Muhammad Riyandi dan Hidayah di Balik Hukuman 12 Tahun
Bincang-Bincang dengan Warga Binaan Lapas Balikpapan
Perubahan itu bisa terjadi pada siapa saja. Baik karena kondisi atau dorongan dari dalam diri. Yang berat adalah pembuktiannya. Tak mudah bagi masyarakat menerima dan percaya. Bahkan tak jarang, niat berubah itu urung kembali hanya karena stigmatisasi.
Oleh: Andrie Aprianto, Balikpapan
Nomorsatukaltim.com - KUMANDANG Azan Magrib terdengar nyaring dari balik tingginya tembok Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Balikpapan. Mengiringi itu, Muhammad Riyandi dan sejumlah warga binaan pemasyarakatan (WBP) melakukan aktivitas buka puasa. Mereka terlihat ceria. Gelak tawa dan canda sesama warga binaan dan sipir Lapas terdengar dari berbagai sudut.
Setelah cukup berbuka, dilanjutkan ibadah Salat Magrib berjamaah. Kemudian diakhiri dengan bacaan doa. Media ini ikut dalam kegiatan buka puasa itu. Setelah salat berjamaah, mencoba untuk berbincang-bincang dengan salah seorang WBP. Namanya Muhammad Riyandi (31). Ia tengah menjalani sisa masa hukumannya selama 12 tahun.
Riyandi terbukti telah bersekongkol dan merencanakan membawa barang haram jenis sabu masuk ke Balikpapan. Sebanyak 7 kilogram. Barang itu dikirim dari Pontianak, Kalimantan Barat. Ia bukan orang Balikpapan atau pun Pontianak. Riyandi kelahiran Surabaya 1990. Ia ditangkap di Balikpapan pada 2017 lalu.
Ia mengaku diupah Rp 25 juta untuk membawa barang haram itu ke Balikpapan. Si pengupah bukan orang yang ia kenal. Kata Riyandi itu kenalan temannya di Jakarta. Proses transaksi dilakukan melalui telepon. Riyandi seolah tak punya pilihan. Apalagi sejak ia merantau ke Pontianak 2015 lalu, ia tidak punya pekerjaan tetap. Sesekali kadang nyopir.
Namun kenakalannya memang terjadi sejak SMA. Riyandi sudah mulai mengonsumsi sabu. Kemudian merantau ke Jakarta. Tambah jadi. Ia pun meniti karier sebagai kurir sabu sebelum hijrah ke Pontianak.
"Bawa sabu dari Pontianak dan ditangkap di Balikpapan," ujar Riyandi mengawali perbincangan.
Memang itu pembuka pembicaraan yang lumrah di Lapas. Sama halnya ketika kita bertemu seseorang di perjalanan. Di sebuah terminal atau bandara. Pertanyaan pembuka umumnya menanyakan tujuan.
Empat tahun sudah ia menjalani masa hukuman. Dua tahun di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Balikpapan dan tahun ini menginjak tahun kedua menjalani masa tahanan di Lapas.
Perawakan yang tenang serta murah senyum menarik media ini untuk ngobrol dengan sosok satu ini. Di teras Masjid Lapas Balikpapan. Obrolan pun tak terasa menghabiskan dua gelas teh hangat. "Baru-baru saja mas saya seperti ini. Dulu mah kata orang, saya ini emosian. Sok jago bilang mereka," jelasnya, menyadari perbuatannya.
Menjalani hukuman membuat jalan hidup Riyandi perlahan berubah. Kini ia lebih banyak menghabiskan sisa hukumannya dengan mendalami agama. Membaca dan menghafal Alquran hingga membantu sesama warga binaan. "Enggak tahu, tiba-tiba saja. Kalau dipikir juga saya enggak bisa jelasin," katanya lantas tertawa.
Sejak dua tahun silam ia mulai menyentuh Iqro—tahapan awal belajar membaca Alquran. Dan kini ia sudah hatam Alquran. Dan selama Ramadan, ia kembali ingin menghatamkan Alquran. Sebanyak dan semampunya.
Riyandi kini tak lepas dari salat lima waktu. Ia selalu semangat jika berdiskusi soal agama dengan sesama WBP. Sesekali ada ustaz yang datang ke Lapas, ia manfaatkan untuk menambah keimanannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: