Potensi Besar, Pajak Masih Sulit

Potensi Besar, Pajak Masih Sulit

TANJUNG REDEB, DISWAY - Salah satu potensi pajak daerah yang paling berpotensi digali yaitu dari pajak sarang burung walet.

Pemungutan pajak jenis itu masih sulit untuk dipungut. Padahal pajak sarang burung walet menjadi kewenangan pemerintah daerah. Peraturan itu merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Sejauh ini realisasi pajak walet berdasarkan data Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Berau, mulai dari 2016 sebesar Rp 563,469 juta, di tahun 2017 sebesar Rp 575,190 juta, kemudian sempat naik sebesar Rp 790,116 juta dan naik kembali di tahun 2019 sebesar Rp 869,901 juta. Dan menurun di tahun 2020 sebesar Rp 572, 706 juta Meski dari beberapa tahun tersebut angka sempat naik, menurut Kepala Bapenda Berau, Sri Eka, kesulitan penggalian potensi itu tergambarkan tidak mencapainya target RP 1 miliar yang untuk 2021, termasuk beberapa tahun sebelumnya. “Kami punya target sesuai dengan evaluasi per tahunnya,” ungkapnya kepada Disway Berau, Selasa (6/4). Potensi walet di Berau sendiri, bisa didapatkan secara alam maupun rumahan. Beberapa yang dari gua juga masuk dalam hitungan mereka. Banyaknya potensi tersebut tersebar di daerah pesisir maupun kota. Untuk kecamatan kota banyak memanfaatkan walet rumahan. Sejauh ini, pihaknya masih melakukan pendataan berapa banyak bangunan walet yang berdiri di Kabupaten Berau, untuk mengetahui berapa angka pasti yang bisa mereka dapatkan. Meskipun, yang masuk hitungan Bapenda sekiranya hanya 5.000 ton dari potensi 15.000 ton. Angka itu diperoleh dari perkiraan Balai Karantina Pertanian kelas II Tarakan Wilayah Kerja Berau. “Potensi paling banyak di pesisir ya, Tabalar, Talisayan dan Biatan, sosialisasi kami pun menyasar pada daerah tersebut,” ungkapnya. Beberapa kendala penarikan di dasari dari banyaknya bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan sehingga wajib pajak mereka tidak bisa keluar, meskipun walet tergolong objek yang harus wajib pajak. Menurutnya hal itu harus bisa dibenahi terlebih dahulu, agar penarikan pajak bisa lebih mudah. Namun urusan tersebut tidak masuk dalam tupoksinya. Bahkan, permasalahan sulitnya pemungutan pajak sarang walet memunculkan niat pemerintah provinsi sesuai dengan instruksi Gubernur untuk meminta bantuan balai karantina agar menunjukkan bukti pajak. Sebab dari pihak itu yang mengetahui angka yang keluar lebih besar dan sangat jauh dari yang masuk ke daerah. Dia melanjutkan, besaran wajib pajak hanya sebesar 10 persen. Pemungutan pajak berlaku, jika pengusaha memiliki panen saja. Jika memang tidak panen, tidak punya kewajiban membayar pajak, namun memang harus melapor. Sementara ini, juga ada perbaikan harga penyesuaian di pasaran. Sesuai dengan kualitas pertimbangan sudut siku, mangkuk bulatan dan campuran. Jika semakin bagus, harga yang ditetapkan tertinggi sekiranya Rp 14 juta per kilogram, namun sesuai kebijakan Menteri Keuangan paling tertinggi yaitu Rp 10 juta. “Memang yang tidak menghasilkan tidak kami tarik pajak, jadi itu bukan alasan bagi masyarakat. Kalaupun untuk rumahan tidak sebesar 10 persen, tapi kami turunkan 7 persen,” jelasnya. Adapun permintaan beberapa pengusaha untuk diturunkan menjadi 5 persen. Tapi pihaknya harus menyediakan peraturan darah (perda) terlebih dahulu. Selama ini, pedomannya hasil walet hanya dilaporkan sebanyak Rp 1,5 juta saja meskipun harga jual mencapai Rp 10 juta. Hal itu yang harus diperbaiki penarikan pajak. Karena, yang wajib dilaporkan terbilang sangat kecil, dan masih saja ada yang lalai. Sementara itu, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Berau, sedang melakukan pendataan di daerah pesisir. Melalui data sementara sarang walet yang tidak memiliki izin kurang lebih 300 bangunan dari perkiraan 1.000 bangunan yang ada. RAP/APP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: