Kerja Proyek SKM Dipertanyakan, Roy: Gakkum Harus Bertindak

Rabu 15-04-2020,21:32 WIB
Reporter : bayong
Editor : bayong

Roy Hendrayanto. (M4/DiswayKaltim) Samarinda, DiswayKaltim.com - Sempadan Sungai Karang Mumus (SKM) kini sekarat. Sudah terlanjur rusak. Kontraktor sebagai pengerja proyek dituding harus bertanggungjawab. Hal itu ditegaskan Akademisi Fahukum Untag Roy Hendrayanto. Ia mengatakan program ini adalah proyek dari Balai Wilayah Sungai (BWS) III Kalimantan. Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda, katanya,  hanya sebagai perantara. “Cuma sebagai surat pengantar,” katanya. Yang harus disorot justru keberadaan kontraktor. Disebutkan kontraktor PT BB sudah menang lelang pada Desember tahun lalu dengan nilai kontrak Rp 14,730 miliar. Tapi harus dilihat lagi. Apakah kontraktor tersebut sudah memiliki kontrak kerja atau belum. Roy menambahkan kontraktor bekerja belum atas izin dari Badan Wilayah Sungai (BWS). Dalam hal ini sebagai owner dari proyek tersebut. Ia juga menekan bahwa pihak kontraktor harus ditanya mengenai pengerjaan yang dilakukan atas dasar perintah siapa. "Seperti yang saya baca, BWS bilang kontraktor kerja atas permintaan warga, perlu diketahui juga warga yang mana," singgungnya lagi. Ia juga menjelaskan kondisi proyek tersebut. Disebutkan kalau hulu SKM tersebut mulanya adalah aliran sungai alami. Namun dibuat lagi aliran sungai buatan secara memanjang. Pembuatan aliran itu kata Roy, juga merupakan proyek BWS. Dimana anggaran bersumber dari APBN. Dengan kata lain, pemkot tidak bisa serta merta disalahkan. Sebab, status pemkot hanya sebagai pengantar. Pekerjaan dari PT BB sendiri jelas melanggar aturan. Yaitu Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Nomor 32 tahun 2009. Karena telah mengubah bentuk sebagai fungsinya. Kalau benar kontrak kerja belum ada dan belum ada izin melakukan proyek normalisasi. "Gakkum (Penegak Hukum) harusnya bergerak cepat, minta klarifikasi ke kontraktor kenapa bekerja sebelum ada kontrak," tegasnya lagi. Dosen Untag ini menyarankan agar BWS mempertemukan pemkot dengan GMSS (Gerakan Memungut Sampah Sungai) untuk meminta izin. "Inilah yang harusnya dilakukan kontraktor sebagai pemenang lelang itu," sindirnya. Yang juga menuai pertanyaan, disaat pemerintah terpaksa memangkas anggaran proyek fisik, program ini malah jalan. "Setahu saya kontrak belum ada karena status KLB di Samarinda, proyek diberhentikan semua, saya yakin ini belum ada kontrak. Kalau belum ada, fatal bagi kontraktor untuk mengerjakan sesuatu," pungkasnya. Diketahui berdasarkan Peraturan Pemerintah No 37/2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), di sempadan sungai terdapat bagian dari DAS yang seharusnya tidak boleh diganggu. Hal itu juga diperkuat dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.59/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Penetapan Batas DAS. (m4/boy)    

Tags :
Kategori :

Terkait