Hati-Hati ‘Pengemis Online’, 3 Tahun Beraksi, Modus Anak Sakit

Hati-Hati ‘Pengemis Online’, 3 Tahun Beraksi, Modus Anak Sakit

Aksi salah satu akun media sosial meminta-minta bak pengemis sudah jamak terjadi. Ada yang nyata membutuhkan uluran tangan, namun ada juga yang hanya sandiwara. Salah satu praktik "pengemis online" yang kini terungkap berasal dari Kota Tepian.

nomorsatukaltim.com - JAGAT maya Samarinda sempat dibuat resah dengan aksi “pengemis online” tersebut. Akun tersebut kerap meminta-minta melalui postingan hingga kolom komentar di media sosial. Saat beraksi, “pengemis online” ini kerap berpura-pura mengalami kesusahan, agar mendapatkan iba dari warganet. Tak sedikit yang tertipu modus ini, dengan memberikan bantuan berupa uang maupun barang kepada pelaku. Praktik ini berhasil diungkap Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat (FKPM) Pelita, baru-baru ini. Seorang perempuan 25 tahun yang kerap meminta-minta di media sosial itu sempat dimintai keterangannya oleh relawan kepolisian. Pelaku diketahui berinisial SA, warga Kecamatan Sungai Kunjang. Pelaku mengaku sudah menjadi “pengemis online” sejak 2019. Dan telah mendapatkan keuntungan hingga jutaan rupiah. Ketua FKPM Pelita, Marno Mukti mengatakan, aksi pelaku berhasil terungkap berkat informasi warga kepada FKPM Pelita. Berangkat dari laporan itu, pihaknya kemudian melakukan penyelidikan. "Kami mendapatkan informasi, ada sebuah akun perempuan yang kerap meminta-minta di Facebook. Dengan modus sedang mengalami kesusahan, agar mendapatkan uang dan barang dari warganet yang iba," ungkap Marno Mukti dikonfirmasi, Senin (18/1/2021). Singkatnya, berangkat dari laporan warga, akhirnya FKPM Pelita berhasil menemukan akun si pengemis yang sedang meminta bantuan di salah satu grup Facebook ternama di Samarinda. Kala itu SA meminta-minta dengan menggunakan akun samaran. Dalam postingannya itu, SA mengaku sedang kesulitan untuk membiayai pengobatan anaknya yang sedang sedang sakit keras dan tengah dirawat di rumah sakit. Ia sangat mengharapkan bantuan dari tangan para dermawan. Agar anaknya bisa menjalani operasi. "Setelah itu, kami pancing si pelaku agar mau keluar dari persembunyiannya dengan berpura-pura hendak memberikan bantuan," kata Marno. Relawan kepolisian ini berhasil menemukan SA dan membawanya ke Pos FKPM Pelita untuk dimintai keterangannya. Kepada FKPM Pelita, SA pun mengakui semua perbuatannya itu. "Dia mengakui kalau memang sering meminta-minta di Facebook," sambungnya. SA mengaku sejak 2019 silam kerap meminta-minta di Facebook. Modusnya dengan membuat postingan, kalau dirinya sedang mengalami kesulitan membiayai anaknya yang tengah sakit keras. "Dia ini punya empat akun untuk mengemis di Facebook," terangnya. Empat akun yang dimaksud yakni Ismaa Aurazahwa, Fitryanti Adzkiaa, Manda Shop, dan Salsabila. Selama tiga tahun mengemis, dia telah mendapatkan uang hingga jutaan rupiah. Uang hasil mengemis digunakan untuk keperluan sehari-hari. "Saya tanya, sudah berapa banyak kamu dapat dari 2019. Dia lupa, intinya sudah jutaan. Selain uang, ada juga diberikan sembako seperti beras, mi, telur," bebernya. "Nah kalau uang ditransfer. Kalau sembako diberikan langsung ke dia. Pengakuannya, suaminya tidak tahu kalau dia sering mengemis di Facebook. Suaminya punya kerjaan di luar kota," lanjutnya. Kata Marno, perbuatan ibu tiga anak ini sebenarnya sudah masuk dalam tindak penipuan dan bisa dipidanakan. Kendati demikian, dia tidak diproses ke ranah kepolisian. Hanya diminta untuk membuat surat pernyataan, agar tidak mengulangi perbuatannya tersebut. "Kalau ada korbannya yang melaporkan, sudah bisa dipidanakan tindakan penipuan. Di surat pernyataan dia berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Jadi tidak dilanjutkan ke kepolisian," tandasnya.

JANGAN ASAL DONASI

Peneliti keamanan siber dari Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha, dikutip dari katadata.co.id menjelaskan, sebutan “pengemis online” diberikan kepada mereka yang meninggalkan komentar untuk meminta bantuan di media sosial. Beberapa di antaranya bahkan memberikan nomor telepon dan rekening. Fenomena tersebut sebenarnya sudah terjadi sebelum adanya pandemi virus corona. Umumnya, para “pengemis online” mengaku ada kesulitan keuangan, karena anaknya sakit dan lainnya. Sejak adanya pandemi COVID-19, Pratama menemukan banyak “pengemis online” yang mengaku di-PHK atau pendapatannya menurun. Memang, ada yang benar-benar membutuhkan bantuan, tetapi tidak sedikit juga yang menipu. "Yang bisa dilakukan, yakni menyalurkan bantuan lewat lembaga kemanusiaan atau instansi resmi lainnya," ujar Pratama. Beberapa di antaranya yakni Kitabisa.com, Benih Baik, dan lainnya. "Lewat aplikasi tepercaya, minimal ada upaya verifikasi sebelum kampanye penggalangan dana dimulai,” kata dia. "Intinya, jangan sampai malah kita menjadi korban penipuan.” Hal senada disampaikan oleh Spesialis Keamanan Teknologi Vaksincom, Alfons Tanujaya. "Sumbangan sebaiknya disalurkan pada jalur yang tepercaya dan tidak mengenakan biaya,” kata dia. Ia menilai, modus operasi “pengemis online” dilakukan secara intens, dan kemungkinan terorganisasi. Salah satunya tercermin dari rekening bank yang dibagikan oleh mereka. “Pihak berwajib sebaiknya proaktif mengidentifikasi praktik ‘pengemis online’ ini. Lalu, melakukan tindakan yang diperlukan dan memberikan efek jera kepada pelaku," ujar Alfons. Peneliti keamanan siber Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi pun mengimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam berdonasi. “Perlu dicek apakah lembaga untuk berdonasi diaudit secara baik atau tidak," ujar Heru. Di samping itu, bantuan sosial atau donasi sebaiknya diberikan secara langsung kepada orang yang dikenal. "Yang terpenting, pastikan WhatsApp atau direct message permintaan bantuan merupakan orang yang kita kenal," ujar dia. Akan tetapi, perlu berhati-hati juga terkait kemungkinan akun tersebut diretas (hack). Bisa saja para penipu mengambil foto di media sosial orang yang dikenal untuk menipu dan meminta bantuan. Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) RI menyediakan situs https://cekrekening.id. Situs buatan Kemenkominfo ini merupakan portal untuk melakukan pengumpulan database rekening bank diduga terindikasi tindak pidana. Pengumpulan dapat dilakukan oleh siapa saja yang ingin berpartisipasi dan membantu sesama pengguna transaksi elektronik demi menciptakan lingkungan e-commerce yang sehat, aman, dan nyaman. Rekening yang dilaporkan adalah rekening terkait tindak pidana sebagai berikut, yakni penipuan, investasi palsu, narkotika dan obat terlarang, terorisme, dan kejahatan lainnya. Berkaitan dengan fenomena “pengemis online”, Kasubdit Penyidikan dan Penindakan Kominfo Teguh Arifiyadi menyampaikan, pihaknya belum menerima laporan terkait dengan dugaan tindak pidana dalam fenomena minta transfer uang online itu. "Belum ada laporan ke tempat kami. Rekening-rekeningnya juga belum pernah dilaporkan," ujar Teguh dikutip dari CNNIndonesia.com. Karena belum adanya laporan, Teguh mengaku belum dapat menyimpulkan apakah ada unsur pidana yang bisa ditindak oleh pihaknya dan Kepolisian. Jika nantinya tidak ada muatan pidana, dia menilai hal itu murni masalah sosial yang merupakan ranah Kementerian Sosial (Kemensos). Dia berkata Kemensos bisa mendata atau memberikan bantuan akun terverifikasi tersebut sebagai tindak lanjut. "Jika dirasa mengganggu bisa dilakukan penertiban dengan cara mengajukan pemblokiran akun melalui Kementerian Kominfo," ujarnya. (aaa/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: