Perang Dagang Amerika dengan China Gagal Total

Perang Dagang Amerika dengan China Gagal Total

Pada Juli 2020, bulan terakhir di mana terdapat data untuk AS dan China, impor China hampir mencapai tingkat pra-pandemi. Hanya sekitar 1 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya. Sebaliknya, impor AS masih sekitar 11 persen di bawah tahun sebelumnya.

Akibat tren tersebut, menurut analisis Vijay Prashad dan John Ross di Asia Times, China akan menjadi pusat pemulihan ekonomi dunia dari resesi akibat pandemi COVID-19. Sedangkan AS hampir tidak memberikan kontribusi apa pun.

Proyeksi global terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan, pada 2020-2021, China akan menjadi mayoritas absolut 51 persen pertumbuhan dunia dan AS hanya 3 persen. Prediksi IMF terbaru untuk AS menunjukkan, Amerika mungkin melebih-lebihkan pertumbuhannya.

Sebagian besar penyumbang pertumbuhan dunia lainnya menurut analisis IMF adalah ekonomi Asia yang memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan China. Yakni Korea Selatan, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia.

Untuk menganalisis situasi global, krisis COVID-19 berdampak sangat dramatis terhadap pola perkembangan ekonomi dunia. Yang terbagi antara negara berkembang dan negara maju.

Data dalam proyeksi IMF menunjukkan, pada 2021 PDB negara maju masih akan berada 3,6 persen di bawah levelnya pada 2019. Sedangkan di negara berkembang akan menjadi 2,7 persen di atas 2019. Ini adalah distribusi utama pertumbuhan ekonomi dunia yang berpihak pada negara berkembang dan meninggalkan negara dengan perekonomian yang maju.

Perkiraan IMF pada April 2020 memperlihatkan, pada 2020-2021, lebih dari 95 persen pertumbuhan ekonomi dunia akan terjadi di negara berkembang. Data World Economic Outlook IMF pada April memproyeksikan, 51 persen pertumbuhan dunia akan terjadi di China dan 44 persen di negara berkembang lainnya. Hanya kurang dari 5 persen pertumbuhan ekonomi dunia yang akan terjadi di negara-negara maju.

Dengan mencoba untuk mengubah orientasi perdagangan dunia dari China dan ke AS, Vijay Prashad dan John Ross menyimpulkan di Asia Times, AS berusaha untuk mengunci negara-negara lain. Agar pasrah pada pertumbuhannya sendiri yang sangat rendah daripada ekonomi China yang tumbuh pesat. Hal ini akan sangat merusak ekonomi negara lain. (mmt/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: