Industri Berbasis Biodiversity, Kaltim Punya Potensi Tinggi
Untuk tanaman endemik di Kaltim tidak memiliki spesifikasi yang spesial dibandingkan yang ada di tanah Jawa ataupun pulau lain. "Teorinya begini, tanaman akan berbeda karena lingkungan dan kondisi tanah yang berbeda. Pola kandungan senyawa juga berbeda walaupun tanamannya sama. Karakteristik khusus pasti dimiliki," terangnya.
Untuk golongan, kata dia, tiap tanaman pasti punya manfaatnya. Tetapi tergantung pada kadar. Jika kadarnya berlebihan tentu tidak akan ada manfaatnya. "Makanya perlu ada industri farmasi di Kaltim. Perlu ada pengkajian, perlu ada risetnya dan pemberdayaan. Kolaborasi antara farmasi, fakultas kehutanan, dan juga kedokteran," tegasnya.
Salah satu formulator lainnya di Satgas Covid-19 Esti Handayani juga memiliki pendapat sama. Saat ini dirinya dan Fajar Prasetya juga tengah meneliti manfaat dari beberapa tanaman yang ada di Kaltim. Seperti tanaman Sambiloto, Kayu Manis, Kunyit, Mineran, Daun Kelor, dan Jahe.
"Tujuannya (penilitian) untuk meningkatkan imunitas. Orang Indonesia itu senang minum jamu," lugasnya.
Pemberdayaan masyarakat sekitar juga dilakukan. Respons dari warga yang diberikan testimoni pun sangat baik. Beberapa yang sudah mereka hasilkan pun diberikan secara gratis ke rumah sakit. Atau tenaga kesehatan (nakes).
Perlu Kombinasi UMKM dan Industri
Melihat hal tersebut, pengamat ekonomi Kaltim Hairul Anwar mengatakan bahwa peluang industri jamu dan herbal di Kaltim memang bisa bertumbuh pesat. Asal riset dan pemberdayaan bisa dikembangkan.
Dihubungi terpisah melalui telepon seluler, Hairul menyebut statistik global industri tersebut sangatlah besar potensinya. "Pasarnya sendiri akan luar biasa nantinya. Kaltim ini punya lahan. Riset dulu, kemudian pemberdayaan, baru marketing-nya," ucapnya.
Peluang industri tersebut juga bisa dijadikan sebagai industri rumah tangga baru di Kaltim. Ia juga menyampaikan kepercayaan masyarakat luar untuk tumbuhan di Benua Etam cukup tinggi. "Di daerah-daerah besar seperti di Bogor, itu cuma mengemas, kemudian dijual ke luar. Pasarannya sudah ada," lanjutnya.
Penentuan industri pun perlu dipertegas pemerintah. Apakah ingin dijadikan sebagai industri besar. Ataupun usaha mikro kecil menengah (UMKM). "Tapi untuk spesifikasi tanamannya harus dari Kaltim. Penentuan (industri) itu perlu karena tuntutannya juga berbeda," katanya.
Ia juga menyarankan, jika tidak ingin dikotomi, kerja sama perlu dilakukan. Seperti UMKM yang menyiapkan bahan setengah jadi, kemudian untuk finishing di industri menengah dan besar.
Untuk di Kaltim, Hairul melihat pasar industrinya masih kondisional. Baginya, yang paling tepat adanya kombinasi antara UMKM dan industri besar. "Kita jangan mengulang industri jamu di Jawa yang dimana bahan mentahnya dari petani, tetapi packaging dan lainnya di perusahaan besar. Untungnya justru ada di perusahaan," pungkasnya. (nad/eny)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: