Pasar Saham Pekan Ini; Dipengaruhi Stimulus AS dan Kasus COVID-19

Pasar Saham Pekan Ini; Dipengaruhi Stimulus AS dan Kasus COVID-19

Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Pada pekan ini pasar masih diwarnai optimisme langkah-langah yang diambil Joe Biden Usai dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat. Stimulus fiskal yang besar mendorong optimisme pemulihan ekonomi menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan. Tetapi optimisme menurun akibat pandemi COVID-19 yang masih belum berhasil diatasi dengan cepat oleh program vaksin.

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee memperkirakan bahwa selain kedua sentimen di atas, langkah penguncian sosial di berbagai negara berpotensi membuat pasar saham kembali terkoreksi terbatas. “Support IHSG diperkiraan di level 6,283 sampai 6,166 dan resistance di level 6,400 sampai 6,504,” kata Hans Kwee kepada Disway Kaltim dan nomorsatukaltim.com, Minggu (24/1). Menurut Hans Kwee, sentimen global masih banyak mempengaruhi IHSG pekan ini. Khususnya dari Amerika Serikat. Misalnya, dari pasar keuangan dipengaruhi oleh sentimen rencana stimulus fiskal bantuan virus COVID-19 oleh Presiden AS Joe Biden. Biden telah mengusulkan rencana stimulus fiskal senilai USD 1,9 triliun. Beberapa petinggi Partai Republik dikabarkan menyatakan prihatin atas jumlah tersebut. Partai Demokrat yang mendukung Biden saat ini mengendalikan kongres Amerika Serikat, sehingga paket tersebut hampir pasti lolos. Ketua DPR Nancy Pelosi mengatakan, parlemen siap untuk mengesahkan RUU stimulus fiskal tersebut pada pekan pertama Februari. Beberapa paket stimulus fiskal yang di rencanakan Biden menjadi amunisi penguatan pasar keuangan. Di sisi lain, stimulus fiskal yang besar berpotensi mendorong belanja dan pinjaman yang besar untuk mendukung perekonomian. Pinjaman baru yang besar dan harapan pemulihan ekonomi yang berpotensi mendorong inflasi AS lebih tinggi mendorong tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS bergerak naik. Stimulus fiskal yang besar juga mendorong pasar ekuitas naik lebih tinggi. “Nampaknya pasar dipenuhi optimisme pemulihan ekonomi. Pasar ekuitas terlihat menarik di tengah harapan pemulihan ekonomi,” katanya. Selanjutnya, kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS sebenarnya berpotensi mendorong penguatan nilai tukar AS. Tetapi stimulus yang besar berpotensi mendorong pemulihan ekonomi lebih cepat meningkatkan minat pelaku pasar akan aset berisiko. Hal ini mendorong dana masuk ke negara berkembang termasuk Indonesia. Sehingga pelemahan nilai tukar rupiah relatif terbatas di tengah kenaikan yield government bond AS. “Kenaikan yield Amerika Serikat juga berpotensi mendorong yield dalam negeri naik, tetapi relatif terbatas akibat likuditas di pasar yang sangat longgar. Aliran dana berpotensi mendorong aset berisiko naik karena lebih diminati,” ujar Hans. Sentimen selanjutnya masih dari Amerika Serikat. Pelantikan Biden sebagai presiden ke-46 Amerika menggantikan Donald Trump meningkatkan optimisme pemulihan ekonomi. Biden pada hari pertama segera merilis detail rencana COVID-19 di Gedung Putih. Ada 10 perintah eksekutif (executive order) dan berencana menggunakan Defense Production Act untuk meningkatkan produksi peralatan pelindung. Rencana lain adalah mempercepat peluncuran vaksin dengan menyediakan lebih banyak pendanaan lokal dan negara bagian. Ini membuat lebih banyak situs vaksinasi dan meluncurkan kampanye pendidikan nasional. Hal ini menimbulkan harapan pandemi COVID-19 akan cepat teratasi dan pembukaan kembali lebih lancar dan lebih cepat. Rencana Biden untuk memerangi pandemi akan memberikan dorongan lebih lanjut pada pasar saham pada tahun ini. Sementara itu, sentimen tidak baik menghinggapi energi fosil setelah Presiden AS Joe Biden dilantik. Biden mengumumkan Amerika Serikat kembali ke perjanjian iklim Paris untuk memerangi perubahan iklim. Biden juga mencabut izin bagi proyek pipa minyak Keystone XL dari Kanada. Pemerintah juga berkomitmen untuk mengakhiri kontrak sewa lahan minyak dan gas baru di tanah federal. Langkah ini menjadi sentimen positif bagi industri terkait energi terbarukan. Selain itu, peningkatan kasus COVID-19 di berbagai negara diikuti pembatasan sosial ketat untuk mengekang penyebaran pandemi telah merusak optimisme tentang kinerja laba emiten yang membaik serta prospek stimulus fiskal yang besar. Masih lambatnya program vaksin di berbagai negara membuat penguncian sosial menjadi pilihan mengatasi pandemi. Pejabat pemerintah Hong Kong untuk pertama kali akan menerapkan lockdown terhadap puluhan ribu kawasan hunian dalam upaya menekan pandemi yang memburuk. Pusat perdagangan Shanghai melaporkan kasus pertama yang ditularkan secara lokal dalam dua bulan terakhir. Pemerintah Beijing mendesak warganya untuk tidak bepergian selama liburan Tahun Baru Imlek, ketika puluhan juta orang di kawasan perkotaan biasanya kembali ke daerah asal mereka. Optimisme pemulihan ekonomi dibayangi sentimen negatif jangka pendek berupa penguncian sosial yang berpotensi mengganggu perekonomian. Selanjutnya, sentimen dari dalam negeri. Presiden RI Joko Widodo menginstruksikan agar kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat diperpanjang selama 2 minggu. Yakni dari 26 Januari sampai dengan 8 Februari 2021. PPKM yang diterapkan di tujuh provinsi di Pulau Jawa dan Bali, yaitu DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali serta berlaku di 73 kabupaten/kota yang terdapat di provinsi-provinsi tersebut. Dari 7 provinsi terlihat masih ada peningkatan di 5 provinsi. Dan yang mengalami penurunan Provinsi Banten dan DI Yogyakarta. Dari 73 kabupaten/kota yang telah menerapkan PPKM tersebut, 29 kabupaten/kota masih berada di zona risiko tinggi, 41 kabupaten/kota zona risiko sedang, sementara 3 kabupaten/kota lainnya zona risiko rendah. “PPKM pertama dari angka di atas belum menunjukkan penurunan angka positif rate yang signifikan. Ini menjadi sentimen negatif di pasar keuangan,” tutup Hans Kwee.  (fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: