Dag Dig Dug Setop Pagebluk COVID-19
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mengisyaratkan pemberian vaksin COVID-19 dilakukan secara serentak pada 14 Januari 2021. Para kepala daerah, tenaga kesehatan dan aparat keamanan akan menjadi prioritas. Namun sampai kemarin, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum memberikan izin penggunaannya.
nomorsatukaltim.com - Dalam rapat virtual koordinasi Kesiapan Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19, Selasa (5/1/2021) Gubernur Isran Noor menyatakan kesiapannya disuntik vaksin. "Kita siap vaksin, juga Forkopimda diundang. Bupati dan wali kota juga persiapkan," katanya. Penyuntikan vaksin tingkat daerah dilakukan pada Kamis (14/1/2021) dan Jumat (15/1/2021), atau sehari setelah vaksinasi di tingkat pusat. Isran Noor pada kesempatan itu menyatakan tahap awal, vaksinasi diprioritaskan untuk tenaga kesehatan (nakes) dan asosiasi tenaga kesehatan. Sehari sebelumnya, Kepala BPOM Penny K Lukito mengingatkan vaksin Sinovac yang sudah didistribusikan ke sejumlah daerah belum boleh disuntikkan. Sebab, vaksin itu belum mengantongi izin penggunaan darurat atau EUA (Emergency Used Authorization). "EUA masih berproses, tapi vaksin sudah diberikan izin khusus untuk didistribusikan karena membutuhkan waktu untuk sampai ke seluruh daerah target di Indonesia," kata Penny seperti diberitakan Kantor Berita Antara, Senin (4/1/2021). Proses penyuntikan vaksin hanya boleh dilakukan jika sudah mendapatkan EUA. BPOM, kata Penny, akan terus mengevaluasi uji klinis Sinovac di Bandung, Jawa Barat. Selain itu, BPOM akan terus mengkaji secara seksama berbagai hal terkait vaksin, termasuk data dari berbagai negara terkait uji klinis antivirus SARS-CoV-2 tersebut. Belum keluarnya EUA dari BPOM memantik isu minimnya tenaga kesehatan yang mendaftar vaksinasi. Dalam salinan data Progres Penginputan Data Kesehatan dan Kontak per 31 Desember 2020, tertulis, "Banyak SDM Kesehatan yang tidak bersedia memberikan data dengan alasan tidak mau divaksin". Pernyataan itu tertulis dalam poin ketiga laporan. Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Samarinda, Ismed Kusasih, saat dikonfirmasi mengenai data itu tidak bersedia memberi penjelasan lebih lanjut. "Tanya provinsi (Dinas Kesehatan Kaltim). Itu data dari provinsi," kata Ismed, Senin (4/1/2021). Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kaltim, Setyo B Basuki, membantah data itu. “Data itu tidak benar, karena berdasarkan dari SISDMK (Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan), jumlah nakes yang telah terdaftar sudah 30 ribu lebih,” ujarnya. SISDMK merupakan pusat data tenaga kesehatan yang menjadi sumber data utama. "Ini berarti sudah sebagian besar nakes kita terdaftar," ujar Basuki, dikonfirmasi Selasa (5/1/2021). Basuki mengatakan, vaksin COVID-19 untuk nakes di Kaltim sudah diterima. Semuanya merupakan vaksin buatan Sinovac. Dan vaksinasi baru akan dilakukan setelah izin dari BPOM keluar. Terkait isu itu, Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim, Swandari Paramita menyatakan tidak ada pilihan bagi tenaga kesehatan menolak divaksin. Kecuali dengan alasan yang kuat. Dia mengatakan, kalaupun ada nakes yang belum mengisi data, bukan berarti tidak mau, “bisa jadi tidak sempat,” ujarnya. "Tenaga kesehatan prinsipnya kita menunggu semua, instruksi dari pimpinan institusi kesehatan masing-masing," ucap pengajar di Fakultas Kedokteran Unmul itu. Dia melanjutkan, memang ada beberapa alasan yang memungkinkan nakes tidak bersedia divaksin. Pertama, karena kemungkinan mereka sudah di atas usia yang dipersyaratkan. Kedua, mereka