ESL: Tentang Uang, Ketamakan, dan Esensi Sepak Bola
Tahun 2024, UEFA berencana mengubah format Liga Champions. Pesertanya 36, main seperti kompetisi di liga masing-masing. Peringkat 1-8 lolos ke babak 16 besar. 9-16 main di playoff.
Tujuannya untuk memenuhi hasrat tim-tim besar tadi. Buat dapat cuan banyak karena bakal main di banyak pertandingan. Tapi ya mereka tetap saja tidak mau.
Mereka akan membuat ESL menjadi tatanan tertinggi kompetisi Eropa. Ini juga sebagai bentuk perlawanan mereka juga ke UEFA dan FIFA yang dikenal korup. 12 tim pendiri bakal merasa, kalau FIFA dan UEFA adalah organisasi korup, dan Liga Champions tidak menarik lagi.
Sementara UEFA/FIFA merasa, kalau para pendiri ESL adalah pemberontak yang mau merusak tatanan sepak bola yang sudah ada. Hingga banned dijadikan ancaman.
(Soal ancaman UEFA dan FIFA yang akan membekukan klub dan pemain yang terlibat di ESL dari seluruh kejuaraan sepak bola di dunia). Kita tidak tahu isi hati pemain sepak bola bagaimana. Masih tetap mau dapat kejayaan (ikuti FIFA) atau uang yang besar (ikut ESL). Sekarang mereka disuruh memilih, mau dapat duit banyak atau idealis dengan embel-embel; Saya ingin main di Piala Dunia/Euro yang merupakan bla bla bla.
Sekilas, ESL menjanjikan kompetisi yang lebih seru. Dan sasarannya ya penonton kayak kita ini. Yang menonton dari rumah doang (menghasilkan hak siar). Sasaran ESL nanti adalah penonton dari Asia dan Amerika Serikat. Latar belakangnya juga ada hubungannya dengna munculnya ICC yang sering main di dua wilayah (Asia dan Amerika Serikat) itu. Pemain dan pendukung akan jadi korban dari konflik ini. Saat tulisan ini terbit, perkembangan kasus ini sudah jauh terjadi. Pergerakannya begitu cepat, mulai keluarnya orang-orang klub inisiator ESL dari UEFA. Sampai naiknya saham klub mereka. Simak lanjutannya besok. (ava)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: