Belajar Online di Pelosok Terkendala Jaringan Internet dan Listrik 

Selasa 19-05-2020,15:01 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Samarinda, DiswayKaltim.com – Ketersediaan jaringan internet menjadi kendala menjalankan kebijakan belajar dari rumah. Seperti diketahui, sejak mewabahnya COVID-19, pemerintah mengeluarkan kebijakan aktivitas belajar dilakukan dari rumah. Mulai dari tingkat sekolah dasar (SD), sampai perguruan tinggi. Menggunakan sistem online. Staf Khusus Presiden RI Billi Mambrasar mengatakan, ternyata sistem ini banyak menemukan kendala. Terutama bagi para siswa-siswi dan pelajar yang tinggal di daerah pelosok. Tidak memiliki jaringan internet. Ataupun, keluarga yang gagap teknologi (Gaptek). Billi mengatakan di Pulau Jawa hampir 50 persen daerah telah memiliki jaringan internet. Sementara di Nusa Tenggara dan Bali hanya sekitar lima persen. Bahkan Maluku dan Papua hanya sekitar dua persen. “Artinya, hampir sebagian besar di Indonesia daerahnya tidak memiliki akses internet,” sebutnya. Dalam kondisi pandemi seperti ini. Tidak ada pilihan lagi bagi mereka bisa kembali belajar. Pertemuan secara fisik tidak lagi dilakukan. Secara online pun terkendala. Karena tidak adanya fasilitas internet. Di sisi lain, Billi mengungkapkan, menurut survei Global Web Index, pelaku pengguna internet di Indonesia hampir 195 menit per hari per orang, digunakan untuk sosial media. “Bisa disimpulkan pengguna internet tidak untuk belajar. Melainkan kesenangan diri,” tambahnya. Melihat kondisi tersebut, pemerintah pusat melalui Menteri Pendidikan, akhirnya kembali mengambil keputusan untuk memanfaatkan media televisi sebagai media pembelajaran. Bekerjasama dengan televisi pelat merah, TVRI. “Kebijakan ini kembali mendapat tantangan. Yaitu, kepada daerah yang tidak memiliki layanan listrik. Ataupun, mendapatkan listrik yang tidak 24 jam. Hanya dialiri pada malam hari,” katanya, saat menjadi pemateri dalam diskusi yang difasilitasi oleh Rumah Milenial Indonesia (RMI) Chapter Kaltim, menggunakan sistem daring, Minggu (17/5). Kondisi ini yang masih menjadi bahan diskusi pemerintah pusat. Karena kondisi pandemi ini juga, akhirnya sebagian pihak sadar kondisi pendidikan yang terjadi di Tanah Air. “Banyak yang harus dibenahi untuk pendidikan di Indonesia,” cetusnya. Sehingga, dibutuhkan modul untuk membimbing para pelajar melakukan kegiatan belajar dari rumah. Agar memudahkan orang tua atau keluarga melakukan bimbingan. “Kalau tidak ada modul tersebut, percuma konten-konten pendidikan yang muncul di internet atau di televisi yang bertujuan untuk proses pembelajaran,” jelasnya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menambahkan, selain menggunakan internet dan televisi, proses pembelajaran dari rumah ini juga menggunakan radio. Karena, memang para petani atau daerah di pelosok banyak yang masih menggunakan media ini. Walaupun, kondisi ini sebenarnya menjadi tantangan baru di dunia pendidikan Tanah Air saat ini di masa pandemi. Pemerintah masih mencari cara, agar pendidikan dapat merata hingga sampai ke daerah pedalaman. Pemerintah pusat membutuhkan peran aktif pemerintah daerah. Terkhusus Dinas Pendidikan. Karena, dari mereka melakukan pendataan kondisi sekolah yang berada di pedalaman yang memang membutuhkan bantuan. Tapi, selama ini, kendala ada pada data Kementerian Pendidikan tidak update. Seperti, jumlah siswa pada satu sekolah. Misalnya, data yang ada, jumlah siswa di satu sekolah berjumlah 100 orang. Padahal, sekarang sudah 200 orang. Alhasil, kelas yang tersedia tidak cukup. Serta pengawasan terkait pembelajaran yang diberikan sekolah ke siswa mereka. Memang, harus ada pembekalan khusus untuk daerah pelosok. “Rencananya, kami mau melakukan pengadaan fasilitas seperti laptop untuk para pengajar di daerah pedalaman seperti itu,” jelasnya. Tapi, disisi lain, ada hal positif yang didapatkan dari pandemi COVID-19 ini. Dunia pendidikan di Indonesia mau tidak mau harus mengikuti perkembangan teknologi yang ada untuk melakukan sistem belajar mengajar. Sebelum pandemi ini ada, seratus persen metode pembelajaran dilakukan secara fisik. Tidak ada yang salah dari sistem ini. Tapi, hubungan emosional antara orang tua dan anak tidak terbangun dengan baik. Anak lebih mendengarkan guru ketimbang orang tua. Hal positif yang terbangun ialah hubungan dan komunikasi sosial. Tapi, selama pandemi ini, selain pola pendidikan dipaksa menggunakan teknologi. Komunikasi antara orang tua dan anak lebih terjalin. Terbangun komunikasi yang baik antara orangtua, guru dan anak. Selain itu, pemerintah pusat pun akhirnya bekerja keras untuk melakukan pembenahan sistem pendidikan di Tanah Air. “Ini hal yang baik menurut saya. Kalau pandemi ini berakhir, kita tidak akan kembali lagi dengan mekanisme pembelajaran yang dulu. Akan dikolaborasikan kedua sistem ini,” pungkasnya. (mic/eny)

Tags :
Kategori :

Terkait