap orang-orang kaya dalam beberapa dekade. "Biarpun kenaikan pajak berdampak negatif bagi pasar saham. Tetapi pelaku pasar mencermati dukungan moneter dan fiskal yang sedang berjalan dan bagaimana dampaknya pada perekonomian," kata Hans Kwee saat dihubungi Senin (3/5/2021). Hans Kwee mengatakan, IHSG pada pekan ini juga akan dipengaruhi pasar saham Amerika Serikat masih terbantu karena sebagian besar emiten di Wall Street membukukan kinerja yang lebih dari perkiraan. Rilis kinerja laba emiten menjadi pusat perhatian pekan lalu. Itu karena ada 40 persen emiten dengan kapitalisasi besar dalam Indeks S&P 500 merilis kinerjanya. Dari 265 perusahaan indeks S&P 500 yang telah melaporkan kinerjanya, ada 87% perusahaan melampaui perkiraan laba analis. RaksaIBES Refinitiv memprediksi terjadi kenaikan pertumbuhan laba sebesar 45%. "Laba kuartal pertama kami diperkirakan akan naik 31,9% dari tahun lalu dan merupakan salah satu level tertinggi sejak kuartal keempat. Laporan keuangan masih menjadi salah satu katalis positif pasar saham pekan ini," terangnya. Selain itu, pada kesimpulan pertemuan kebijakan The Fed. Chairman Jerome Powell mengakui terjadi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Tetapi mengatakan belum ada cukup bukti "kemajuan substansial lebih lanjut" menuju pemulihan untuk melakukan perubahan pada kebijakan moneter longgar yang saat ini diterapkan. Chairman The Fed Jerome Powell meredam spekulasi tentang pengurangan awal program pembelian obligasi bank sentral Amerika. Dan mengatakan lapangan kerja masih jauh dari target. Kebijakan ini sangat dovish mengingat terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan di kuartal pertama dan naiknya angka inflasi. Departemen Perdagangan mencatat inflasi telah naik menjadi 3,5% pada periode Januari-Maret. Lebih tinggi dari kenaikan kuartal sebelumnya sebesar naik 1,5%. Indeks harga untuk pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) naik 2,3%, melampaui target 2% dari The Federal Reserve. Selanjutnya, Bank Pembangunan Asia (ADB) memperingatkan adanya "kesenjangan besar" antara permintaan dan pasokan vaksin COVID-19 yang dapat mengancam rebound ekonomi kawasan Asia. Di tengah ancaman tersebut ADB meningkatkan prospek pertumbuhan ekonomi untuk negara berkembang Asia tahun 2021 menjadi 7,3%. Lebih baik dari prakiraan Desember tahun lalu sebesar 6,8% setelah ekonomi kawasan mengalami kontraksi 0,2% pada 2020. Pertumbuhan kawasan Asia akan pulih dipimpin oleh "dua raksasa Asia" China dan India. ADB telah memberikan pembiayaan untuk membantu produksi vaksin dengan menyetujui instrumen pembiayaan senilai USD 9 miliar pada Desember 2020. Fasilitas Akses Vaksin Asia Pasifik (APVAX) telah menyetujui pendanaan di empat wilayah yakni Indonesia, Filipina, Afghanistan, dan kepulauan Pasifik Selatan. Sentimen berikutnya dari dalam negeri. Bank Indonesia menyatakan stabilitas sistem keuangan Indonesia terjaga dengan baik di tengah tekanan pandemi COVID-19 sepanjang 2020. Hal ini disampaikan pada Buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) Nomor 36 yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Menurut Hans Kwee, ketahanan sektor keuangan terjadi akibat sinergi pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melaksanakan tanggung jawab bersama di sektor keuangan. Berbagai sinergi kebijakan dengan langkah luar biasa (extraordinary measures) terkait Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), telah dilakukan untuk mengatasi dampak buruk pandemi terhadap perekonomian dan sistem keuangan. "Sentimen negatif banyak datang dari faktor eksternal akibat pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang sangat cepat, kenaikan kembali kasus COVID-19 di beberapa negara," ujarnya. Kemudian nilai tukar USD terhadap mata uang dunia cukup fluktuatif pekan ini dan beberapa pekan ke depan. Sikap dovish The Fed yang mengakui adanya pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat tetapi belum ada bukti substansial menuju pemulihan. Sehingga dapat merubah kebijkan moneter yang longgar membuat USD tertekan. Tetapi di akhir pekan terjadi kenaikan imbal hasil obligasi AS akibat pertumbuhan PDB Kuartal I 2021 AS dirilis lebih baik dari perkiraan. Ditambah klaim pengangguran AS sepekan lalu yang lebih baik dari perkiraan, membuat spekulasi bisa saja The Fed melakukan pengurangan lebih cepat pada program pembelian asetnya. Beberapa faktor ini telah mendorong Yield US Tresury kembali naik dan nilai tukar dolar menguat terhadap mata uang lain termasuk rupiah. Musim dividen di bursa saham Indonesia juga memicu pelemahan nilai tukar rupiah. Karena masih besarnya porsi kepemilikan saham oleh investor asing yang dapat mendorong permintaan dolar. Hans menambahkan, bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat serta klaim pengangguran Amerika Serikat yang baik telah mendorong naiknya yield obligasi pemerintah AS menjadi salah satu katalis negatif bagi pasar keuangan negeri berkembang, termasuk Indonesia. Vaksin COVID-19 yang cepat dan rencana stimulus baru AS semakin mempertegas bahwa negara tersebut akan segera keluar dari krisis pandemi. Dan mendorong penguatan kembalinya dana ke negara Paman Sam tersebut. Rencana kenaikan pajak untuk mendanai stimulus jumbo juga menjadi perhatian pelaku pasar beberapa pekan ke depan. Laba korporasi yang kuat dan sikap dovish The Fed menjadi katalis positif pasar keuangan. "Kami perkirakan IHSG berpeluang tertekan akibat sentimen di atas dan aksi ambil untung pelaku pasar mengamankan posisi menjelang libur Lebaran sepekan yang akan datang," tutupnya. (fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: