Ia adalah bagian dari rombongan besar pedagang asal Garut yang setiap tahunnya tersebar di berbagai wilayah di Kutim, seperti Wahau, Bengalon, dan Sangatta.
BACA JUGA: 7 Bulan Nunggak, Tunjangan 3.000 Honorer Pendidikan di Kutim Segera Dibayar
BACA JUGA: Ketua Pansus LHP DPRD Kutai Timur: Pengembalian Dana Sudah Capai 60 Persen
Satu rombongan bisa terdiri dari 20 orang, dan khusus di Sangatta saja ada hampir 10 pedagang.
Mereka membawa bendera hasil produksi Garut dan bertindak sebagai agen dengan komisi dari setiap penjualan.
Meski biaya perjalanan ditanggung sendiri, mereka tetap memilih Kutim karena potensi pasarnya yang menjanjikan di masa lalu.
"Kalau sudah lewat 17 Agustus, kami pulang. Sekarang tinggal berharap penjualan meningkat beberapa hari ke depan," ungkap Dede.
BACA JUGA: Disebut Jarang Hadir Rapat Penting, Sekda Kutim akan Benahi Pola Komunikasi Pemerintahan
BACA JUGA: BPBD Kutim Sebar Edaran Hingga RT, Antisipasi Potensi Karhutla Selama Kemarau
Senada dengan Dede, Nanang Kariana, pedagang bendera lain, juga merasakan hal yang sama.
Ia menceritakan, tahun lalu ia bisa mengantongi Rp5 juta hingga Rp8 juta per musim jualan. Namun kini, kondisi tersebut sulit terulang.
Nanang menduga penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Mulai dari persaingan ketat dengan pedagang lain, baik yang berjualan di lokasi berbeda maupun di toko daring, hingga stok bendera lama yang masih dimiliki masyarakat.
BACA JUGA: Temuan BPK di OPD Kutai Timur, Pansus LHP DPRD Sebut Ada Kelebihan Bayar dan Penyimpangan Proyek
BACA JUGA: Baznas Kutai Timur Tawarkan Beasiswa hingga ke Mesir, Buruan Daftar! Masih Ada Kuota
"Dulu yang dari Rantau Pulung, Bengalon sampai beli di sini. Tapi karena di sana juga ada yang jualan makanya di sini sudah kurang," terang Nanang.