Fokus Pemkot Samarinda Tahun Ini: Lanjutkan yang Ada Saja

Fokus Pemkot Samarinda Tahun Ini: Lanjutkan yang Ada Saja

Samarinda, nomorsatukaltim.com – Tahun ini Pemkot Samarinda tidak muluk-muluk. Tahap awal, selesaikan program yang sedang dijalankan Wali Kota Syaharie Jaang. Sampai Februari. Usai itu, menanti langkah wali kota yang baru.

Sekretaris Daerah (Sekda) Samarinda Sugeng Chairuddin menyebut hal demikian. Laksanakan program yang sudah dicanangkan sebelumnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Samarinda 2016-2021. “Sekitar 2 bulan lagi sampai Februari, setelah itu kami berkoordinasi dengan wali kota dan wawali terpilih untuk diskusi,” sebut  Sugeng, Minggu (3/2/2021) . Apa programnya, tergantung pembahasan nanti. Yang jelas merupakan prioritas wali kota terpilih nantinya. Pembahasan itu akan masuk dalam RPJMD Samarinda 2021-2026. Untuk saat ini pemkot belum menginventarisasi. Apa saja capaian program selama periode Syaharie Jaang sejauh ini. Namun yang nampak di depan mata adalah normalisasi Sungai Karang Mumus. Dimana segmentasi Pasar Segiri yang menyasar RT 26,27 dan 28 akhirnya berhasil ditertibkan mulai Agustus tahun lalu. Meski sempat diwarnai drama adu mulut , warga akhirnya mengalah. Mereka siap direlokasi. Sementara itu di segmentasi Jalan Perniagaan juga sudah dipercantik dengan keberadaan taman. Soal penganggaran juga pemkot tidak ingin setengah hati. Salah satunya anggaran penanganan COVID-19 pada awal Maret 2020 lalu. Pemkot menganggarkan hampir Rp 336 miliar di APBD murni. Untuk dua bidang. Kesehatan dan bansos. Bukan berarti 2020 tanpa cacat. Pemkot juga menuai kritikan dari Kelompok Kerja (Pokja) 30 khususnya dalam hal penganggaran. Pokja menyebut belanja anggaran untuk kebutuhan birokrasi lebih banyak daripada kebutuhan publik. “Kebutuhan birokrasi paling tinggi. Lebih banyak untuk aparatur pemerintahan. Anggaran tidak berpihak kepada masyarakat,” singgung Koordinator Pokja 30 Buyung Marajo saat refeleksi akhir tahun 2020 di Kantor Pokja, Rabu (30/12/2021) lalu. Pokja mendasarkan pada empat komponen kebutuhan belanja. Koordinasi, birokrasi, peningkatan kapasitas dan sektoral. Selama 2018 hingga 2020. Disebutkan belanja birokrasi tidak pernah kurang dari Rp 1 triliun. Rp 1,265 T (2018), Rp 1,598 T (2019) dan Rp 1,993 T (2020). Tiga komponen belanja lainnya jutru tidak pernah menyentuh angka Rp 1 triliun. “Ini miris, artinya pemerintah hanya sedikit memerhatikan anggaran demi kebutuhan publik,” tambah Buyung. Nah, kembali ke Sugeng. Ia menepis hasil itu. Datanya tidak punya tolak ukur. Dan tak bersifat kuntitatif. Cuma kualitatif. “APBD kami untuk kebutuhan pegawai sekitar Rp 1 triliun. Mungkin sekitar 40 persen dari APBD, tapi itu masih diperbolehkan,” sanggahnya. Kemudian ungkapan lebih banyak untuk belanja pegawai juga harus diklarifikasi. “Data, tolak ukur dan payung hukum ukurannya itu apa. Jarak atau range-nya Juga harus jelas,sebutkan saja nanti kami evaluasi dan koreksi,” sambung Sugeng. Disisi lain ia menyayangkan. Saat pemaparan data pihaknya tidak diundang. “Harusnya kami diundang pada waktu diskusi untuk berikan konfirmasi supaya tidak menjadi opini liar,” pungkasnya. (das/tor/boy)  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: