Lebih Murah, Mayoritas Pembangkit PLN Memanfaatkan Batu Bara

Senin 29-06-2020,19:07 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih mendominasi jumlah pembangkit listrik di Indonesia. Melimpahnya batu bara menjadikan energi tersebut lebih ekonomis. Tanpa harus impor. Lalu, bagaimana dengan energi baru terbarukan? Yang ditarget 23 Persen hingga 2025.

-----------------

YUSKAR Radianto adalah sosok yang ramah. Ketika Disway Kaltim menemuinya, manager PLN Unit Pelaksana Pengendalian Pembangkitan (UPDK) Balikpapan itu, menyambut terbuka. Ia menceritakan instalasi listrik di Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara) secara gamblang.

Awalnya, yang ingin ditemui GM UIW wilayah Kaltimra, Sigit Witjaksono. Namun ia merujuk Yuskar untuk membahas persoalan yang lebih teknis. Pekan lalu, Sigit sudah menyampaikan pula terkait rencana usaha pembangkit listrik (RUPTL) 2019 -2028. 

Ketika ditemui di kantornya di PLTU Teluk Balikpapan. Di kawasan Kariangau. Yuskar menceritakan alasan mengapa pembangkit PLTU mendominasi produksi energi listrik PLN. Karena hal itu memang mengacu pada RUPTL sebelumnya. Yang telah ditetapkan pemerintah. Pertimbangan lainnya, adalah sumber daya batu bara yang dimiliki negara Indonesia. Jumlahnya melimpah. Tidak perlu harus impor.

Energi pemanfaatan batu bara ini juga untuk mengurangi pemakaian bahan bakar minyak bumi. Biaya operasionalnya jauh lebih tinggi ketimbang pembangkit batu bara. Karena itu, beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke depannya akan menjadi back up saja. 

“Potensi batu bara di wilayah Kalimantan juga melimpah. Sehingga tidak perlu impor. Biaya operasional memang jauh selisihnya,” kata Yuskar Radianto, saat dijumpai Jumat (26/6).

Menurut dia, bahan bakar batu bara yang digunakan untuk PLTU, yaitu batu bara yang kalorinya lebih rendah. Harganya lebih murah dan mengurangi biaya operasional.

“Seperti PLTD di Penajam dan Batakan juga setop, mengingat biaya operasionalnya tinggi. Pembangkit digunakan saat dibutuhkan atau ketika ada gangguan pada sistem lainnya. Sehingga standby saja,” jelas Yuskar.

ENERGI BARU TERBARUKAN (EBT)

Berbicara tentang pengembangan pembangkit dengan energi baru terbarukan, kata dia, PLN akan terus meningkatkan bauran atau komposisi pembangkit yang menggunakan energi baru terbarukan. Saat ini, berdasarkan data yang diperoleh media ini, realisasinya baru 2,7 persen (Hidro dan Biomass).

Komposisi bauran energi di Kaltim, yakni ditopang oleh independent power producer (IPP) atau perusahaan swasta sebesar 37 persen, PLN 57 persen dan Excess power—pembelian energi listrik dari perusahaan-perusahaan lokal yang mempunyai pembangkit (captive power) sebesar 6 persen.

Ia mengakui, saat ini kapasitas menggunakan bahan bakar energi terbarukan masih rendah di banding pembangkit batu bara. “Karena untuk energi terbarukan juga harus menyesuaikan kondisi daerah dan potensi sumber daya alam yang tersedia,” katanya.

Di sistem pembangkit wilayah Banjarmasin sudah ada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Keberadaan PLTA itu ada sejak zaman kepemimpinan Presiden Soeharto. “Untuk di Banjarmasin kapasitasnya sekitar 30 Megawatt,” sebutnya.

Upaya PLN untuk meningkatkan bauran energi terbarukan terus dilakukan. Sejak empat tahun terakhir. Bahkan pada 2025 mendatang, ditargetkan pemanfaatan energi terbarukan mencapai 23 persen. 

Tags :
Kategori :

Terkait