COVID-19 Masih Pengaruhi Pasar Saham

COVID-19 Masih Pengaruhi Pasar Saham

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Analis Pasar Saham Hans Kwee menganalisa beberapa sentimen yang akan memengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pekan kedua Januari. Baik dari dalam maupun luar negeri. Salah satunya rencana Joe Biden setelah dilantik sebagai presiden AS 20 Januari mendatang. Sepekan lalu pelaku pasar menantikan detail paket stimulus fiskal Presiden Amerika Serikat terpilih Joe Biden. Biden akhirnya mengeluarkan rincian paket stimulus rencana penyelamatan Amerika senilai USD 1,9 triliun. Yang dirancang untuk mendukung rumah tangga dan bisnis menghadapi dampak pandemi COVID-19. Paket mencakup tambahan pembayaran langsung senilai USD 1.400 kepada individual yang membutuhkan. Dan meningkatkan tunjangan pengangguran per minggu menjadi USD 400 sampai September mendatang. “Besarnya paket stimulus yang akan disusul paket stimulus lainnya berpotensi menaikan yield obligasi pemerintah AS. Dan akhirnya dapat menaikan permintaan dolar Amerika sehingga menimbulkan tekanan pada nilai tukar rupiah,” katanya. Menurutnya, nampaknya Biden belum akan berhenti dengan paket pertamanya. Rencana di atas adalah yang pertama dari dua inisiatif pengeluaran besar yang akan diupayakan Biden dalam beberapa bulan pertama masa jabatannya. Ada RUU kedua yang diharapkan hadir pada Februari. RUU kedua akan membahas tujuan jangka panjang presiden terpilih untuk menciptakan lapangan kerja, mereformasi infrastruktur, memerangi perubahan iklim, dan memajukan kesetaraan rasial. Pejabat senior Biden telah mengerjakan rencana stimulus ini. Rencana paket stimulus fiskal yang besar ini telah menaikkan kekhawatiran kenaikan pajak perusahaan dan perseorangan di Amerika Serikat untuk mendanai paket stimulus tersebut. Pernyataan Chairman Federal Reserve (Fed) Jerome Powell yang menegaskan komitmennya untuk mempertahankan suku bunga rendah di masa mendatang, bahkan saat ia menyatakan adanya harapan untuk pemulihan ekonomi yang kuat. “Hal ini menenangkan pasar. Karena beberapa saat sebelumnya beberapa pejabat Fed telah memperingatkan bahwa inflasi bisa naik lebih cepat dari yang diperkirakan bank sentral. Dan mungkin saja memaksa penghapusan beberapa akomodasi kebijakan lebih cepat dari perkiraan anggota FOMC,” sebut direktur Anugerah Mega Investama itu. Saat ini suku bunga acuan hampir nol dan Fed masih membeli obligasi setidaknya senilai USD 120 miliar setiap bulan. Bila ekonomi AS pulih lebih cepat akibat stimulus fiskal yang agresif, diperkirakan akhir tahun Fed sangat mungkin melakukan pengurangan pembelian obligasi di pasar. Kemudian, pelaku pasar mulai memperhatikan laba emiten pada kuartal 4 2020. Akibat berbagai langkah penguncian di akhir tahun diperkirakan laba emiten dalam indeks S&P 500 akan turun sekitar 9,5 %. Penurunan laba tentu membuat sentimen negatif tetapi tidak terlalu diperhatikan pelaku pasar. Hal ini karena diperkirakan laba emiten akan segera pulih pada 2021. Diperkirakan laba emiten pada kuartal pertama 2021 diproyeksikan naik 16,4%. Vaksin dan stimulus fiskal menjadi sebab utama perkiraan naik laba tersebut. Vaksin Moderna telah disahkan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk penggunaan darurat. Dan digunakan untuk warga AS yang berusia 18 tahun ke atas. Masih dilakukan studi tambahan untuk kasus anak-anak karena sistem kekebalannya merespons vaksin secara berbeda dibandingkan orang dewasa. Selain itu, uji coba awal yang diterbitkan di New England Journal of Medicine menunjukkan vaksin covid satu dosis Johnson & Johnson aman dan menghasilkan respons kekebalan terhadap relawan muda dan lanjut usia. “Vaksin ini cukup menjanjikan karena hanya dibutuhkan satu dosis berbeda dengan vaksin lain yang rata-rata membutuhkan dua dosis penyuntikan,” ujar Hans. Di dalam negeri vaksinasi dimulai oleh Presiden Joko Widodo lalu diikuti oleh para kepala daerah. Sejumlah tenaga kesehatan di provinsi yang terdampak parah pandemi virus COVID-19 juga sudah mulai divaksin. Walaupun vaksin Sinovac punya efektivitas lebih rendah dibandingkan Pfizer dan Moderna tetapi diklaim lebih aman. Hans menyebut optimisme vaksin mampu dengan cepat mengatasi masalah pandemi COVID-19 mulai turun. Dari data yang ada, beberapa negara Eropa menerima dosis vaksin yang lebih sedikit dari harapan. Hal ini karena Pfizer, perusaahan farmasi AS dan mitranya BioNTech asal Jerman lambat mendistribusikan vaksin tersebut. Kasus hampir sama terjadi di Amerika Serikat. Di mana target vaksin masih di bawah yang diharapkan. Amerika Serikat berusaha mempercepat proses vaksinasi dengan merilis dosis vaksin yang disimpannya. Pemerintah AS merekomendasikan negara bagian untuk mengimunisasi siapa pun yang berusia 65 tahun ke atas. Vaksinasi saat ini diperkirakan tidak akan banyak membantu selama dua hingga tiga bulan ke depan akibat naiknya kasus. Distribusi dan ketersediaan vaksin yang cepat menjadi kendala utama saat ini. Sementara beberapa pemerintah di kawasan Eropa mengumumkan penguncian yang lebih ketat dan lebih lama. Varian COVID-19 yang menyebar cepat yang pertama kali terdeteksi di Inggris saat ini cukup mengkhawatirkan. Kanselir Jerman Angela Merkel menyerukan tindakan sangat cepat untuk melawan penyebaran virus karena negara itu mengalami rekor jumlah kematian terkait virus. Perancis mengatakan akan memperkuat kontrol perbatasannya. Lockdown ketat juga terjadi di China. Itu setelah melaporkan jumlah kasus COVID-19 harian tertinggi setelah lebih dari 10 bulan. Dan mencatat kematian pertama akibat virus corona dalam delapan bulan. “Hal ini mengakibatkan lebih dari 28 juta orang diisolasi di negara tersebut. Vaksinasi diperkirakan tidak akan banyak membantu selama dua hingga tiga bulan ke depan,” sebutnya. Dan IHSG diperkirakan akan terkoreksi terbatas di pekan ini dengan support di level 6,341 sampai 6,158 dan resistance di level 6,472 sampai 6,500,” imbuhnya. (fey/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: