Soal PTM, Disdikbud Lepas Tangan

Soal PTM, Disdikbud Lepas Tangan

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com – Kontroversi terkait rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) tahun ini terus bergulir. Meski para kepala daerah mengisyaratkan perlunya evaluasi terhadap rencana itu, Disdikbud belum memberikan kepastian.

Bidang Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltim, justru menyerahkan keputusan penyelenggaraan PTM ke pemerintah daerah masing-masing yang melibatkan sekolah, dan orang tua murid. Kepala Bidang Pembinaan SMA, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), Kris Suhariyatno mengatakan pihaknya sedang mengumpulkan laporan dari hasil Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) terkait kesiapan PTM. Sekolah diminta mengirimkan data pokok pendidikan (Dapodik), menyusun pola dan mekanisme pembelajaran di era pandemi. Serta meminta persetujuan orang tua untuk melaksanakan PTM. "Kami meminta MKKS kabupaten/kota untuk merekap itu. Dan menunggu laporan,  berapa persentase orang tua yang setuju melaksanakan PTM," ujar Kris baru-baru ini. Ia menyebut, keputusan melaksanakan PTM sepenuhnya menjadi kewenangan sekolah dan orang tua. Jika salah satu pihak tak menyangupi. PTM tidak akan dilaksanakan. Dan pembelajaran akan kembali dilakukan secara daring. "Kami meminta teman-teman pihak sekolah berkomunikasi dengan orang tua murid.  Kalau nanti PTM dilakukan, ini menjadi tanggung jawab bersama," terangnya. Secara umum, Kris menilai, pihak sekolah telah siap melaksanakan PTM di masa pandemi. Mulai dari menyiapkan item-item protokol kesehatan, sanitasi, hingga skenario pembelajaran. Termasuk penghapusan jam istirahat dan peniadaan kantin di sekolah. Untuk menghindari potensi kerumunan siswa. Jam pembelajaran pun akan dipersingkat. Maksimal, hanya 4 jam per hari. Dan jadwal kelas bergilir. Metode pembelajaran juga akan dilakukan secara hybrid. Melalui daring dan PTM. "Mekanismenya tentu sekolah yang menyesuaikan. Yang jelas siswa tidak akan full masuk sekolah bersamaan. Misalnya kelas 1 masuk Senin dan Kamis. Kelas 2 Selasa dan Jumat. Berikutnya digilir lagi. Dan seterusnya," jelas Kris. Pihak guru juga dituntut menyesuaikan kurikulum pembelajaran. Mereka diminta memilah, mana materi yang harus diberikan secara tatap muka. Dan materi yang bisa diberikan secara daring. Terpisah, Kepala Seksi (Kasi) Kurikulum dan Penilaian SMK, Taufiqur Rohman menyebut. Kebijakan PTM di masa pandemi COVID-19 menjadi keputusan dilematis. Sebabnya, di tengah tuntutan untuk melaksanakan PTM. Penyebaran kasus COVID-19 di Kaltim semakin mengkhawatirkan. Ditambah lagi, seluruh daerah kini berada dalam kondisi zona merah. Hanya Mahakam Ulu yang berada pada zona kuning. Hal ini lah yang menyebabkan, masing-masing kepala daerah belum berani memutuskan pelaksanaan PTM. "Kalau masih zona merah, tidak mungkin kita memaksakan (PTM)," ungkap Taufiq. Meski begitu, ia mengaku pihaknya telah menyiapkan proses pembelajaran PTM di sekolah. Pihaknya meminta, pihak sekolah yang siap melaksanakan PTM untuk saling berkoordinasi menerapkan protokol kesehatan. Baik pada guru mau pun siswa. "Guru harus datang duluan. Kalau datang belakangan, murid bisa berkerumun di sekolah," tegas Taufiq. Ia pun mengakui tak semua sekolah mampu melaksanakan PTM di masa pandemi. Baik karena keterbatasan kemampuan menerapkan protokol kesehatan di sekolah. Maupun karena tak mendapat izin dari orang tua siswa. Jika demikian, pihaknya memperkenankan proses pembelajaran dilakukan secara daring. Seperti yang selama ini dijalankan selama pandemi. Sekretaris Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kaltim, Musyahrim menilai PTM belum memungkinkan dilakukan. Pasalnya, dengan kondisi kasus positif yang terus meningkat di Kaltim. Pelaksanaan PTM riskan menjadi klaster penyebaran virus. Ia juga mengkritisi pemerintah daerah yang terkesan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada sekolah menentukan pelaksanaan PTM. Seharusnya, keputusan PTM melalui kajian bersama. Dan berdasarkan pada rekomendasi tim Satuan Tugas Penanganan COVID-19 di daerah. "PTM harus di pelajari betul-betul. Jangan sekolah menentukan sendiri. Harus ada rekomendasi dari Tim COVID. Kalau tidak ada jaminan, jangan. Berbahaya," tegasnya. Kalau pun nantinya, PTM benar dilaksanakan. Ia menyarankan, pihak Satuan Tugas Penanganan COVID-19 harus membentuk tim pemantau di sekolah. Hal ini dilakukan, untuk menjamin keamanan siswa saat belajar. Serta mengantisipasi kondisi buruk yang mungkin terjadi. Mengingat, penyebaran COVID-19 yang semakin mengkhawatirkan. "Kalau menetapkan sekarang, Januari masuk, itu enggak benar. Seharusnya, jangan dulu ditetapkan kalau keadaan belum aman betul," kata dia. Menurut Musyahrim belum ada laporan sekolah yang siap melaksanakan PTM bulan Januari. (krv/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: