Dipilihnya Kaltim sebagai calon ibu kota negara (IKN) baru memunculkan berbagai respons. Ada sebagian masyarakat menolak dengan alasan dampaknya akan merusak. Namun, sebagian lagi justru menerima. Tapi sebetulnya pembangunan IKN di Kaltim ini lebih banyak mudaratnya atau manfaatnya? ------------------------------- DENGAN gayanya yang khas, Gubernur Kaltim Isran Noor tampak bersemangat menyampaikan perkembangan rencana pembangunan ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan Timur (Kaltim). Saat sidang paripurna istimewa menyambut HUT ke-63 Provinsi Kaltim 8 Januari lalu, Isran dalam pidatonya kembali menyampaikan soal harapan besar Kaltim menjadi ibu kota negara. Bahkan, Isran seolah menjawab kekhawatiran masyarakat dan tokoh Kaltim jika nanti IKN benar-benar terjadi di Bumi Etam ini. Terutama soal lingkungan. Ia meyakini, jika rencana provinsi Kaltim sebagai IKN tidak akan menimbulkan masalah sosial. Seperti di Jakarta. Yang dimaksud masalah sosial utamanya terkait dengan banjir. Kendati Ia juga tidak bisa menggaransi lantaran musibah banjir itu, katanya, juga urusannya di luar jangkauan manusia. “Bebas banjir insya Allah. Soal banjir ini memang di mana- mana terjadi. Di luar jangkauan manusia biasa,” paparnya. Bahkan, Isran juga menyampaikan soal sayembara desain IKN yang dimenangkan Urban+ yang mengusung tema Nagara Rimba Nusantara. Perusahaan yang didirikan oleh Sofian Sibran. Menurutnya, desain tersebut belum final. Sebelumnya ada juga kritikan dari para pegiat lingkungan terhadap desain tersebut. Seolah ingin menjawab itu, Isran menyampaikan nanti akan dilakukan pendalaman lagi terkait konsep Nagara Rimba Nusantara dan akan dikolaborasikan dengan juara ke-2 dan ke-3, yakni desain bertema The Infinite City dan Kota Seribu Galur. Ketua Tim Panitia Pelaksana Sayembara Gagasan Desain Ibu Kota Negara, Danis Sumadilaga sesuai arahan Presiden Jokowi, informasinya juga akan segera mencocokkan desain ketiga pemenang dengan kondisi geografis lokasi IKN. Para pemenang itu akan diajak melihat langsung lokasi IKN dan nantinya akan dibantu konsultan internasional yang memiliki keahlian khusus di bidang-bidang tertentu. Semangat Isran tersebut rupanya ditangkap Ketua DPRD Provinsi Kaltim Makmur HAPK. Makmur mencoba mengingatkan sang gubernur agar jangan hanya mengurusi soal IKN. Menurut Makmur, banyak hal lain di Kaltim yang patut menjadi perhatian serius pemerintah. “Jangan lupakan tugas kita membangun masyarakat Kaltim secara keseluruhan. Mulai infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lainnya,” kata Makmur pada kesempatan yang sama. Sofian Sibran dan tim sendiri memilih konsep Nagara Rimba Nusa untuk menampilkan ciri khas Indonesia. Menurut Sofian seperti ulasan di channel Youtube saat di wawancarai Kompas TV, Nagara berarti kota atau pemerintahan. Yang menghubungkan pemerintah dengan masyarakat. Kemudian, Rimba itu berarti hutan dan Nusa adalah kepulauan. “Ini adalah kekhasan konsep kami. Yang menyatukan Indonesia adalah negara kepulauan. Selalu ada hutan dan selalu ada kota,” katanya. Dalam konsep itu, pertama Sofian ingin menunjukkan karakter air. Karena Indonesia dekat dengan perairan. Kemudian mengambil garis lurus ke tempat yang lebih tinggi. Di atas bukit. Hal itu menurutnya, sebagai hubungan antara alam, manusia dan tuhan. Nah, di tengah-tengahnya adalah pusat pemerintahan. Atau eksekutif pada titik 0. Diapit di kiri dan kanan oleh lembaga Yudikatif dan Legislatif. Proyek desain ini dikerjakan dalam waktu 8 minggu. PANDANGAN NEGATIF Kendati konsep tersebut dibuat untuk menyatu dengan alam. Termasuk arsitektur bangunan. Namun tetap saja perbedaan pandangan disampaikan oleh para pegiat lingkungan. Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah misalnya, Ia memandang rencana pemindahan IKN ini tidak diikuti dengan publikasi kajian ilmiah. Menurut Merah, kajian tersebut bukan saja soal besaran anggaran yang disiapkan untuk IKN. Namun juga memuat beban lingkungan dan beban budaya masyarakat, jika terjadi eksodus besar-besaran sekitar satu juta orang ke Kaltim. Hal serupa juga disampaikan Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati bahwa pemindahan IKN akan merampas ruang hidup masyarakat pesisir yang menggantungkan hidupnya dari sumber daya kelautan dan perikanan di Teluk Balikpapan. “Selain telah menjadi jalur lalu lintas kapal-kapal tongkang batu bara, Teluk Balikpapan akan dijadikan satu-satunya jalur logistik untuk kebutuhan pembangunan ibu kota baru,” tegas Susan. Terpisah, Pengamat Lingkungan Kaltim Haris Retno Susmiyati menilai, pemindahan IKN akan banyak menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan di Kaltim. Kebijakan ini bakal menyasar kawasan hutan dan kawasan terbuka hijau. Apabila IKN dipindah ke wilayah tersebut, status dua kawasan itu akan hilang. “Yang dulu fungsinya hijau, itu menjadi berubah. Ini akan menjadi kerugian bagi masyarakat. Tidak hanya bagi masyarakat Kaltim. Tapi juga bagi warga pulau Kalimantan. Bahkan berdampak pada iklim dunia,” tegasnya. Sejak awal, Bumi Etam berstatus sebagai paru-paru dunia. Itu dilihat dari peta ekologi dunia. Pasalnya provinsi yang kaya sumber daya alam ini memiliki kawasan terbuka hijau yang menyerap karbon dan berfungsi menyeimbangkan ekologi. “Kalau ini terganggu, yang rugi bukan hanya kita. Sebenarnya seluruh warga dunia yang tergantung paru-paru dunia ini akan terpengaruh (dengan pemindahan IKN, Red.),” ujarnya. Pemerintah pun tak dapat melakukan mitigasi dan penggantian fungsi kawasan. Sebab kata Retno, tak ada satu pun teknologi modern yang menggantikan fungsi hutan. Terlebih fungsi ekologi setiap wilayah berbeda-beda. “Itu akan menyalahi komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan. Padahal itu sudah menjadi komitmen Indonesia di masyarakat dunia,” sesalnya. Komitmen pemerintah terhadap lingkungan, kata dia, juga belum terbukti. Selama ini pemerintah belum memberikan perhatian serius terhadap masalah lingkungan di Kaltim. “(Karena itu), dari awal saya tidak sepakat dengan pemindahan IKN,” pungkas Retno. PANDANGAN POSITIF Pengamat ekonomi dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda Haerul Anwar menilai, pemindahan IKN ke sebagian wilayah di dua kabupaten itu akan membawa dampak positif dan negatif bagi Kaltim. Menurut Haerul, migrasi besar-besaran akan terjadi di Kaltim. Para pendatang akan bermukim di sekitar wilayah IKN. Berdasarkan desain yang dipublikasi pemerintah, wilayah ibu kota hanya akan digunakan untuk pusat pemerintahan. Sedangkan masyarakat umum akan bermukim di sekitar wilayah IKN. “Para pendatang ini ada dua kelompok. Yang punya duit dan enggak punya duit. Kalau punya duit, akan membawa dampak secara langsung ke ekonomi. Yang enggak punya duit akan membawa masalah sosial,” jelas Haerul kepada Disway Kaltim, Jumat (10/1/2020). Masalah sosial yang ditimbulkan salah satunya kriminalitas. Efek ini akan dirasakan oleh kabupaten/kota penyangga seperti Balikpapan, Paser, Samarinda, serta Kukar dan PPU. Ia menyebut, pemindahan IKN juga membawa dampak positif. Salah satunya akan menggerek pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk karena migrasi akan beriringan dengan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan dasar, primer, dan sekunder. “Jadi ada pergerakan ekonomi di situ. Efeknya di Samarinda dan Balikpapan. Karena banyak orang belanja di dua kota ini. Dampaknya besar justru di luar IKN. Maksud saya di kota-kota satelit,” sebutnya. Karena itu, ia menyarankan pemerintah mengelola dampak negatif pemindahan IKN. Jika efek pemindahan IKN tidak dikelola dengan baik, Haerul khawatir akan banyak efek negatif yang akan ditanggung Kaltim. “Saya memang sepakat IKN dipindah. Apalagi dilihat dari sisi ekonomi. Itu pasti berdampak positif. Yang penting pemerintah bisa mengatasi dampak negatifnya. Kalau pemerintah mampu, dampak ekonominya akan luar biasa,” ujarnya. Pengamat Ekonomi dari Unmul Samarinda Aji Sofyan Effendi mengatakan, setiap kebijakan pemerintah selalu menimbulkan pro dan kontra. Ia menyarankan pemerintah tidak berpegang pada dukungan dan penolakan publik. Pada dasarnya, lanjut Sofyan, pemindahan IKN bermaksud mendorong percepatan pembangunan ekonomi nasional. Ia menyebut kebijakan itu akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kaltim hingga 7 atau 8 persen. Begitu pula penyerapan tenaga kerja di Kaltim. Serapannya akan meningkat tajam dibandingkan saat ini. Sofyan mencontohkan hasil penghitungan pemerintah pusat. Setiap investasi Rp 1 triliun akan menyerap 1.000 orang tenaga kerja. Sementara pemindahan IKN membutuhkan dana Rp 466 triliun. Artinya, akan ada 466 ribu orang yang bekerja dalam proyek fantastis di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo tersebut. “Jumlah itu mengalahkan jumlah seluruh warga PPU. Warga PPU tidak sampai segitu. Efeknya tidak ada lagi pengangguran. Kemudian kemiskinan berkurang. Maka patologi sosial akan berkurang,” ucapnya. Sofyan menjelaskan, patologi sosial seperti perampokan, penipuan, dan lainnya akan berkurang seiring ketersediaan lapangan kerja di IKN. Ia beralasan, setiap orang yang melakukan kriminalitas tak terlepas dari motif ekonomi. Seseorang harus menjalankan kehidupannya. Sementara ia tidak memiliki pendapatan tetap. Akibatnya, yang bersangkutan menggunakan cara-cara yang melanggar hukum untuk memenuhi kebutuhannya. “Kalau IKN dipindah ke Kaltim, akan ada peningkatan income per kapita. Imbasnya, kemiskinan berkurang. Akibatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Kesejahteraan masyarakat akan lebih baik,” ujarnya. Sebaliknya, menurut Sofyan, migrasi besar-besaran akan berdampak negatif apabila pemerintah tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar publik. Seperti energi listrik, sandang, pangan, dan perumahan. “Begitu tidak terpenuhi, ini akan menjadi permasalahan besar. Di mana mereka harus makan? Sementara PPU dan Kukar belum menjadi lumbung pangan. Pemenuhan kebutuhan lokal saja belum. Apalagi memenuhi kebutuhan pangan 1,5 juta sampai 2 juta penduduk di IKN,” tegasnya. Karena itu, ia menyarankan pemerintah melakukan pemetaan terhadap efek negatif di balik kebijakan pemindahan IKN. Pemerintah mesti menyiapkan pasokan listrik tiga kali lipat dibanding saat ini, volume air bersih yang lebih banyak, dan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan jutaan penduduk. “Karena itu saya sepakat dengan pemindahan IKN ke Kaltim. Cuma sepakat atau tidak ini bukan semata karena pandangan pribadi. Tetapi ini upaya mengelola pembangunan. Supaya lebih bermanfaat bagi warga Kaltim,” katanya. (*) Pewarta : Upqil Mubin, Muslim Hidayat Editor : Devi Alamsyah
Ibu Kota di Simpang Jalan
Rabu 22-01-2020,00:36 WIB
Editor : Benny
Kategori :