Mengikuti Pelayaran Tongkang Batu Bara (1) : Tegang Berpapasan dengan Kapal Lawan Arah
Reporter Harian Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com Darul Asmawan mengikuti perjalanan tugboat penarik tongkang bermuatan bartu bara. Dari Tanjung Batu (Kukar) menuju Muara Ancalong (Kutai Timur). Pulang pergi. Selama sepekan. Itulah batu bara yang akan diberikan untuk "asupan" Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Embalut. Untuk mendukung sistem pembangkit listrik sektor Mahakam yang setrumnya mungkin Anda nikmati sehari-hari.
Pewarta: Darul Asmawan
ADA kisah maha pelik di dalam tugboat penarik tongkang bermuatan batu bara. Yang sehari-hari kita saksikan hilir mudik di perairan mahakam itu. Ketika para punggawa kapal mungil berkekuatan turbo itu diuji adrenalinnya.
Saat-saat seperti, mereka harus mengolongi jembatan mahakam. Atau saling berpapasan di alur sempit. Atau situasi di mana mereka harus melipat arah dan pasrah dengan cuaca dan kondisi alam. Bahkan terkadang dibutuhkan kepiawaian khusus "merayu" arus dan alur mahakam. Yang menjadi momok para nakhoda kapal tunda.
Ada pula cerita-cerita seperti: seorang ayah yang terpaksa meninggalkan anak isteri selama berbulan-bulan. Tentang kehidupan para pekerja. Yang tidur di kamar sempit, mandi dengan air mahakam nan cokelat itu.
***
Semburat jingga di ufuk barat perlahan menghilang. Petang malam, Jumat 12 Februari 2021, dengan segera menyelimuti Sungai Mahakam. Saat itu pula, Lisa yang ditumpangi, lepas tambat. Bertolak dari sebuah dermaga kecil, di ujung jalan sempit, Desa Tanjung Batu, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar).
Sesaat setelah kru Lisa melepas tali tambatan, kapten Jumardin duduk dibelakang kemudi. Ia mendorong perlahan tukai gas dobel Yanmar 1200 PS. Itulah dua mesin pemutar baling-baling bertenaga super. Sambil bibir Jumardin sayup-sayup melafazkan doa.
Dalam mengendalikan tugboat berikut ponton gandengannya, Jumardin membuat perhitungan. Tenaga mesin memutar baling-baling dan kecepatan kapal diatur presisi. Rpm mesin berada di antara 800-900, menyesuaikan dengan kondisi arus deras mahakam. Merujuk dengan itu, kecepatan kapal gandeng ditunjukkan pada skor 3.0 Kn. Rpm paling optimal adalah 1000. Ia sengaja menyisakan 10 poin untuk berjaga ketika keadaan emergensi. Tugboat pun maju perlahan, meraba di kegelapan.
Tiga GPS di hadapannya dipelototi betul-betul. Masing-masing alat itu menunjukkan kedalaman sungai, rute pelayaran, dan yang terakhir untuk mengetahui situasi sekeliling kapal. Terutama mendeteksi daratan di kiri-kanan dan kapal lain di depan dan belakang.
Setelah itu, lampu sorot di depan dinyalakan. Sementara ruang kemudi tanpa pencahayaan. Suara saling bersahutan keluar dari radio di hadapan Jumardin. Menandakan alur mahakam sedang ramai malam itu. Radio diset pada channel 12. Itu adalah frekuensi jaringan radio yang dipakai dalam alur pelayaran mahakam. "Itu khusus dari hilir sampai Senoni (kecamatan di Kukar). Sedangkan dari Senoni ke hulu, pakai channel 16," jelas Jumardin.
Kapten tugboat (TB) Lintas Samudera (Lisa) 53 itu menyampaikan bahwa kapal akan beroperasi menuju hulu. Melalui Sungai Mahakam, kemudian masuk ke alur sempit Sungai Senyiur dari Kecamatan Muara Kaman. Target sasaran pelayaran adalah memuat batu bara di Desa Senyiur, Kecamatan Muara Ancalong, Kutai Timur.
"Kapal ini memang dikontrak oleh PLTU. Untuk mengangkut kebutuhan suplai batu baranya," kata Jumardin.
"Biasanya kami angkut 3 sampai 4 tongkang sebulan".
Ia tidak mengetahui persis, panjang lintasan yang akan ditempuh dalam satuan meter atau kilometer. Kecuali ketika menyusuri Sungai Senyiur. Namun, menurut perkiraan, pelayaran dari Tanjung Batu ke Muara Kaman, dilalui selama kurang lebih 15 jam. Sementara ketika memasuki Sungai Senyiur, dibutuhkan sekitar 20 jam untuk jarak tempuh 102 kilometer mengikuti aliran sungai itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: