Warisan dan Hibah Dipandang dari Segi Hukum Perpajakan

Warisan dan Hibah Dipandang dari Segi Hukum Perpajakan

Bagaimana pajak dari harta yang diperoleh dari warisan maupun hibah? Banyak pertanyaan dari wajib pajak mengenai hal tersebut. Di bawah ini kita membahas harta warisan dan hibah dipandang dari hukum perpajakan di Indonesia.

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Tanggal 31  Maret 2021 batas akhir wajib pajak orang pribadi melaporkan SPT tahunan 2020. Di dalam pelaporan pajak tersebut mewajibkan untuk  melaporkan seluruh pendapatan yang diperoleh di tahun 2020 dan harta  yang dimiliki sampai dengan periode Desember 2020. Bagaimana harta yang diperoleh dari warisan maupun hibah? Banyak pertanyaan dari wajib pajak mengenai hal tersebut. Di bawah ini kita membahas harta warisan dan hibah dipandang dari hukum perpajakan di Indonesia. Wasiat menurut Pasal 875 KUHP Perdata, ialah akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Pemberian wasiat diberikan pada saat pemberi wasiat masih hidup. Tetapi pelaksanaannya dilakukan pada saat pemberi wasiat meninggal dunia. Pasal 874 KUH Perdata menyatakan, bahwa segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut undang-undang. Sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. Ketetapan yang sah tersebut ialah surat wasiat.. Hibah atau hadiah merupakan harta yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain, baik itu ahli waris atau bukan, di mana harta tersebut diberikan pada saat pemilik harta masih hidup. Konsep legitime portie juga berlaku pada harta yang diberikan sebagai hibah. Kemudian, hibah kepada ahli waris juga dapat diperhitungkan sebagai warisan. Harta hasil hibah dan waris dipandang berbeda dalam pajak, sebelum menjelaskan bagaimana hibah dan waris di mata pajak. Perbedaan mendasar kedua jenis pendapatan tersebut. Hibah dan waris sama-sama harta yang diturunkan oleh orang tua atau seseorang yang memiliki garis darah dengan kita. Perbedaannya ada pada keadaan pemberi waris saat memberikan hartanya. Jika pemberi waris masih hidup saat membagikan warisannya, maka hal itu disebut hibah dan jika harta warisan dibagikan setelah pemberi waris meninggal maka harta tersebut disebut harta warisan. Kemudian lebih lanjut menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sebagaimana tertuang dalam  Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 menyebutkan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah harta waris yang belum dibagi (harta waris yang menghasilkan tambahan ekonomi). Sehingga, menurut aturan tersebut harta hibah tidak menjadi objek pajak dan harta waris yang sudah dibagi kepada ahli warisnya juga tidak menjadi objek pajak. Namun ahli waris diharuskan untuk mengurus surat hibah atau waris tersebut. Akan tetapi harta hibah dan waris tersebut dapat dikenai pajak apabila sebelum harta tersebut dibagikan pemberi waris belum menyelesaikan kewajiban pajaknya, sehingga pajak akan ditanggung oleh ahli waris. Warisan merupakan harta peninggalan yang dimiliki oleh orang yang telah meninggal dunia (pewaris) kepada orang yang masih hidup yang disebut sebagai ahli waris dengan bagian–bagian tertentu berdasarkan ketentuan hukum waris (Hukum Perdata, Hukum Islam dan atau Hukum Adat). Pewarisan sebagaimana dimaksud harus mempunyai 3 hal utama. Yaitu, pewaris yakni orang yang telah meninggal dunia atau orang yang diduga meninggal dunia dan mewariskan harta warisannya. Kedua, ahli waris yakni orang yang berhak atas harta warisan. Ahli waris haruslah masih hidup. Terakhir, harta warisan yakni keseluruhan harta benda beserta hak dan kewajiban pewaris, baik utang maupun piutang. Dan apabila warisan tersebut sudah dibagikan, maka warisan tersebut bukan merupakan objek pajak lagi. Dan ahli waris tersebut terbebas dari pembayaran pajak atas harta warisan tersebut. Namun ada syarat apabila harta bergerak maupun harta tidak bergerak dapat dikatakan sebagai warisan, bukan merupakan objek pajak adalah sebagai berikut. Pertama, harta bergerak maupun tidak bergerak yang diwariskan tersebut telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pewaris. Kedua, pajak terhutang (jika ada) harus dilunasi terlebih dahulu. Namun apabila  syarat di atas tidak dapat dipenuhi oleh pewaris, maka warisan tersebut ketika diwariskan tidak lagi merupakan bukan objek pajak melainkan menjadi objek pajak. Jika warisan sudah dibagikan dan pajak terutangnya telah dibayar lunas, maka statusnya bukan merupakan objek pajak dan ahli waris terbebas dari pembayaran pajak warisan tersebut. Jika Anda memiliki sejumlah harta warisan dari orang tua, sebaiknya Anda juga tetap memahami peraturan tentang pajak warisan. Warisan bukan termasuk objek pajak. Namun, Anda wajib mematuhi aturan dan ketentuan perpajakan atas warisan seperti halnya melaporkan harta warisan di SPT. Walaupun bukan objek pajak, harta warisan tetap harus dilaporkan ke dalam  Surat Pemberitahuan (SPT). Pelaporan harta warisan ini bagian dari dari common reporting standard (CRS) sebagai standar penerapan era keterbukaan informasi keuangan (Automatic Exchange of Information/AEoI). (*)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: