Pertamina Menjaga Asa di Tengah Pandemi

Pertamina Menjaga Asa di Tengah Pandemi

“Harusnya setiap bulan minyak KKKS diambil. Tapi sekarang diambil tiga bulan sekali. Jadi storage Pertamina bisa digunakan untuk menimbun crude dan gasolin,” kata Mulyono.

POSISI SULIT

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menuturkan, posisi Pertamina di masa pandemi ini memang cukup sulit setelah dihadapkan pada penurunan harga minyak dunia sejak awal tahun. Perusahaan migas pelat merah ini juga harus menghadapi kenyataan anjloknya konsumsi BBM masyarakat. Padahal selama ini sektor hilir atau penjualan BBM menjadi andalan untuk mengeruk keuntungan atau sekadar menutupi kerugian dari bisnis hulunya saat harga minyak rendah. Di sisi lain, menurut dia, Pertamina juga memiliki kewajiban moral untuk tetap menyalurkan BBM ke masyarakat. Dalam berbagai kondisi. Termasuk saat pandemi.

“Agak sulit bagi Pertamina sebagai BUMN kalau pun WFH ada kewajiban moral untuk bisa mendistribudikan BBM ke seluruh wilayah di tengah kondisi sekarang sulit. Karena penjualan turun. Sehingga biaya distribusi variabelnya jauh lebih besar. Apalagi ditambah fixed cost,” ungkap dia, Senin (26/10).

Menurut Komaidi, upaya efisiensi sebenarnya coba dilakukan melalui pembentukan holding dan subholding. Yang bisa mendorong integrasi penggunaan berbagai peralataan. Dalam kegiatan operasional Pertamina. Tapi kondisi yang terjadi sekarang ini memang tergolong luar biasa dan sangat langka terjadi. Karena itu, efek dari integrasi juga belum banyak dirasakan.

Langkah Pertamina yang tetap menjaga keberlangsungan operasinya dari hulu maupun hilir, menurut Komaidi, wajar mendapatkan perhatian. Karena jika tidak, bisa terjadi PHK di berbagai industri penunjangnya. “Ujungnya tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung, Pertamina impact yang dirasakan tidak langsung,” kata dia.

Pemerintah, kata Komaidi, bisa ikut mengambil bagian. Turut menanggung tugas yang seyogianya menjadi kepentingan pemerintah. Untuk tetap menjaga perekonomian melalui penyerapan tenaga kerja serta menjaga daya beli masyarakat. Pertamina sebagai BUMN sejatinya hanyalah sebagai instrumen. Kebijakan yang bisa mendukung instrumen itu bisa dilahirkan oleh pemerintah. Menurut Komaidi, dukungan yang diberikan bisa berupa intervensi fiskal maupun non-fiskal.

“BUMN salah satu instrumen. Tapi kebetulan Pertamina misinya salah satu agen pembangunan. Fungsi (pemerintah) enggak bisa dilepas begitu aja ke Pertamina,” ungkapnya.

Komaidi menyarankan Pertamina untuk membangun komunikasi yang baik dengan pemerintah. Guna membahas apa saja dukungan yang dibutuhkan untuk melalui masa sulit ini. “Komunikasi yang baik ke pemerintah harus dibangun. Kalau sampai terjadi layoff, pemerintah juga yang rasakan dampaknya,” ujar dia.

Menurut Komaidi, pemerintah tidak akan rugi jika memberikan insentif ke Pertamina. Karena secara tidak langsung akan berdampak juga ke perekonomian nasional. “Manfaatnya ke pemerintah juga ada. Dengan dikasih insentif. Nilainya Rp 1 triliun. Misalnya untuk menjaga ekonomi. Sehingga bisa hasilkan timbal balik Rp 5 triliun,” kata Komaidi. (de/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: