Konflik Hadiah Kejuaraan e-Sport; Jangan Cederai Player yang Tertatih
Dandri percaya, antusiasme terhadap e-Sport tak akan bisa surut. Kecepatan inovasi teknologi, serta kemudahan yang diberikan pengembang gim. Membuat penggila permainan elektronik akan terus tumbuh setiap tahunnya.
Bahkan dengan dibayang-bayangi polemik di kejuaraan lokal. Di mana masih ada saja EO yang terlambat membayar hadiah untuk pemenang. Hal itu tak akan membuat gamers jera. Namun begitu, bukan berarti masalah seperti ini harus dibiarkan terjadi terus.
Walau bagi Dandri sendiri, e-Sport adalah hal baru. Karena hampir sebagian besar karier manajerial olahraganya banyak dihabiskan di sepak bola. Namun bukan berarti ia tak paham runutan kerja di cabor lain. Karena terakhir, Dandri menjabat sebagai salah satu wakil ketua KONI Samarinda.
Nah, soal turnamen e-Sport yang menyisakan masalah ini. Dandri punya gagasan. Lantaran e-Sport dinaungi oleh 3 organisasi resmi. Yakni Indonesia ESport Association (IESPA), Asosiasi Olahraga Video Game Indonesia (AVGI), dan ESport Indonesia (ESI). Organisasi terakhir adalah yang memiliki jenjang karier di multi ajang karena bernaung di bawah KONI.
Dengan begitu, untuk mencegah hal-hal yang tidak baik ke depannya. Antara pemain, penyelenggara kejuaraan, hingga organasi keolahragaan harus duduk bersama. Harus berjalan selaras. Saling memudahkan dan mendukung.
Menurut Dandri, andai pemangku organisasi e-Sport mau lebih sering ‘nongkrong’ bareng tim-tim lokal. Masalah seperti itu tidak akan terjadi. Iya, organisasi e-Sport harus hadir. Baik dalam masa pembinaan, ataupun saat kejuaraan berlangsung.
“E-Sport ini setelah menjadi cabang olahraga resmi, harus menjadi satu alat kerja yang mampu menarik minat milenial tentunya. Maksudnya teman-teman pengurus perlu mendampingi dan mengawasi sebuah event yang banyak diselenggarakan oleh event organizer sebagai penyelenggara pertandingan,” katanya, Jumat 16 April 2021 lalu.
“Jangan sampai kemudian penyelenggaraan event itu justru mematahkan semangat milenial untuk bertanding. Terlepas soal isu keterlambatan pembayaran hadiah dan sebagainya. Dan di sinilah saya berharap perlunya campur tangan pengcab atau pengkot e-Sport,” tambahnya.
Pendampingan itu dirasa perlu agar pengurus organisasi e-Sport paham apa yang terjadi di lapangan. Soal berapa besar minat anak muda terhadap olahraga ini. Soal apa saja yang jadi kendala. Soal progres player lokal yang potensial, harus melanjutkan karier ke mana. Dan soal-soal yang lain.
Begitu juga dengan para pemain. Mereka juga seyogyanya punya keterkaitan dengan organisasi e-Sport. Apalagi kalau sudah sampai membuat kejuaraan.
“Jadi apapun jenisnya olahraga yang bersifat permainan perlu diketahui oleh pengkot atau pengcabnya, sehingga ada monitor langsung yang diberikan. Hal ini juga supaya tidak terjadi masalah di kemudian hari. Karena teman-teman e-Sport ini memang sudah mewabah sangat hebat ya.”
“Karena memang kemudahan olahraga ini sangat terjangkau, tidak seperti sepak bola misalnya yang mebutuhkan lapangan dan biaya yang besar. Bermodal gadget dan pulsa sudah bisa ikut tanding kan.”
“Nah, tinggal cara kita mengapresiasi teman-teman milenial ini ya caranya dengan mendampingi langsung khusunya setiap ada kejuaraan yang diselenggarakan.”
Di luar dari polemik di kejuaraan lokal. Dandri berharap betul e-Sport bisa menjadi tulang punggung Kaltim, terutama Samarinda di multi ajang ke depan. Bisa jadi cabor andalan layaknya cabor beladiri.
Walau memang, untuk menuju ke sana butuh keseriusan. Karena yang dewasa ini terjadi, talenta-talenta emas Kaltim lebih memilih jalur solo. Sampai terkadang harus membela tim asal daerah non Kaltim. Karena merasa di daerahnya sendiri tidak terakomodir bakat mereka itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: