3 Penyebab Banjir Samarinda Menurut Pakar Geologi
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Pengurus Ikatan Ahli Geologi (IAGI) Kaltim Retno Anjarwati menyebut ada banyak faktor yang mendukung seringnya banjir di Samarinda. Sehingga permasalahan tersebut kian kompleks dan lebih sulit untuk mencari jalan keluar.
Multi faktor itu menurutnya ada yang bersumber dari manusia dan ada pula karena faktor kondisi alam. Berbagai komplikasi penyebab banjir, kata Retno, mulai dari struktur geologi, kemudian perubahan fungsi lahan, hingga intensitas hujan tinggi sebagai daerah dengan iklim dan cuaca tropis. "Tiga hal inilah yang menyebabkan Samarinda rentan banjir," sebut Retno, kepada Disway Kaltim, Senin (18/1). Retno memaparkan, secara teori, wilayah yang sering terdampak banjir umumnya meliputi suatu kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS merupakan daerah tangkapan hujan untuk fungsi infiltrasi. Yang berfungsi menyerap air. Tapi bila tata ruang terhadap kawasan demikian tidak mendukung. Artinya marak alih fungsi lahan. Maka kemungkinan terbesarnya adalah air tidak dapat terserap. Sehingga ketika volume hujan tinggi, maka ada potensi air meluncur dari tinggian menjadi aliran air permukaan. Itulah yang kemudian disebut banjir. Dan di satu sisi, volume hujan tidak dapat dikendalikan. "Bila terjadi alih fungsi lahan terhadap wilayah resapan DAS, untuk kebutuhan pembangunan dengan melakukan pembukaan lahan. Maka di situ lah muncul potensi kawasan yang dulunya resapan akan menjadi aliran permukaan. Yang volumenya sesuai dengan intensitas hujan," paparnya. Apalagi, jika hujan terjadi di hulu DAS. Maka akan meningkatkan debit aliran DAS tersebut. Sampai aliran di hilir tidak mampu menampung kapasitas air. Ditambah lagi bila kemudian aliran di hilir juga mengalami alih fungsi. Dari yang sebelumnya berupa rawa dan wilayah resapan, kemudian berubah menjadi kawasan pembangunan, perumahan dan lain sebagainya. Maka hal itu juga berpotensi menyebakan air meluap ke jalan. "Jika demikian, maka terjadilah bencana ekologi yang disebut banjir," imbuh Retno. Lantas kenapa muncul banjir seperti banjir bandang. Menurutnya, karena debit air yang demikian besar, ikut menggerus soil atau batuan permukaan yang kondisinya sudah lapuk. Terbawa oleh aliran air yang deras tadi. Akhirnya jadilah seperti banjir bandang. Menurut pengajar Geologi di Universitas Mulawarman itu, yang paling penting diperhatikan adalah membenahi tata ruang. Karena perubahan fungsi lahan akibat pembangunan akan mengakibatkan dampak bencana ekologi. Ia melihat Samarinda masih lemah dalam hal tata ruang. Lebih-lebih lagi, secara geologi, Kota Samarinda berada di Cekungan Kutai. Di mana formasi penyusun bantuannya di bagian yang tinggi atau perbukitan adalah batu pasir yang berpori. Sementara di wilayah yang dataran rendah justru bantuan clay atau lempung. Yang sifatnya impermeable atau sulit menyerap air. "Dulunya Samarinda kan rawa. Jadi air tertampung di rawa. Tapi karena kita tahu Samarinda mengalami perkembangan pembangunan begitu pesat. Akhirnya dampaknya adalah rawa-rawa tadi menjadi kawasan perumahan, diuruk sedikit demi sedikit," paparnya. Mengenai fenomena banjir yang menyerupai banjir bandang di kawasan Jalan P Suryanata, Kelurahan Bukit Pinang, menurut Retno, secara geologi kawasan tersebut memang merupakan wilayah yang dilewati sesar Samarinda. Yang memungkinkan batuannya mengalami retak-retak. Relatif banyak kekar atau celah rekahan. Sementara Samarinda berada di wilayah tropis dengan intensitas hujan tinggi. Dampak selanjutnya lapisan permukaan batuan di wilayah itu juga akan mengalami proses pelapukan yang intensif. Hingga menyebabkan tutupan permukaan atau soil-nya menjadi tebal. Bila soil di satu kawasan tebal, tetapi tumbuhan penutup kurang, ditambah lereng terjal, maka ketika hujan dengan intensitas tinggi erosinya juga menjadi relatif tinggi. Terutama kondisi seperti itu, banyak ditemukan di Kelurahan Bukit Pinang. yang wilayahnya persis berada di lembah dari tinggian Bukit Pinang. Apalagi di sana ada banyak dijumpai pembangunan perumahan, pergudangan dan sebagainya. "Yang dulunya mungkin tutupan lahannya masih lebat sekarang berubah fungsi. Secara tidak langsung itu berpengaruh," tuturnya. "Jadi penyebabnya tidak cuma satu. Tapi berbagai macam hal," jelas dia. Selain itu, faktor alam Samarinda juga mendukung seringnya muncul genangan. Yaitu aliran airnya semua bermuara di DAS Karang Mumus lalu ke Sungai Mahakam. Sementara sungai Mahakam kecepatan alirannya dipengaruhi pasang surut air laut. Jika sedang bertepatan dengan pasang tinggi maka air akan tergenang di dataran rendah Samarinda. "Curah hujan itu pemicu tapi potensi sudah ada. Pertama kelerengan terjal. Kedua stratigrafinya atau jenis batuannya. Kemudian ketebalan lapisan soil. Keempat perubahan fungsi lahan," pungkas Retno. (das/eny)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: