Kaltim Hadapi Dua Musibah, Pandemi Covid-19 dan Pencemaran Batu Bara di Mahakam

Kamis 07-05-2020,11:08 WIB
Reporter : Bayu
Editor : Bayu

Sejumlah tongkang batu bara yang diangkut melintasi Sungai Mahakam. (doc) ============ Samarinda, Diswaykaltim.com – Akibat mengalami kebocoran dan miring. Batu bara yang diangkut menggunakan sebuah kapal tongkang, diduga tumpah dan mencemari Sungai Mahakam. Insiden ini terjadi di Pulau Buaya Bentuas, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa (5/5/2020) tengah malam sekitar pukul 00.15 Wita. Informasi yang dihimpun. Awalnya tongkang tersebut mendadak miring lantaran ada kebocoran. Karena kondisinya penuh muatan. Tongkang tak mampu menahan air yang masuk dan memenuhi penampungan air. Saat dikonfirmasi, Kepala Unit (Kanit) Polsek Kawasan Pelabuhan (KP) Samarinda, IPDA Wahid membenarkan kejadian tersebut. Namun ia memastikan. Meski mengalami kebocoran, tapi batu bara tidak tumpah ke sungai. “Tidak sampai tumpah (batu bara) ke sungai," kata Wahid, Rabu (6/5/2020) kemarin. Ia juga menjelaskan, awalnya kapal tongkang ini sempat melakukan penggolongan di Jembatan Mahakam denga tujuan Muara Berau, Senin (4/5/2020) siang. Tapi setibanya di kawasan Palaran, diterima informasi ada kebocoran tongkang. "Jadi tongkangnya tertambat di kawasan Palaran. Karena saat itu kondisi lagi surut dan mengalami kemiringan," jelas Wahid. Rencananya, batu bara di tongkang tersebut akan dipindah. Tapi saat ini tongkang beserta muatannya masih berada di lokasi kejadian. "Nanti mau dipindahkan muatannya. Dan saat ini kami masih meminta keterangan dari Nahkoda kapal. Tapi soal perizinian, itu kewenangan KSOP," imbuhnya. Sementara itu, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambangan (Jatam) Kaltim, Pradarma Rupang menyebut adanya kelalaian terhadap syarat keamaman dan kelayakan operasi tongkang. Sehingga pinta Rupang, KSOP hingga pemilik perusahaan harus dilakukannya pemeriksaan terkait perizinan dan pengawasan. "Ini sangat jelas menggambarkan persoalan yang buruk ditengah pandemi Covid-19. Masyarakat harus dibuat takut dengan aktifitas batu bara yang tak kunjung usai,” katanya saat dihubungi. “Bukannya menyalurkan bantuan masyarakat yang terdampak, ini malah mencemarkan limbah dan merusak sumber air masyarakat Kaltim," sambung Rupang. Untuk itu menurutnya, perlu adanya tindakan tegas dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Juga aparat penegak hukum, harus bersikap adil kepada masyarakat. Apalagi ditengah musibah, aktifitas masyarakat umum di hentikan karena Covid-19. Tentu akan menambah kesusahan masyarakat dengan membiarkan jalannya aktifitas pengambilan batu bara. "Yang lain dihentikan, karena harus WHF (kerja dari rumah). Tapi batu bara tetap jalan. Ini ada yang aneh," singgung Rupang. Ia juga merasakan ada keanehan di KSOP. Karena hingga kini masih tertutup. Tidak menjalankan undang-undang keterbukaan informasi publik. Menurutnya KSOP perlu dipertanyakan terkait fungsi kerjanya dalam mengawasi persoalan ijin berlayar, terkhusus tongkang batu bara. "Periksa KSOP. Publik hingga saat ini tidak dapat informasi terkait fungsi kerja dan peran KSOP selama menjalankan tugasnya,” tegas Rupang. “Jangan-jangan syarat kelayakannya hanya dibuat-buat. Karena banyak kejadian fatal yang terjadi di perairan mahakam berkaitan dengan muatan kapal, ijin kapal. Terus soal kecelakaan menabrak jembatan, apa tindakannya selama ini?,” sebutnya, lagi. (Ar/Byu)

Tags :
Kategori :

Terkait