Saksi Ahli Yakin PT AKU Rugikan Negara
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Persidangan kasus rasuah di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama atau PT AKU berlanjut. Kali ini, menghadirkan saksi ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Senin (8/2/2021).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim mengatakan, pihaknya menghadirkan saksi ahli atas nama Muhammad Agus Shofie. Di persidangan ini, Rofiq mengatakan saksi ahli mengungkap tindak lanjut dari pemeriksaan berkas sebelumnya, dari tingkat penyidikan, audit, dan kemudian berita acara pemeriksaan (BAP). "Pada persidangan tadi, keterangan dari saksi ahli tersebut menyimpulkan, penyertaan modal dari PT AKU yang bersumber dari Pemprov Kaltim, mulai 2003, 2008, dan 2010 yang total Rp 27 miliar, dan kemudian ada laba di situ." ucapnya. "Lalu dari laba tersebut digunakan sebagai kerja sama dengan pihak ketiga atau sembilan perusahaan tersebut, namun di dalam kerja samanya melanggar ketentuan," tambahnya. Sehingga ahli menyimpulkan, ada kerugian negara sebesar total penyertaan modal dari Pemprov Kaltim Rp 27 miliar, ditambah dengan laba sebesar Rp 2 miliar lebih, menjadi total sekira Rp 29 miliar. Pada saat persidangan, penasihat hukum terdakwa menyampaikan, persoalan ini adalah utang piutang. Jadi sewaktu-waktu orang-orang ini dapat mengembalikan dana yang dimaksud. Namun dari saksi ahli tetap berkeyakinan, bahwa ini merupakan kerugian negara. Hal ini dikarenakan PT AKU melakukan kerja sama kepada pihak ketiga atau sembilan perusahaan tersebut, dengan cara melanggar prosedur atau aturan yang ada. Diketahui, satu di antara perusahaan yang menjalin kerja sama adalah PT Dwi Palma Lestari. Perusahaan ini turut serta mengelola dana penyertaan modal Pemprov Kaltim yang dikucurkan ke PT AKU. Sementara itu, PT Dwi Palma Lestari merupakan bentukan kedua terdakwa, Yanuar dan Nuriyanto yang saat itu sebagai pucuk pimpinan di PT AKU. Di situlah terungkap, keduanya menyalahgunakan uang negara. Modusnya, mereka bertukar posisi jabatan di PT Dwi Palma Citra Lestari untuk mengelola penyertaan modal dari Pemprov Kaltim. "Mereka berdua menjabat Direktur di kedua perusahaan dan mendirikan perusahaan tersebut, sehingga menjadikan konflik kepentingan. Jadi seolah-olah menjadi modus untuk menampung uang dari PT AKU," tandasnya. Kemudian, perusahaan lainnya yang bekerja sama dengan PT AKU juga ada yang fiktif, dan di dalam perjanjian tidak disebutkan nominalnya. JPU Zaenurofiq dari Kejati Kaltim mengatakan, pihaknya telah selesai menghadirkan saksi ahli. Hongkun Ottoh selaku ketua majelis hakim, didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta sebagai hakim anggota usai mendengar keterangan dari saksi ahli, kemudian menutup persidangan dan akan kembali dilanjutkan pada Senin (15/2/2021) mendatang. "Agenda selanjutnya adalah pemeriksaan. Terdakwa akan menghadirkan saksi meringankan atau ahli yang meringankan," ucap ketua majelis hakim sembari mengetuk palu. Seperti yang terungkap di dalam persidangan sebelumnya. Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010. Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap. Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar. Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya Nuriyanto, selaku Direktur Umum PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim. Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. Kedua terdakwa membuat PT AKU seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain. Namun kesembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri. Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan dewan pengawas dan tanpa melalui rapat umum pemegang saham. Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut. Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar. Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai Direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak BPKP. Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (bdp/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: