Sidang Perdana, Dirut PT AKU Jadi Pesakitan
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Sidang korupsi dana penyertaan modal Pemprov Kaltim kepada Perusahaan Daerah (Perusda) PT Agro Kaltim Utama (PT AKU), akhirnya bergulir ke meja hijau Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda, Senin siang (30/11/2020).
Dalam sidang perdana dengan agenda bacaan dakwaan, terdakwa atas nama Yanuar, selaku Direktur Utama (Dirut) PT AKU, dihadirkan sebagai pesakitan. Terdakwa dihadirkan melalui sambungan virtual lantaran kini tengah berada di rumah tahanan Polsek Samarinda Kota. Di dalam ruang sidang, tampak Hongkun Ottoh selaku Ketua PN Samarinda, turun langsung mengadili perkara ini. Hongkun Ottoh didampingi Abdul Rahman Karim dan Arwin Kusmanta, selaku hakim anggota.Tampak hadir pula, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Samarinda, Indriasari dan Sri Rukmini. Beserta tim penasihat hukum terdakwa, Wasti, Supiyatno dan Marpen Sinaga. Suara keras ketukan palu yang begitu khas dari Ketua Majelis Hakim Hongkun Ottoh, menandakan sidang perdana kasus korupsi penyertaan modal Pemprov Kaltim dibuka secara umum. Sidang diawali bacaan dakwaan dari JPU Indriasari dan Sri Rukmini. Disebutkan, Perusda PT AKU yang bergerak di bidang usaha pertanian, perdagangan, perindustrian dan pengangkutan darat, telah mendapatkan penyertaan modal dari Pemprov Kaltim sebesar Rp 27 miliar pada medio 2003 hingga 2010. Anggaran itu disetorkan dalam tiga tahap. Pada tahap awal, pemerintah menyetor Rp 5 miliar. Empat tahun kemudian, di 2007 kembali diserahkan Rp 7 miliar. Terakhir pada 2010, pemerintah kembali menyuntik PT AKU sebesar Rp 15 miliar. Yanuar yang kala itu sebagai pucuk pimpinan Perusda PT AKU, bersama dengan rekannya, Nuriyanto, Komisaris PT AKU, menyalahgunakan penyertaan modal yang dikucurkan Pemprov Kaltim. Keduanya melakukan praktik korupsi dengan modus investasi bodong. Dalam aksi keduanya, PT AKU dibuat seolah-olah melakukan kerja sama dengan sembilan perusahaan lain. Namun sembilan perusahaan tersebut adalah fiktif, yang tak lain adalah buatan mereka sendiri. Investasi bodong yang dimaksud ialah, terdakwa dengan sengaja melakukan kerja sama perjanjian terhadap sembilan perusahaan buatannya tersebut, tanpa persetujuan Badan Pengawas dan tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Anggaran yang didapatkan dari Pemprov Kaltim, diinvestasikan ke sembilan perusahaan. Kemudian mereka gunakan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan perusahaan buatan mereka dibuat seolah-olah bangkrut. Dari sembilan perusahaan yang diajak kerja sama, dalam praktiknya, enam perusahaan palsu. Perusahaan fiktif yang mereka buat salah satunya PT Dwi Palma Lestari. Di perusahaan ini, total modal usaha yang mengalir sebanyak Rp 24 miliar. Terungkap, Nuriyanto tercatat sebagai direktur PT Dwi Palma Lestari. Sedangkan Yanuar selaku komisaris. Dalam jangka waktu empat tahun, keduanya selalu bergantian menjadi direktur dan komisaris. Tujuannya agar perusahaan yang mereka dirikan tersebut dianggap memang ada dan masih aktif. Akibatnya, modal usaha itu tidak jelas keberadaannya dan dilaporkan sebagai piutang dengan total modal sekitar Rp 31 miliar. Cara mark up seperti itu dilakukan agar dana jumlah besar yang dikucurkan Pemprov Kaltim dapat dengan mudah mereka kuasai bersama-sama. Akibat perbuatannya itu, PT AKU yang diharapkan Pemprov Kaltim agar dapat memberikan sumbangsih pada pendapatan asli daerah (PAD), justru ikut berakhir bangkrut. Akibat perbuatan terdakwa maupun rekannya itu, Pemprov Kaltim harus menderita kerugian sebesar Rp 29 miliar. Kerugian itu sesuai perhitungan dari pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian negara sebesar Rp 29 miliar, dengan perincian penyertaan modal Rp 27 miliar ditambah laba operasional PT AKU yang digunakan kembali dalam kerja sama dengan pihak ketiga, kurang lebih sebesar Rp 2 miliar. Atas perbuatannya itu, JPU menjerat terdakwa Yanuar dengan pasal 3 Juncto pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI nomor 31 tahun 1999, Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Usai membacakan dakwaan, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa Yanuar atas dakwaannya. Melalui kuasa hukumnya, terdakwa Yanuar tak menyangkal atas dakwaan yang dibacakan JPU dan tidak mengambil langkah eksepsi. "Apa yang dibacakan JPU, terdakwa menerima. Jadi biar langsung masuk ke materi persidangan," ungkap Wasti, kuasa hukum Yanuar ketika dikonfirmasi usai persidangan. Atas pernyataan terdakwa, sidang pun ditutup dan akan dilanjutkan pada 7 Desember mendatang dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi. (aaa/zul)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: