#CeritaMancing Bagian 4: Diganggu Makhluk Tak Kasat Mata

#CeritaMancing Bagian 4: Diganggu Makhluk Tak Kasat Mata

Kukar, nomorsatukaltim.com – Di segmen #CeritaMancing sebelumnya telah diceritakan tentang seorang lawyer yang sudah menjelajah seluruh kawasan Kukar karena hobi mancingnya. Disambung pemburu predator karang di kawasan Pelabuhan Kenyamukan, Sangatta. Di pekan sebelumnya, cerita mancing hadir dari Bontang yang kerap berburu monster laut di kawasan terlarang. Kali ini, cerita datang lagi dari Kukar. Tentang pengalaman pemancing air tawar yang bertemu makhluk tak kasat mata. Dududu.

Namanya adalah Faidil Adha. Seorang jurnalis media lokal yang diam-diam sangat menggilai aktivitas memancing. Baginya, memancing adalah cara melepas kepenatan, mencari ketenangan, sekaligus menguji kesabaran.

Jika umumnya penggila memancing sering mencari tantangan di laut lepas. Faidil lebih suka memancing ikan air tawar. Jadi di waktu senggangnya ia melempar joran di sungai-sungai kecil dan kolam eks tambang di kawasan Tenggarong.

Jika sudah bepergian bersama rekannya mencari spot memancing terbaik. Faidil mengaku sering lupa waktu. Apalagi kalau dapat tempat yang sambaran ikannya intens. Makin lupa waktu lah dia. Namun begitu, selupa-lupa waktunya ia. Urusan perut, tak pernah lewat. Faidil bilang, dirinya itu sebagai pasukan takut lapar.

Tapi kegemaran mencoba spot-spot baru terkadang berakhir zonk. Tak seekor pun ikan ia naikkan. Terutama saat kondisi air yang kurang baik dan berbau. Orang Kutai biasa menyebutnya air bangar.

"Airnya berbau, jadi kadang jukut (ikan) gak mau makan umpan," katanya.

Kendala lain yang kerap ia dapat adalah perkara cuaca. Berangkat dalam kondisi langit cerah. Panas terik, tiba-tiba turun hujan lebat disertai badai. Tentu dalam kondisi itu, ia dan rekan-rekannya tak bisa mengulur jorannya.

Kalau sudah seperti itu. Yang bisa ia lakukan adalah berteduh di mana saja. Asal tidak basah. Malah pernah suatu ketika ia harus menginap di keramba warga karena menunggu hujan reda. Jangan dibayangkan bagaimana tidak enaknya. Menginap di keramba. Karena selain tak ada kasur dan bantal. Serbuan nyamuk juga bukan main rasanya.

Kondisi seperti itu biasa terjadi kalau jarak tempat memancing jauh dari rumah. Sehingga bukan pilihan yang tepat jika harus menerobos hujan. Mau cari penginapan terdekat pun kerap tak ada.

Bicara soal ikan favorit. Faidil menjatuhkan pilihan pada ikan patin. Tarikan patin ini menurutnya sangat kencang. Melawan serta tricky. Karena jika tak tahu teknik menariknya, bisa-bisa lepas dari kail. Kurang lebih seperti memancing udang.

Tapi kalau memancing di kolam eks tambang. Ikan favorit Faidil adalah nila. Sehingga peralatan mancing dan umpannya pun berbeda ketika berburu patin.

Ngomong-ngomong soal kolam eks tambang. Ia pernah mendapat pengalaman tidak mengenakkan. Saat itu ia pergi ke kolam eks tambang pada malam hari bersama rekannya. Baru akan memulai memancing. Tiba-tiba saja ada benda benda besar jatuh ke kolam.

Tak terlihat memang apa benda yang jatuh itu. Hanya efek suara yang tercipta saat bersentuhan dengan air sangatlah besar. Mereka pastikan itu bukan bias gerakan ikan atau makhluk air lainnya. Karena berbeda suara ‘cupakan’ hewan air dan benda besar terjatuh.

Setelah diam dan saling tatap. Mereka berasumsi bahwa itu bukan sesuatu yang biasa. Terlebih suasana tiba-tiba hening dan perlahan makin seram. Situasi makin tak terkendali dan feeling mereka, itu adalah ulah makhluk tak kasat mata. Yang ingin menyapa kedatangan para pemancing di  malam itu atau sebuah peringatan untuk tidak memancing di situ. Mereka pun memutuskan untuk cabut. Alih-alih mengabaikan dan tetap memancing.

"Berhentian mancing, kita langsung mulang (pulang), Bro," ujar pria berkaca mata itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: