Tuntutan Warga Borneo Paradiso Bertambah

Tuntutan Warga Borneo Paradiso Bertambah

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Warga komplek perumahan Borneo Paradiso tak hanya dihadapkan persoalan gugatan pailit pada pengembangan. Mereka juga mengeluhkan  komitmen pengembang menyediakan fasilitas publik. Salah satunya penyediaan air baku.

Menurut seorang penghuni komplek perumahan, pertokoan dan bisnis itu, air yang selama ini disalurkan ke konsumen, kualitasnya buruk dan tidak memenuhi baku mutu.

Ia mengaku pernah menguji kadar kandungan asam (Ph) air yang dialirkan ke rumahnya. Hasil yang didapati Ph air tersebut rendah di bawah standar baku mutu.

Penyebabnya, kata dia, karena pengelola komplek hanya mengambil air permukaan dari sebuah waduk di dalam komplek. Masalahnya, waduk tersebut tidak dikelola dengan baik. Ditambah lagi, airnya tidak diolah dengan sistem treatment yang bagus.

"Akhirnya, air yang mengalir ke rumah itu warnanya kuning. Keruh. Kalaupun sudah memakai penyaring di rumah masing-masing, masih tetap begitu," jelas konsumen itu, ketika ditemui di rumahnya Minggu (6/9/2020) lalu.

Ia dan konsumen lain sudah pernah menuntut perbaikan kualitas air waduk itu. Namun, upayanya tidak membuahkan hasil. Tidak ada perbaikan yang dilakukan pengelola perumahan.

"Di sini kita pakai air dari waduk itu hanya untuk keperluan tertentu saja. Soalnya, jangankan untuk diminum, dipakai mandi saja kulit jadi gatal-gatal," keluhnya.

Dia mengatakan, dulu pengembang pernah mencoba mengambil air tanah. Melakukan pengeboran di lima titik. Meskipun perizinan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) hanya untuk satu titik. Namun nyatanya, cadangan air bersih perumahan tersebut belum juga mencukupi.

Stok di waduk pun terbatas. Sehingga air tidak mengalir selama 24 jam. Warga terpaksa harus menyiapkan penampung. Selain menyediakan penyaring sendiri di rumah. Mereka yang tidak memiliki wadah untuk menampung, harus sabar menunggu giliran dialiri.

"Jadi perumahan ini hanya mengandalkan air hujan. Kalau habis stoknya ya tidak tercukupi. Andai kata kemarau lebih dari enam bulan. Ya "wes" kita di sini," tuturnya.

Ironisnya lagi, sistem perhitungan tarif retribusi air dianggap tidak realistis. Sebab, nominal yang dibayarkan kadang tidak sesuai  dengan kapasitas air yang diterima.

"Itu meterannya sepertinya hanya menghitung angin yang dipompa. Tidak ada airnya," kata dia.

Persoalan ketersediaan air ini, lanjutnya, adalah masalah menahun. Yang membelit para penghuni Borneo Paradiso.

Berkali-kali warga mengeluh, protes ke pengembang. Namun tak pernah ada solusi. Hanya diberikan janji-janji palsu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: