Indonesia Ekspor Cangkang Kelapa Sawit ke Jepang

Indonesia Ekspor Cangkang Kelapa Sawit ke Jepang

Sementara itu, Morrison menghadapi tekanan yang menuntutnya agar memangkas emisi gas rumah kaca Australia. Meskipun pemerintahan negara bagian dan daerah di Australia juga mengadopsi target netralitas karbon pada 2050 seperti halnya AS, pemerintah federal Australia belum melakukan langkah yang sama.

Australia merupakan pengekspor utama bahan bakar fosil. Khususnya batu bara. Morrison menyebut, banyak negara telah membuat komitmen iklim.

Legislator independen, Zali Steggali, mengajukan undang-undang iklim kepada parlemen federal untuk meminta target netralitas karbon. Ia menyebut Australlia akan menjadi “golongan paria (kelas terendah) dalam komunitas internasional” jika tidak memperkuat komitmen iklim.

Saat menggarisbawahi keputusasaan Australia dengan kebijakan “America First” (Amerika yang Utama) dari Presiden Trump, Morrison menekankan, Australia akan menyambut AS kembali pada WHO, serta kemungkinan ke perjanjian dagang Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang ditandatangani Australia dan 10 negara lainnya pada 2018.

Pada Minggu (8/11), Morrison juga menyebut Australia akan menyambut AS masuk kembali ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Karena jalan keluar dari resesi global akibat pandemi adalah “perdagangan berbasis pasar. Perdagangan yang adil di bawah aturan yang sesuai dari WTO.”

Saat ini, Australia tengah terlibat dalam hubungan yang memanas dengan China--mitra dagang terbesarnya dalam hal diplomatik dan perdagangan.

Para pengekspor Australia telah menyampaikan keprihatinan mereka bahwa importir China diperingatkan agar tidak membeli tujuh kategori produk dari Australia mulai 6 November.

Menteri Perdagangan Simon Birmingham mengatakan, otoritas China telah menolak “pelarangan serentak pada sejumlah kategori produk”, dan produk-produk Australia tampaknya tengah didistribusikan lewat pelabuhan di China saat ini.

SIKAP INDONESIA

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan langkah Indonesia untuk mendukung ekonomi hijau dan keberlanjutan terus dilakukan. Meski berada di tengah upaya menaklukkan pandemi COVID-19.

“Kami berkomitmen pada target ini. Yakni penurunan gas rumah kaca (GRK) untuk mengurangi dampak negatif perubahan iklim,” katanya dalam paparan pada acara The 7th Singapore Dialogue on Sustainable World Resources (SDSWR) secara virtual, baru-baru ini.

Indonesia menargetkan untuk mengurangi emisi GRK pada 2020 yaitu sebesar 26 persen dan meningkat 29 persen di tahun 2030. Selain itu, Indonesia juga berkewajiban menurunkan emisi karbon di sektor kehutanan sebesar 17,2 persen, sektor energi 11 persen, sektor limbah 0,32 persen dan sektor pertanian 0,13 persen dan sektor industri dan transportasi 0,11 persen.

Luhut memaparkan, Indonesia yang kaya terhadap sumber daya alam juga terus melakukan upaya restorasi dan rehabilitasi mangrove, terumbu karang hingga lahan gambut. Upaya mengurangi kebocoran sampah darat dan plastik ke laut juga dilakukan. Dengan mendorong program mengubah sampah menjadi energi (waste to energy). Dengan pendekatan teknologi.

Pemerintah Indonesia sudah meresmikan tempat pengolahan sampah dengan sistem refuse derived fuel (RDF) di Cilacap, Jawa Tengah, pada Juli lalu. Di mana sampah akan diolah menjadi briket alternatif bahan bakar pengganti batu bara. Penggunaan briket sebagai bahan bakar, khususnya di industri, diyakini bisa menurunkan emisi gas buang dan metana.

“Dengan intervensi teknologi, kami telah mengembangkan waste to energy melalui RDF di Cilacap. Juga pilot project di Bantargebang, Bekasi,” katanya.

Demikian pula dengan pengembangan ekonomi sirkular di Indonesia yang dinilai Luhut berjalan dengan baik. Melalui dukungan banyak pihak. “Soal manajemen hutan, kami begitu merawat hal ini. Beberapa pihak mengkritisi. Tapi beberapa kritik itu bias,” imbuhnya.

Sementara itu, Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan Singapura Grace Fu mendorong peningkatan kerja sama regional di kawasan ASEAN untuk masa depan yang lebih hijau.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: