SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) bersama DPRD Kaltim resmi menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Tahun Anggaran 2026 sebesar Rp15,15 triliun, dalam Rapat Paripurna ke-47 yang digelar di Gedung B DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Minggu (30/11/2025) malam.
Penandatanganan persetujuan bersama antara Gubernur Kaltim, Rudy Mas'ud dan pimpinan DPRD menjadi penanda bahwa proses pembahasan APBD yang berlangsung dinamis sejak pembacaan nota keuangan kini hampir mencapai tahap final, sebelum diajukan untuk evaluasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Gubernur Rudy Mas'ud menyatakan, RAPBD 2026 bukan sekadar dokumen keuangan, tetapi sekaligus arah pembangunan Kaltim dalam menghadapi sejumlah tantangan fiskal dan transisi ekonomi nasional.
Rudy menyebut bahwa desain APBD tahun depan disusun untuk menjawab kebutuhan dasar masyarakat, memperkuat daya saing sumber daya manusia, serta menjaga peran strategis Kaltim sebagai penopang utama Ibu Kota Nusantara (IKN).
BACA JUGA: Serapan Anggaran di Bawah 70 Persen, DPRD Kaltim Minta Pengawasan OPD Diperketat
Menurutnya, keberadaan IKN menuntut Kaltim untuk bergerak lebih cepat, baik dari sisi kesiapan infrastruktur dasar maupun kualitas pelayanan publik.
Rudy menjelaskan bahwa pendapatan daerah 2026 direncanakan Rp14,25 triliun. Dari jumlah tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi tulang punggung terbesar, yakni Rp10,75 triliun.
Kenaikan PAD disebut mencerminkan semakin kuatnya kemandirian fiskal daerah, meski Pemprov tetap harus melakukan optimalisasi di sektor-sektor unggulan seperti migas, perkebunan, pajak daerah, dan retribusi layanan.
Sementara itu, pendapatan transfer dari pemerintah pusat hanya berkisar Rp3,13 triliun atau jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya.
BACA JUGA: Tunggu Audit BPK, SiLPA Rp900 Miliar Belum Masuk dalam Komponen APBD Kaltim 2026
Penurunan drastis Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi salah satu tantangan terbesar. Dalam rancangan awal, Kaltim diperkirakan menerima sekitar Rp7,6 triliun, namun setelah penyesuaian kebijakan nasional, DBH yang dikucurkan hanya Rp1,63 triliun.
Artinya, Kaltim kehilangan hampir Rp6 triliun pendapatan dari pos tersebut. Pemprov Kaltim juga dipastikan tidak menerima Dana Insentif Fiskal pada 2026 karena adanya efisiensi nasional. Kondisi ini turut mempersempit ruang gerak fiskal yang sebelumnya diprediksi lebih longgar.
Rudy mengakui bahwa penurunan total Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp6,19 triliun memaksa pemerintah daerah melakukan penyesuaian ulang program-program yang telah disusun dalam KUA-PPAS. Pemprov kemudian melakukan sinkronisasi ulang agar belanja prioritas tidak terdampak terlalu besar.
Ia memastikan bahwa layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta program penanggulangan kemiskinan tetap menjadi fokus utama.
BACA JUGA: Protes DBH Dipangkas, Forum Aksi Rakyat Kaltim Ancam Blokir Sungai Mahakam