yang tengah hamil atau berencana hamil. Dan para nakes yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Ada beberapa daftar jenis penyakit yang tidak bisa divaksin. Seperti penyakit kencing manis serius, hipertensi berat, dan punya penyakit autoimun. "Kita anggapnya positive thinking saja. Bukan berarti mereka menolak divaksin. Mungkin belum terdata, atau tidak mengisi data karena ada alasan kuat itu," jelas Swandari. Terkait dengan izin melakukan vaksinasi dari BPOM, dia menyatakan sebaiknya ditunggu saja. Sabar. Diperkirakan pekan ini sudah keluar izin itu. Memang ada aturan untuk mengeluarkan izin edar, katanya. Tahapannya bukan hanya berdasarkan standar BPOM sendiri. Tetapi ada crosscheck lagi berdasarkan standar internasional. "Kalau saya bilang ini cuma masalah administrasi saja. Soal penelitian dan uji klinis sudah tuntas," ujarnya. Oleh karena itu, sambung dia, Presiden RI Joko Widodo direncanakan akan divaksin pada 13 Januari. Hal itu, sekaligus untuk meyakinkan masyarakat, bahwa vaksin ini aman. "Memang harus ada role model, makanya presiden akan disuntik duluan." Pola yang sama, juga dipakai di banyak negara. Misalnya, Presiden Amerika Serikat yang terpilih, Joe Biden. Kemudian Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi. Yang memilih sebagai orang pertama divaksin di negaranya. "Jadi kalau pimpinannya sudah suntik, mungkin masyarakat akan mau mengikuti." Secara keamanan, Swandari juga menjelaskan tidak ada masalah dengan vaksin COVID-19 buatan Sinovac itu. Vaksin tersebut adalah versi vaksin dari virus yang dilemahkan. Kekurangannya memang tidak sekuat vaksin yang dibuat dari RNA. Atau rekayasa genetika, meniru RNA COVID-19. Tapi dari sisi keamanan lebih baik dibanding yang lain. Okeh karena itu, vaksinasi dengan vaksin jenis ini dilakukan dua kali pada setiap orang. "Semua ada plus-minus, tapi prinsipnya semua sama, berusaha meningkatkan daya tahan tubuh," tandasnya.TAK MENOLAK
Sejumlah dokter dari berbagai daerah yang dikonfirmasi Disway-Nomor Satu Kaltim tak menolak vaksin. Dokter Agnez yang bertugas di RS Abdul Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda misalnya, sudah terdaftar sebagai calon penerima vaksin. "Mau tidak mau. Karena tenaga kesehatan bersentuhan langsung dengan tenaga pasien," kata dr. Agnes yang mendapat jatah vaksin pada 15 Januari. Dia meyakini, vaksin yang digunakan aman berdasarkan literasi dari hasil penelitian yang dipublikasikan. Vaksinasi harus dilakukan, kata Agenz, agar herd immunity segera tercapai. Soal keamanan, dia mengatakan begini: “Melihat hasil penelitiannya, sepertinya cukup aman.” Pernyataan serupa disampaikan Daulat. Dokter yang bertugas di beberapa rumah sakit dan klinik di Kota Tepian. Ia mengatakan bersedia divaksin karena sudah ada penelitian dan data ilmiahnya. “Makanya saya berani," ucapnya. Dokter Aji Sirafuddin meyakini vaksin Sinovac aman sudah sudah mendapat persetujuan dari BPOM. “Hanya tinggal izin edarnya saja yang belum.” Meski begitu, Aji Sirafuddin tidak menggunakan vaksin Sinovac karena usia. "Secara pribadi memang beda-beda persepsinya. Tapi BPOM sebagai ahlinya sudah menyetujui. Ya diikuti saja. Tapi saya yang sudah 66 tahun tidak bisa menerima vaksin ini. Terpaksa menunggu vaksin yang lain saja. Yang membolehkan usia saya. Katanya akan menyusul nanti masuk," ujarnya. Dia mengatakan, sebaiknya semua tenaga kesehatan mengikuti vaksinasi, dari pada terpapar, ya lebih baik divaksin. "Berpikir yang terbaik saja. Karena tidak bisa dipastikan bahwa kita tidak akan terjangkit," ungkapnya. (das/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: