Warga Takut “Dicovidkan”, Dirut RS RAPB: Tak Asal Menentukan

Warga Takut “Dicovidkan”, Dirut RS RAPB: Tak Asal Menentukan

PPU, nomorsatukaltim.com - Belakang, ramai di Penajam Paser Utara (PPU). Masyarakat enggan untuk datang ke rumah sakit untuk berobat. Alasannya karena takut 'dicovidkan'.

Ujaran itu ramai diungkapkan di media sosial. Pun, hal ini sempat diungkapkan salah satu anggota pansus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) 2020 lalu.

Dalam hal ini, Direktur RSUD Ratu Aji Putri Botung (RAPB) dr Lukasiwan Eddy Saputro menegaskan. Bahwa institusi kesehatan selalu bekerja berdasarkan pedoman kesehatan. Yang sudah disumpah untuk bekerja dengan aturan. "Itu sudah kami jawab di depan pansus. Bahwa kami bekerja berdasarkan pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan," tegasnya, Rabu, (21/4/2021). Untuk menentukan pasien dengan kriteria suspek, porbable, bahkan discarded, sambungnya, semua ada pedomannya. Apa lagi untuk bisa menentukan seorang pasien terkonfirmasi positif COVID-19, perlu melalui beberapa langkah. Yang salah satunya dengan pemeriksaan laboratorium. Jadi tidak asal-asalan. "Dan di PPU belum ada swab tes PCR. Sehingga yang memeriksa adalah Dinas Kesehatan Provinsi. Kita kirimkan sampel dan menunggu hasilnya. Tapi saat ini kami juga telah bekerja sama dengan rumah sakit swasta agar hasilnya cepat," sebutnya. Lukas menyayangkan masyarakat yang termakan mentah-mentah isu  'dicovidkan' seperti ini. Karena jelas hal ini justru merugikan masyarakat itu sendiri. Karena apapun sakit yang nantinya terdeteksi, akan bisa ditangani dengan segera. Pun dengan baik. Apa lagi, semisal benar seseorang itu terkonfirmasi positif COVID-19. Jelas perlu penanganan dengan protokol kesehatan (prokes). "Harus ada pemeriksaan rongten paru-paru dan hasil rapid antigen. Dokter menentukan diagnosa itu taruhannya profesinya. Taruhannya mal praktek kalau sembarangan," urai Lukas. Lebih lanjut, pedoman yang masih dipegang teguh hingga saat ini ialah penanganan jenazah. Bagi pasien terkonfirmasi positif COVID-19, maupun bukan. Saat ini tetap wajib mengikuti aturan prokes. Apalagi, jika pasien itu sempat memiliki gejala yang mengarah ke COVID-19. "Karena dicurigai dari gejala klinis sudah menunjukan ke arah COVID-19. Untuk diagnosa, selain hasil lab, ada gejala klinis. Dari keluhan yang mengarah. Sehingga diklaim wajar bila curiga," katanya. Jadi tim tetap mengenakan alat pelindung diri (APD) komplit. Karena aturan sejak merebaknya COVID-19 tahun lalu, memang masih diberlakukan hingga saat ini. Hal itu, jelas Lukas, karena masih ada potensi seseorang terpapar COVID-19. Yang satu sisi, bisa membahayakan bagi tenaga medis atau tim yang menangani. "Itu demi kebaikan bersama, lebih baik kita curiga. Karena porbable maka jenazah harus dipulasara secara protokol COVID-19," imbuhnya. Pun bila ternyata setelah beberapa hari hasil swab tes PCR keluar dan dinyatakan negatif. Tidak masalah. Justru hal ini baik untuk pihak keluarga. Setidaknya sanak keluarga dan tetangga sekitar bisa tenang. Karena pasti tidak akan terpapar COVID-19 dari situ. "Cuma kadang mereka lupa dan berpikir sebaliknya. Gimana kalau sebaliknya, seandainya tidak dibungkus dan dibawa pulang ke rumah ternyata hasil swabnya positif. Kan malah masalah," tutupnya. (rsy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: