Formulir C6 Rawan
TANJUNG SELOR, DISWAY – Surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih, atau formulir C6, menjadi perhatian serius Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bulungan.
Pasalnya, formulir C6 dianggap rawan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Seperti disampaikan anggota Bawaslu Bulungan dari Divisi Hukum, Penindakan Pelanggaran, dan Penyelesaian Sengketa, Syaifuddin, kepemilikan C6 oleh masyarakat, sangat berpotensi disalahgunakan. Apalagi, pilkada pada tahun ini, digelar di tengah kondisi pandemik COVID-19. Dikhawatirkan warga yang enggan pergi ke tempat pemungutan suara (TPS), untuk menyalurkan hak pilihnya, karena kondisi pandemik, akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. "Kita sama-sama memahami jika saat ini pandemik belum berakhir. Jangan sampai ada yang tiba-tiba datang menyodorkan C6 itu ke petugas KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) pada hari H, tanpa membawa identitas seperti KTP elektronik, langsung dipersilakan masuk," ujar Syaifuddin, Senin (23/11). Dikatakan, menggunakan suara orang lain saat mencoblos, masuk kategori pelanggaran pidana. Berdasarkan Pasal 178 A Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016; setiap orang yang pada waktu pemungutan suara dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum mengaku dirinya sebagai orang lain untuk menggunakan hak pilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp 24 juta, dan paling banyak Rp 72 juta. "Jadi, di sini petugas KPPS wajib memastikan bahwa calon pemilih yang akan memilih nanti, adalah benar orang yang memegang C6. Karena hari ini kita menggunakan masker, susah buat dikenali," kata Syaifuddin. “Apalagi pada Pemilu 2019 lalu, pernah ditemukan C6 dibawa oleh orang yang namanya berbeda dengan data yang ada,” tambahnya. Selain itu, Bawaslu juga menekankan soal penerapan protokol kesehatan, sebagai upaya mencegah terjadinya penyebaran COVID-19 di TPS. Pengawas di tingkat TPS, pun diingatkannya harus bekerja secara maksimal. Dengan betul-betul memastikan bahwa seseorang yang sudah menyalurkan hak pilihnya, diteteskan tinta di jarinya sebagai penanda. "Khusus di pilkada tahun ini, tinta tidak lagi dicelup. Sehingga, dari pengawas di tingkat bawah harus betul-betul memastikan bahwa jari orang yang keluar dari TPS, sudah diteteskan tinta sesuai ketentuan," tegasnya. Selain itu, terhadap orang-orang yang di bilik khusus. Dirinya menyarankan kepada KPU yang menyediakan alat pengukur suhu tubuh, memastikan bahwa alat pengukur suhu tubuh dalam kondisi baik. "Kami khawatir saat mengecek suhu tubuh orang, lantas thermogun itu error, maka ada potensi konflik. Apalagi orang yang beranggapan dirinya baik-baik saja, tapi dicek suhu tubuhnya di atas 37,3 derajat. Ini bisa menimbulkan perdebatan,” ujarnya. */ZUH/REYCek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: