Bankaltimtara

Keterbukaan Informasi Publik di Era New Normal

Keterbukaan Informasi Publik di Era New Normal

Salah satu cara terbaik untuk menuntun tindakan publik dalam menyukseskan pengendalian COVID-19 di era kenormalan baru ialah merumuskan segala norma dalam regulasi yang sifatnya mengikat. Semua diskusi bahkan statemen dari para pihak hendaknya kembali mengacu kepada regulasi tersebut. Dengan demikian, akan diperoleh kepastian hukum di tengah masyarakat.

Sebagai contoh, ketika berbicara dalam program Apa Kabar Indonesia Malam (TVOne, 30/5), Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Dany Amrul Ichdan menyatakan, new normal hanyalah salah satu tahapan yang diukur berdasarkan sektor-sektor yang memberi dampak signifikan.

Menurutnya, pemerintah juga telah menyiapkan skenario terbaik dan skenario terburuk. Selain itu, pemerintah juga menggunakan angka-angka faktual yang akuntabel terkait epidemiologi, jumlah kasus PDP, dan jumlah pasien yang sembuh.

Hemat saya, agar tidak berhenti sebatas wacana, hal tersebut mestilah dicantumkan secara tersurat dalam suatu bentuk aturan yang memiliki legalitas. Misalnya saja tentang kenormalan baru sebagai salah satu bagian dalam tahapan pemulihan.

Jika itu terekam dalam bentuk regulasi, maka penafsiran yang bermacam-macam dari masyarakat dapat dihindari. Misalnya, apakah transisi menuju new normal atau Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL) yang sementara disiapkan Pemprov DKI Jakarta pasca-PSBB itu sebagai bagian dari tahapan menuju kenormalan baru tersebut?

Sebab jika kita merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) Nomor: HK.01.07/MENKES/328/2020, kita tak pernah menemukan tahapan-tahapan tersebut. Padahal inilah pengaturan yang menjadi landasan hukum bagi pemberlakuan kenormalan baru.

Demikian juga dengan pernyataan bahwa semua keputusan yang akan diambil pemerintah mempertimbangkan kajian epidemiologi dan angka-angka faktual terkait COVID-19. Tentu kita bersepakat dengan pernyataan ini. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak semata-mata hanya menimbang kepentingan sektor ekonomi dalam penanganan pandemi.

Tapi kalau KMK di atas diperiksa, maka kita tidak menemukan penjelasan signifikan yang mengatur soal ini. Yang ada justru pengaturan protokol bekerja di perkantoran dan industri selama masa PSBB.

Sementara PP No.21/2020 menyebutkan, PSBB paling sedikit meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum (Pasal 4). Lazimnya, norma hukum yang lebih rendah mencari validitasnya pada norma hukum yang lebih tinggi.

Keterbukaan atau transparansi, tingkat akurasi dan kecepatan informasi, serta cara yang mudah dijangkau dan bahasa yang mudah dipahami publik, merupakan dimensi-dimensi yang sepatutnya menyertai komunikasi publik penyelenggara negara. Dalam memandu tindakan publik di era kenormalan baru ini.

Dengan cara itu, akan tercipta pemahaman, kesadaran bersama, dan kepercayaan publik (public trust). Dan gerakan penanganan COVID-19 pun akan bertumbuh menjadi semacam orkestra: terpadu, koheren, dan menuju pada tujuan yang sama. Barangkali itu! (*Penggiat Literasi dan Mantan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Kalimantan Timur)

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: