Pemerintah Tidak Fokus Jalankan Program untuk Keluar dari Resesi

Pemerintah Tidak Fokus Jalankan Program untuk Keluar dari Resesi

Warga Desa Tanjungkarang, Jawa Tengah, menerima BLT Dana Desa di tengah pandemi. (ANTARA)

Jakarta, nomorsatukaltim.com - Pandemi corona belum berakhir. Saat ini masih menginfeksi ratusan negara di dunia. Termasuk Indonesia. Dampaknya, perputaran ekonomi mengalami hambatan. Bahkan perekonomian negara-negara di dunia terancam jatuh ke jurang resesi. Diketahui, negara-negara di Asia yang sudah mengumumkan resesi adalah Jepang, Singapura, Filipina, dan Korea Selatan.

BPS melaporkan, produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada kuartal II-2020 minus 5,32 persen. Secara kuartalan, ekonomi terkontraksi 4,19 persen dan secara kumulatif terkontraksi 1,26 persen. Sementara itu, kontraksi itu lebih dalam dari konsensus pasar maupun ekspektasi pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang berada di kisaran 4,3 persen sampai 4,8 persen.

Apabila benar pertumbuhan ekonomi masih minus pada kuartal III-2020, hal ini menjadi resesi pertama yang dialami Indonesia sejak 1998.

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menyampaikan, resesi bisa terjadi jika PDB Indonesia masih mengalami angka negatif pada triwulan III.

“Jadi resesi itu kalau tumbuh negatif dua triwulan berturut-turut. Asalka di triwulan III Indonesia tidak tumbuh negative, ya Indonesia tidak masuk resesi,” ujar Enny belum lama ini.

Dia mengatakan, supaya ekonomi Indonesia pada triwulan III tidak negatif, maka harus betul-betul dijaga dua faktor utama yang menjadi penentu: konsumsi rumah tangga dan investasi. “Investasi terbesar adalah UMKM. Jadi kalau Indonesia enggak pengin tumbuh negatif di triwulan III, ya tinggal mengelola dua hal itu saja,” lanjut Enny.

Selain itu, pemerintah harus memikirkan bagaimana daya beli masyarakat ini bisa ditopang. Supaya tidak anjlok minus. Agar UMKM masih bisa bertahan.

Menurutnya, setidaknya pada triwulan III pertumbuhan ekonomi Indonesia harus positif. “Meskipun positifnya hanya 0,5 atau 0,1. Yang penting positif. Itu biar Indonesia tidak resesi,” ujar dia. Enny menuturkan, kini apa yang dilakukan pemerintah justru tidak fokus.

Diketahui, jika terjadi resesi, maka bisa menyebabkan deflasi atau penurunan harga. Tapi resesi yang berkelanjutan justru menyebabkan hyper inflasi (kenaikan harga sangat tinggi). Selain itu, selama resesi ekonomi, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan memebuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan turun.

Dia menjelaskan, penyebab Indonesia pada triwulan II tumbuh negatif karena terdampak pandemi corona. Kendati demikian, supaya tidak tumbuh negatif, Indonesia harus menunggu pandemi corona selesai. Agar triwulan III tidak tumbuh negatif. “Persoalannya ini malah corona makin naik. Bukan melandai. Kalau kayak gini, Indonesia resesi juga,” ujar Enny.

Meski berpotensi resesi, Enny mengungkapkan, setidaknya Indonesia tidak cepat resesi seperti negara-negara lain yang telah terlebih dulu mengalami resesi.

Dia menambahkan, pandemi corona dimungkinkan masih akan berlangsung lama di Indonesia. “Memang betul corona ini kemungkinan besar tidak dalam jangka pendek. Walaupun antivirusnya sudah ditemukan. Tetapi antivirus itu tidak langsung diproduksi secara massal. Harus ada uji coba dan sebagainya yang memerlukan waktu lama,” lanjutnya. (kmp/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: