Menjaga Ketahanan Pangan Menghadapi Ancaman Resesi

Menjaga Ketahanan Pangan Menghadapi Ancaman Resesi

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Ketahanan pangan menjadi fokus pemerintah dalam menghadapi wabah pandemi COVID-19 saat ini. Apalagi, ekonomi nasional yang terkontraksi hingga 5,32 persen di kuartal 2 tahun ini. Menjadi peringatan akan tanda resesi ekonomi yang akan melanda Indonesia.  

Dampak dari resesi ekonomi tersebut akan muncul PHK, daya beli masyarakat menurun, dan harga-harga kebutuhan pokok yang melonjak. Ketersediaan dan keterjangkauan pangan akan menjadi masalah baru.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memastikan. Pihaknya akan berusaha untuk menjaga ketahanan pangan Nusantara. Ia menyebut, dalam kondisi resesi ekonomi. Sektor pertanian tidak akan tergganggu terlalu besar.

"Dampaknya ada. Tapi masih dibutuhkan orang. Tidak ada orang tidak butuh makan. Di sisi itu, kita butuh pertanian. Jadi bisa terus diakselerasi lagi dan dipersiapkan," katanya dalam webinar yang diselenggarakan digelar Sekolah Politik Indonesia (SPI), Kamis (13/8). 

Ketahanan sektor pertanian ini, terbukti. Selama COVID 19, meski nilai ekspor dari sektor ini sempat menurun. Kini, ekspor pertanian kembali tumbuh sebesar 15,4 persen.

Pihaknya juga menyebut stok beras nasional masih mencukupi untuk kebutuhan pangan masyarakat. Memasuki waktu musim tanam (MT) II, tahun ini. Kementerian Pertanian (Kementan) menarget tanam padi seluas 5,8 juta hektare. Dengan target produksi 13 juta hingga 15 juta ton beras di MT II.

"Luasan lahan pertanian kita 7,46 juta hektare. Masuk ke musim tanam II, sesuai perkiraan BMKG terjadi kekeringan. Jadi tinggal 5,8 juta hektare. Kita pilih wilayah yang irigasinya tersedia," ujar Syahrul.

Dari target tanam di MT II ini, ungkap Syahrul, sudah sekitar 78 persen yang terealisasi. Pihaknya juga sudah mengantisipasi rasio hingga 4 persen untuk kemungkinan hama penyakit tanaman dan bencana banjir. Dari pengurangan rasio tersebut, total produksi masih diprediksi aman.

Selain itu, dalam upaya menjaga ketahanan pangan di masa pandemi, pihaknya telah melakukan berbagai agenda pengembangan dan peningkatan sektor pertanian. Di antaranya adalah intensifikasi lahan. Dengan membuka 30 ribu hektare lahan existing baru di Kalimantan Tengah.

Pihaknya juga menekan angka komoditas impor pertanian. Terutama untuk kebutuhan gula, daging sapi, dan bawang putih. Dengan meningkatkan produktivitas kebutuhan komoditas tersebut di beberapa wilayah.

Untuk mengurangi ketergantungan kebutuhan pangan beras. Kementan juga memiliki program diversifikasi tanaman pangan lokal. Mulai dari talas, jagung, ubi kayu, sagu, kentang, pisang, dan ubi jalar. "Kita petakan, satu provinsi satu komoditas. Misalnya talas di Jawa Barat," ungkapnya.

Oleh karena itu, ia mengimbau masing-masing pemerintah daerah untuk mendukung program tersebut. Sebagai penguatan cadangan logistik pangan selain beras. "Sekarang harus kita tanamkan, kenyang tidak harus dengan beras lagi," pesannya.

Terakhir, Syahrul menyampaikan, ia mengajak kepada para masyarakat di wilayah perkotaan. Terutama milenial. Untuk melakukan pengembangan pertanian modern atau smart farming. Dengan memanfaatkan lahan marginal di lingkungan sekitar. Hal ini adalah upaya untuk menyikapi ketergantungan pada alam. Dan mewujudkan kemandirian pangan masyarakat. (krv/eny)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: