JPU Kejar Keterangan Saksi Kunci di Persidangan Perkara Rasuah PT AKU
Samarinda, NomorSatuKaltim.com - Sejak ditunda dari sepekan yang lalu, kini dipastikan sidang kasus korupsi di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU), akan kembali bergulir di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Senin (25/1/2021) hari ini.
Dalam persidangan yang digelar secara daring itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim akan menghadirkan dua orang sebagai saksi kunci. Kedua orang tersebut sekaligus menjadi saksi terakhir yang akan dimintai keterangannya di dalam persidangan. Dua saksi itu masing-masing yakni, Ibnu Nirwani selaku mantan Ketua Dewan Pengawas, dan Sukarni Hasan sebagai Akuntan Publik Internal di Perusda PT AKU. Keduanya dimintai keterangan perihal pengetahuannya atas tindak rasuah yang dilakukan oleh terdakwa Yanuar dan Nuriyanto sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU. Seperti diketahui, Yanuar, mantan Direktur Utama (Dirut) PT AKU, dan Nuriyanto, mantan Direktur Umum (Dirum) PT AKU, telah ditetapkan sebagai terdakwa atas perbuatannya yang telah menyalahgunakan dana penyertaan modal Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar. Atas perbuatannya itu, kedua terdakwa dijerat oleh JPU Kejati Kaltim dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 , Juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. JPU Zaenurofiq, ketika dikonfirmasi media ini menyampaikan, dalam persidangan hari ini pihaknya hanya akan membacakan keterangan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari saksi Ibnu Nirwani. Pasalnya, mantan Ketua Dewan Pengawas PT AKU itu tak bisa hadir secara tetap. Lantaran yang bersangkutan telah meninggal dunia tiga bulan lalu. "Saksi atas nama pak Ibnu Nirwani ini sebagai mantan Ketua Dewan Pengawas PT AKU. Sebelum meninggal dunia, almarhum sudah disumpah dan dimintai keterangannya. Almarhum meninggal dunia setelah diperiksa," ungkap pria yang juga menjabat sebagai Kasi Penuntut Umum Kejati Kaltim tersebut. Rofiq sapaan karibnya mengatakan, di dalam BAP itu, almarhum telah bersaksi terkait kerja sama yang dilakukan PT AKU dengan pihak ketiga. Disebutkan, kedua terdakwa sebagai pucuk pimpinan PT AKU telah melakukan kerja sama secara sepihak dengan kesembilan perusahaan tersebut, tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari dewan pengawas. "Nanti yang kami bacakan keterangan (BAP) saksi di persidangan, bahwa memang faktanya kedua terdakwa ini ketika melakukan kerja sama dengan pihak ketiga tanpa persetujuan dan tanpa seizin dewan pengawas. Jadi kedua terdakwa ini hanya melaporkan saja setelah melakukan perjanjian. Namun bukan sebelum perjanjian. Jadi sebatas itu saja. Dari 2005, 2007, hingga 2010 itu," bebernya. Setelah membacakan kesaksian mantan Ketua Dewan Pengawas, JPU kemudian menghadirkan saksi bernama Sukarni Hasan yang bertugas sebagai Akuntan Publik di Perusda PT AKU. "Jadi mereka ini setiap tahunnya dibuatkan akuntan publiknya oleh pihak internal Perusda PT AKU. Saksi ini bernama Sukarni Hasan. Kemungkinan besok (hari ini, Red.) sidangnya virtual karena beliau juga berada di Jakarta. Dan karena lagi pandemi juga, lalu beliau sudah tua usianya di atas 70 tahun," imbuhnya. Lanjut Rofiq mengatakan, Sukarni Hasan akan dimintai keterangannya terkait laporan akuntan publik tahunan yang telah dibuatnya sejak 2003 hingga 2014. "Saksi telah melakukan audit secara internal di PT AKU. Kami akan mintai keterangannya terkait dengan laporan keuangan dari 2003, sampai dengan terakhir beroperasinya PT AKU di 2014," terangnya. Kemungkinan besar yang akan disampaikan saksi Sukarni Hasan di dalam persidangan, akan sama halnya seperti yang terungkap di dalam persidangan sebelumnya. Yakni terkait temuan piutang atau tagihan Perusda PT AKU dari kesembilan perusahaan yang totalnya mencapai Rp 31 miliar. "Dari internal audit PT AKU itu masih ada piutang atau tagihan. Dan inilah yang menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dari pihak ketiga. Dalam hal ini adalah tujuh dari sembilan perusahaan yang melakukan kerja sama dengan PT AKU," ucapnya. Dari sembilan perusahaan yang telah melakukan kerja sama dengan PT AKU, tujuh di antaranya merupakan perusahaan bodong. Yang tak lain adalah bentukan kedua terdakwa, digunakan untuk mencuci uang penyertaan modal dari Pemprov Kaltim. "Di antaranya itu PT Dwi Palma Lestari, perusahaan ini mengucur dana sebesar Rp 24 miliar. Yang kemudian belum bisa dipertanggungjawabkan. Beserta di PT lainnya, sehingga totalnya menjadi Rp 31 miliar itu," sambungnya. Setelah seluruh saksi ini dihadirkan, pada sidang selanjutnya JPU akan menghadirkan saksi ahli dari BPK Provinsi Kaltim. "Setelah mendengarkan keterangan saksi ahli, maka tinggal mendengarkan keterangan saksi dari masing-masing terdakwa. Kedua terdakwa ini nantinya akan menjadi saksi satu sama lain. Karena mereka saling mengetahui satu sama lain atas perbuatannya itu," katanya. Dalam kesempatan itu, Rofiq turut menyampaikan, kedua terdakwa yang sebelumnya ditahan di Sel Mapolresta Samarinda telah dipindahkan ke Rumah Tahanan Kelas II A Samarinda. "Mereka saat ini ditahan jadi satu, di Rutan. Nanti mereka dihadirkan jadi satu di persidangan seterusnya," kata Rofiq. Rofiq juga memastikan, kalau kedua terdakwa nantinya akan menerima tuntutan hingga putusan hukuman secara bersamaan. "Pada sidang sebelumnya kan memang, terdakwa Yanuar yang duluan disidang. Tapi karena saksinya sama, kemudian dikejar keterangan saksi untuk terdakwa Nuriyanto. Makanya sekarang sidangnya langsung dihadirkan berdua. Jadi nanti tuntutan maupun putusan mereka sama-sama di dalam persidangan," pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010. Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap. Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar. Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya, Nuriyanto selaku Direktur Umum PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim. Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. Dalam aksi keduanya, PT AKU dibuat seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain. Namun sembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri. Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut. Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar. Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai Direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah, justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar RP 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. (aaa/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: