Premier League Adalah ‘ESL’ di Masa Lampau
Kesepuluh tim itu kalah, walau sebenarnya hanya mengalah. Diam-diam, 5 klub di antaranya; Manchester United, Liverpool, Tottenham, Everton, dan Arsenal. Tetap menyimpan ambisi memisahkan diri.
Konsep Liga Super terus didiskusikan dan disempurnakan. Agar kejadian ketika tim lain diajak dan menolak, tak terulang lagi. Sembari itu, mereka menunggu waktu yang tepat.
Dan momen itu tiba di tahun 1990. FA dan The Football League lagi sering-seringnya berseteru. Kalau di Indonesia, bisa digambarkan dengan; PSSI dan PT LIB lagi berantem terus.
Di tengah situasi tak nyaman itu. Kelima klub ini maju lagi. Mengampanyekan konsep Liga Super mereka pada seluruh klub Inggris. Kali ini ceritanya berbeda. Karena klub-klub papan tengah dan bawah itu sedang tidak punya sandaran. Sedang galau. Lantaran perseteruan tak berujung PSSI dan PT LIB-nya Inggris itu.
Didapatlah 22 klub yang setuju. Tapi, nah, tapi ini yang membedakan Liga Super versi Inggris dengan Liga Super versi Perez dkk. Jika Perez tak mempedulikan nasib liganya jika nantinya keluar dari keanggotaan federasi resmi. Liga Super versi Inggris ini memikirkannya.
Ketika semua sudah mantap, dan tinggal selangkah maju lagi untuk membentuk liga baru. Mereka berada di persimpangan. Karena liga baru tanpa dukungan federasi akan berakhir kacau. Pemain akan jadi korban karena tidak bisa lagi membela timnas negara masing-masing. Dalam hal ini, akan ada dua kemungkinan. Pemain top bermain di Liga Super dan rela tidak bermain untuk timnas.
Atau, mereka akan memilih supremasi sepak bola dengan bertahan di kompetisi besutan The Football League. Yang jika ini terjadi, Liga Super tak akan punya taring. Potensi tidak laku di pasaran. Padahal niat mereka untuk membentuk liga baru ya, karena uang itu.
Strategi baru dibuat. Langkah mendapat restu FA dijalankan. Operasi penculikan dilakukan. Yang ingin diculik ya, FA tadi. Kebetulan, momennya sedang bagus. FA sedang tak akur dengan The Football League. Ini adalah peluang besar bagi para pemberontak itu. Toh mereka tahu, orang-orang di FA juga mata duitan seperti mereka. Iming-iming uang dan ketenaran sepak bola Inggris pasti akan menyilaukan mata petinggi FA.
Tak sampai setahun, operasi penculikan itu selesai. Tapi titik di mana terjadi kesepakatan adalah. Inisiator Liga Super, atau yang kala itu disebut The Founder Members Agreement. Tidak membunuh The Football League.
Secara sederhana, Liga Super gagasan mereka akan dijadikan sebagai kompetisi kasta teratasnya. Di kelola oleh perusahaan terbatas bernama FA Premier League. Kemudian, kasta kedua dan seterusnya (ke bawah) akan tetap dikelola oleh The Football League.
Jadi ada kesinambungan. Tim buangan, alias tim yang terdegradasi dari Liga Super akan bermain di kompetisi garapan The Football League. Sementara tim teratas The Football League dari divisi teratasnya (sekarang disebut The Football League Championship – kasta kedua) akan promosi ke Liga Super.
Iming-iming uang membuat semuanya sepakat. Liga Super jadi berjalan. Liga ini saat ini benar menjadi liga paling laris di dunia. Yang kita kenal sebagai Premier League!
Momen bersejarahnya tercatat pada tanggal 27 Mei 1992. The Founder Members Agreement sepakat memisahkan diri dari The Football League untuk bergabung ke Premier League. Di tahun yang sama, Premier League menjalani sepak mula. Dan terus meraih kesuksesan hingga saat ini.
Modernisasi berhasil dijalankan. Hak siar melesat tinggi. Kekayaan klub-klub Inggris melonjak drastis hingga menggoda banyak pemain bintang untuk merapat ke negeri asal sepak bola itu. Ekspansi mereka ke Asia, selain konsep pembagian hak siar. Belakangan diketahui sebagai kunci popularitas mereka. Sampai di tahap, Premier League jadi begitu terkenal di luar Eropa. Mengalahkan silau Serie A dan LaLiga.
Tidak percaya? Silakan tanya pada anak remaja Anda. Apakah mereka tahu siapa pemain Lazio, Parma, dan Sampdoria. Coba saja dulu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: