Momentum Transisi Energi Indonesia

Momentum Transisi Energi Indonesia

“Para pelaku usaha Rusia di bidang energi harus memandang ini sebagai opportunity untuk melakukan investasi di Indonesia. Bukan hanya untuk energi baru dan terbarukan. Tetapi juga pengembangan energi fosil menggunakan clean technology,” ujarnya.

Direktur MKS Group Maxim Zargonov sekaligus Presiden Asosiasi Pembangkit Tenaga Listrik Rusia memperkenalkan perusahaannya yang bergerak di sektor energi dan berpeluang untuk menjadi mitra bagi pengusaha-pengusaha sektor energi di Indonesia. MKS Group telah memiliki beberapa cabang. Di antaranya di Jerman, Kazakhstan dan Uni Emirat Arab.

Menanggapi para pembicara, Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA), Tri Mumpuni, mengatakan pentingnya berinvestasi pada teknologi energi yang berbasis pemberdayaan masyarakat setempat. “Indonesia membutuhkan teknologi pembangkit energi micro-hydro dan micro-geo-thermal untuk dapat dijangkau oleh masyarakat di pulau-pulau terpencil di Indonesia,” ujar Tri.

Hal ini langsung ditanggapi Maxim Zargonov yang mengatakan, pihaknya memiliki teknologi pembangkit listrik tersebut dan siap bekerja sama dengan Indonesia untuk pengembangan teknologi dimaksud. Selain itu, beberapa peserta juga menyampaikan masukan terkait pengembangan bisnis sektor energi di Indonesia.

Sebagai tindak lanjut, KBRI Moskow akan membentuk platform komunikasi yang dapat digunakan oleh pelaku bisnis energi Rusia dan Indonesia untuk merealisasikan kerja sama di bidang energi tersebut.

HADAPI TANTANGAN

ESDM menargetkan penambahan pembangkit EBT sebesar 16,7 gigawatt (GW) dalam kurun waktu 10 tahun. Target ini sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara 2019-2028.

Arifin menilai, masih terdapat beberapa tantangan pengembangan pembangkit EBT. Tantangan pertama adalah keekonomian EBT yang dinilai masih belum kompetitif dibandingkan dengan harga pembangkit berbahan bakar fosil.

“Harga EBT masih relatif lebih mahal dibandingkan pembangkit konvensional,” kata Arifin pada acara daring PLN International Conference on Technology and Policy in Electric Power and Energy 2020, dikutip dari siaran pers, Kamis (24/9).

Kedua, sifat pembangkit yang intermiten. Seperti PLT surya dan PLT bayu. Sehingga memerlukan kesiapan sistem untuk menjaga kontinuitas pasokan tenaga listrik. Sebaliknya, pembangkit EBT yang least cost (ongkos rendah) dan faktor kapasitasnya bagus, seperti PLT air, PLT minihidro, dan PLT panas bumi, umumnya terletak di daerah konservasi yang jauh dari pusat beban. Hal ini mengakibatkan dibutuhkan waktu relatif lama dalam pembangunan. Mulai dari perizinan, kendala geografis, hingga keadaan kahar (longsor).

Terakhir, Arifin menyampaikan, untuk bioenergi, pengembangan pembangkit biomassa maupun biogas memerlukan jaminan pasokan feedstock selama masa operasinya. Meski begitu,ia meyakini Indonesia sebagai negara tropis sangat cocok dan punya potensi besar dalam mengembangkan EBT. Terutama dari pemanfaatan energi matahari. Pasalnya, penyinaran energi surya tersebut di Indonesia lebih panjang dibandingkan negara lainnya.

“Sangat bisa (mengandalkan energi surya). Karena negara tropis. Penyinaran matahari lebih panjang dari negara lain,” ujar Arifin.

Sementara itu, dia tak menampik bahwa porsi batu bara dalam pemenuhan kebutuhan bauran pembangkit listrik masih tinggi. “Realisasi bauran energi untuk tenaga listrik hingga Juni 2020 masih didominasi oleh batu bara,” ungkapnya.

Namun, bauran pembangkit EBT terus mengalami peningkatan. Bahkan melebihi target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020. Pergerakan signifikan ditunjukkan oleh bauran dari pembangkit berbasis air dan panas bumi.

Untuk panas bumi telah mencapai 5,84 persen atau 2.131 gigawatt hour (GWh) dari target 4,94 persen (14,77 GWh). Sedangkan realisasi air mencapai 8,04 persen atau 6.857 GWh dari target 6,23 persen (18,63 GWh). Sementara untuk EBT lainnya, realisasinya mencapai 3,24 GWh atau 0,29 persen. Melebihi dari target yang ditetapkan yakni 1,01 GWh.

Adapun serapan bauran pembangkit gas mencapai 17,81 persen atau setara 175.119 British Billion Thermal Unit (BBTU). Sedangkan serapan bauran pembangkit Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bahan Bakar Nabati (BBN) mencapai 3,75 persen. Dengan rincian volume 0,86 juta kilo liter untuk BBM dan 0,29 juta kilo liter untuk BBN. “Total realisasi produksi listrik sebesar 133.216 GWh,” kata Arifin. (bi/de/mrd/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: