Muhammad Irsanie; Pengabdi Negara, Pelindung Buaya

Sabtu 13-06-2020,11:04 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Perburuan binatang dengan nama latin Crocodylus siamensis tak terbendung. Hampir saban malam, ada saja warga yang melakukan perburuan di sepanjang bantaran sungai Sambaliung.

“Akhirnya saya berpikir, kalau diburu terus, anak cucu saya nanti cuma tahu nama, tapi tak bisa melihat wujud aslinya lagi,” kata Irsanie.

Pada 1999, dia memutuskan bikin penangkaran buaya. Kandang buaya itu, ujar Irsanie, untuk menampung buaya yang ia beli dari para pemburu. Tujuannya untuk melindungi, agar suatu saat bisa dilepas kembali.

Tapi kabar soal adanya pembeli buaya semakin meningkatkan perburuan. Pemburu menjadikan kesempatan itu sebagai lahan meraup rupiah. Mau tak mau setiap kali usai membeli buaya Irsanie selalu mengingatkan jangan ada lagi perburuan. Tapi masih ada saja yang menangkap reptil ganas itu.

Setidaknya, kata peraih Kalpataru ini, terlihat dari banyaknya buaya yang ia tangkar. “Saat itu, jumlahnya mencapai 300 ekor,” ucap Irsanie. Tapi jumlah itu bukan hasil pembelian dari pemburu. Sebagian hasil tangkapan dari perkampungan supaya tak mengganggu warga.

Habiskan Miliaran untuk Beli Pakan Badas

Semenjak pensiun dari aparatur sipil negara tahun 2018, Irsanie mengaku sudah tak sanggup lagi membelikan pakan. Berbeda ketika peliharaannya masih berusia bulanan, pakannya hanya udang kecil yang mudah ditemukan di bantaran kali. Ia hanya butuh berjalan kaki beberapa puluh meter dari rumahnya saat matahari mulai terbenam.

Tapi usia buaya terus bertambah. Ukuran tubuhnya pun membesar. Udang tak mampu lagi mengatasi rasa lapar. Sasaran berikutnya adalah ayam. Dalam seminggu, Irsanie harus merogoh kantong cukup banyak. Ia harus merelakan sebagian gajinya sebagai ASN mengalir ke empang.

Tak kurang Rp 1 juta dikeluarkan buat ngasih makan buaya. “Uang itu hanya mampu membeli makan untuk 2-3 kali saja dalam seminggu,” kata Irsanie.

Padahal, ketika awal, ia sanggup memberi makan peliharaannya dua kali sehari. Irsanie mengaku kerap kesulitan keuangan untuk membeli pakan buaya peliharaannya. Selain jatah makan berkurang, tak jarang di lain waktu, buaya-buaya itu hanya makan ceker, kepala atau isi perut ayam.

Irsanie cukup beruntung jika ada ayam yang sakit dan mati. Itu berarti Irsanie dapat ‘potongan harga’.

“Kalau (harga ayam) sudah Rp 30 ribu sampai Rp 40 ribu per kilogram sudah tidak sanggup (beli),” imbuhnya. “Selama 20 tahun, saya sudah menghabiskan biaya sekira Rp 2 miliar hanya untuk pakan saja.”

Muhammad Irsanie

Pengabdi Negara, Pelindung Badas

Tags :
Kategori :

Terkait