Realisasi Belanja Masih Rendah, PPU dan Mahulu Ditegur Mendagri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menegur beberapa daerah yang realisasi belanja anggarannya masih rendah. Dua kabupaten di Kaltim pun terkena teguran, yakni Penajam Paser Utara dan Mahakam Ulu. nomorsatukaltim.com - Pencapaian pendapatan daerah Penajam Paser Utara (PPU) hingga jelang akhir 2021 termasuk dalam yang terendah se-Indonesia, hanya mencapai sekira 40 persen. Hal itu disampaikan melalui Rakor Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2021 se-Indonesia saat COVID-19 secara virtual, Senin (22/11) lalu. Saat itu, rakor diikuti oleh Asisten 1 Setkab PPU, Sodikin beserta jajaran. Dalam pemaparan Mendagri Tito Karnavian, per 19 November 2021 pendapatan gabungan seluruh kabupaten/kota mencapai 76,19 persen. Menurutnya, minimnya serapan ini tidak bagus. Karena belanja daerah akan mendorong bertambahnya uang beredar di tengah masyarakat. Dampaknya, daya beli dan konsumsi di tingkat rumah tangga juga akan meningkat, yang mana ini tidak terjadi jika serapannya minim. Selain itu, belanja APBD juga dapat menstimulus pihak swasta yang keuangannya tengah mengalami kontraksi akibat pandemi COVID-19. "Karena kita tahu bahwa lebih dari Rp 700 triliun anggaran dari pemerintah pusat itu ditransfer ke daerah, dan daerah juga memiliki ruang fiskal dari pendapatan asli daerah maupun dari sumber lainnya yang sesuai dengan undang-undang," katanya, dikutip dari Harian Disway Kaltim - Disway News Network (DNN). Ia mengingatkan kepada daerah-daerah yang realisasi belanjanya masih rendah agar mempercepat realisasi belanjanya. "Mungkin ada kontrak-kontrak yang memang harus dibayarkan di akhir tahun, mudah-mudahan itu, silakan digunakan, silakan untuk dibayarkan sesuai dengan aturan," katanya. Untuk mendorong percepatan realisasi APBD, Mendagri pun akan melakukan monitoring dan evaluasi mengenai realisasi APBD setiap minggunya. Kemendagri juga akan menerjunkan tim dari Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Ditjen Bina Keuangan Daerah ke daerah untuk memantau percepatan realisasi tersebut. Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Keuangan Daerah per 19 November 2021, dari 34 provinsi, hanya 8 provinsi yang angka realisasi belanja APBD-nya di atas 70 persen. Sementara itu, 26 provinsi lainnya realisasi belanja APBD diketahui masih di bawah 70 persen. Daerah-daerah tersebut, di antaranya Provinsi Papua, Sulawesi Barat, Papua Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, Aceh, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Jambi. Data Kemendagri juga mencatat ada kabupaten dengan realisasi belanja APBD-nya di bawah 50 persen, yakni Tolikara, Penajam Paser Utara (PPU), Yalimo, Mamberamo Raya, Mahakam Ulu, Pegunungan Arfak, Lahat, Enrekang, Raja Ampat, dan Kupang. Disebutkan pula, kota dengan realisasi belanja yang masih terbilang rendah, di antaranya Cimahi, Tanjung Balai, Sorong, Sibolga, Bau-Bau, Batu, Kendari, Singkawang, Subulussalam, dan Palembang.
TUDING DEFISIT
Menanggapi itu, Plt Sekretaris Kabupaten (Sekkab) PPU, Muliadi menuturkan, lumrah saja Kemendagri memberikan teguran itu. Ia menjelaskan, rendahnya serapan itu terjadi karena kondisi keuangan negara yang memang sedang tidak baik-baik saja. "Serapan rendah karena uangnya memang segitu yang dikasih pemerintah pusat. Ini belum didalami oleh pemerintah pusat," ujarnya, Senin (29/11/2021). Karena, sambungnya, untuk serapan fisik APBD 2021 hingga November 2021, Muliadi mengklaim telah seratus persen. "Tapi secara fisik, kita seratus persen," tandasnya. Adapun hingga akhir November ini, dana transfer ke daerah dan Dana Desa dari pusat baru mencapai sekira 51 persen. "Tapi itu baru sampai November ini. Kalau sampai Desember, diperkirakan masuk semua itu," ucap Muliadi. Defisit dituding menjadi dalangnya. Proyeksi pendapatan yang dituangkan dalam APBD murni 2021 tidak sesuai dengan realita. "Ya karena ada defisit itu," imbuhnya. Diperkirakan, Pemkab PPU mengalaminya defisit APBD mencapai Rp 850 miliar. Jumlah ini belum diketahui secara pasti. Karena tahun ini PPU tidak melaksanakan pembahasan APBD Perubahan. Ketua DPRD PPU Jhon Kenedi menanggapi serupa. Tidak adanya pembahasan APBD Perubahan 2021 itu menjadi penyebab Pemkab tak dapat melakukan penyesuaian. "APBD kita itu tidak disesuaikan. Seandainya Rp 1,2 triliun, ya serapannya sudah 80 persen lebih," jelasnya. Untuk diketahui, APBD 2021 yang disahkan tahun lalu itu sebesar Rp 1,79 triliun. Dengan tak adanya pembahasan APBD Perubahan, maka diasumsikan semua pekerjaan yang dituangkan dalam Perda APBD 2021 itu wajib dijalankan. "Karena target pendapatan tinggi, dan pendapatannya kurang, sehingga terjadi seperti itu. Kalau pendapatannya ada, ya habis sudah itu terserap," tutup Jhon. RSY/ZULCek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:

